"ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" ucap Jimin ramah sambil melangkahkan kakinya menghampiri wanita dengan segala pernak-pernik bermerk yang melekat pada dirinya.
Jimin menyodorkan coklat panas kepada wanita tersebut. Duduk berlawanan arah di atas sofa hitam. Wanita tersebut hanya menatap suguhan Jimin.
"kamu sudah besar." tanya wanita tersebut sambil menatap mata Jimin dibalik kacamata hitam. "dan semakin tampan." Yang dipuji tersenyum malu.
"apa kamu sudah menikah?" Jimin mengangguk dan menunjukkan foto pernikahannya yang terpajang rapi di meja di samping sofa. Sayang mata wanita tersebut tidak dapat menangkap sosok istri Jimin karena dia hanya fokus menatap wajah Jimin yang bahagia di dalam foto tersebut.
"apa kalian sudah memiliki anak?"
BOOM! Pertanyaan yang paling dihindari Jimin muncul juga. Ia kikuk, entah harus menjawab apa. Matanya memutar mencoba mencari celah untuk menampis pertanyaan itu. dan... BINGGO! Ia menemukan celah tersebut.
"apa anda mengenalku saat aku masih muda?" tanya Jimin saat menangkap pernyataan tentang keadaan dirinya yang sudah besar.
Wanita tersebut mengangguk. "sangat." Wanita tersebut melepaskan kacamatanya. "apa kau mengingatku?"
Jimin mengerutkan dahinya. Mencoba mengorek ingatan yang mungkin terlupakan.
"Jimin-ah..."
Sial! Dada Jimin serasa sesak mendengar suara wanita tersebut memanggil namanya. Ia memegangi dadanya yang seakan berhenti memompa oksigen. "maaf. Anda siapa?" tanya Jimin sesopan mungkin dan senormal mungkin untuk menutupi sesaknya.
"Jimin-ah... ini aku." wanita tersebut mulai menangis. "Ibu merindukanmu." Wanita tersebut menghampiri anaknya yang sedang meremas dadanya. Sesak! Jimin terasa sesak mendengar semua ini.
"aarghh!!" rintih Jimin memukul dadanya. Mencari udara yang dapat ia hirup untuk menenangkannya saat ini.
"to-long.. menjauhlah." Jimin memohon sesopan mungkin dengan rintihan.
"ibu sudah kembali, nak. Ibu memiliki banyak uang sekarang."
"hentikan. Kumohon. Aku tidak mengenalmu." Jimin memundurkan tubuhnya, menjauhi wanita yang terasa asing dimatanya.
"Ibu terlalu bodoh untuk mengejar kekayaan dan meninggalkan harta yang paling berharga." Wanita tersebut terisak.
Kepala Jimin berdenyut nyeri, seakan batu baru saja menghantam. Sekilas bayangan tentang jeritan seorang wanita yang dipukuli suaminya. Sekilas teriakan tentang nasib kemiskinan yang melanda sebuah rumah kecil. Kilasan-kilasan tersebut kembali muncul di kepala Jimin. perlahan kilasan-kilasan tersebut mulai nampak jelas.
Jimin ingat wanita ini. Dia memang benar ibunya. Ibunya yang sering disiksa ayahnya karena tidak dapat bekerja menghasilkan uang banyak sementara ayahnya hanya pemabuk tidak berguna. Ibunya yang mengejar suaminya yang jelas-jelas meminta cerai dan tega meninggalkan anaknya sendirian di rumah kecil yang berantakan akibat sisa-sisa perkelahian mereka karena kemiskinan yang begitu mencekik.
Jimin semakin tersiksa mengingat kenangan masa lalunya. Ia melempar semua barang yang ada di sekelilingnya sebagai luapan emosinya. Namun percuma, sedikitpun emosinya tidak menurun.
"AKU BAHKAN DIKIRIM OLEH KELUARGA JUNG KE PANTI ASUHAN! BAGAIMANA MEREKA DAPAT MERAWATKU SEMENTARA MEREKA SAJA KESUSAHAN MENDAPATKAN SESUAP NASI!!!" kini vas yang ada di dekat wanita tersebut menjadi sasaran Jimin untuk dihancurkan.
"aku berniat menjemputmu, Jimin. aku berjanji pada diriku sendiri akan menjemputmu disaat aku sudah memilik banyak harta. Agar kamu tidak kesusahan. Sungguh." Wanita tersebut menahan lengan Jimin agar tidak membuat ruangannya semakin kacau.
"PERSETAN DENGAN HARTA!!!" Jimin menghempaskan ganggaman ibunya. Ia kembali mengancurkan seisi ruangan.
"Jimin-ah.."
"pergilah." Jimin memijat keningnya pelan untuk mencari ketenangan disaat hatinya benar-benar memanas.
"Jimin-ah..." lagi-lagi suara yang membuat dadanya sakit.
BRAK!! Jimin memukul meja kerjanya.
"KUMOHON PERGI!!
---
"JIMIN!!!" Hana memanggil nama suaminya. Menyusuri ruangan yang masih berantakan tersebut. Air matanya menetes berulang kali. Kesana kemari mencari Jimin di ruangannya. Ketakutannya semakin memuncak. Pikirannya sudah dipenuhi kejadian-kejadian yang tidak ia inginkan. Ia hanya tidak ingin suaminya terluka saat ini. Ia harus menemukan Jimin sebelum sesuatu terjadi padanya. HARUS!
Entah kenapa hatinya tertuju pada kamar mandi di sudut ruangan Jimin. ia langsung berlari menuju tempat tersebut. Dan benar saja, Jimin berada di sana.
Dengan badan gemetar dan sekacau saat sampai di rumah tempo hari. Seluruh tubuh Jimin basah. Beberapa helai rambutnya jatuh di lantai. Dan kali ini Hana melihat lagi darah segar di lengan kemeja putih Jimin yang sudah sobek di banyak sisi. Hana menyambar tubuh Jimin dengan tangisan yang semakin pecah. Segala kejadian yang ia takutkan benar-benar terjadi.
"Jimin sadarlah. Kumohon." Jimin masih ada di dalam rengkuhan Hana, namun ia hanya diam dengan bibir masih bergetar.
"KUMOHON BERHENTILAH MENYIKSA DIRIMU SENDIRI PARK JIMIN!!!"
to be continued....
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN PAIN
FanfictionCOMPLETED cast : Park Jimin BTS Kim Hana (OC) aku bukan pria jahat. aku harap. - park jimin diambil dari kisah nyata dengan gubahan yang diperlukan