Uncertain

1K 142 44
                                    

Yein terbangun untuk pertama kalinya pukul delapan pagi.

Yang didapati matanya kala itu ialah pemandangan kamarnya sendiri - serta sebuah rengkuhan yang melilit lembut di pinggangnya. Oh, hampir saja gadis itu akan berteriak jika ia tidak cepat mengenali siapa pemilik tangan tangan penuh otot itu - ugh.

Siapa-lagi-kalau-bukan-si-sialan-Jeon-Jungkook

"Apalagi ini -,"

"Sudah bangun ya, gadis mabuk?"

Yein hanya berdehem ketika mengetahui Jungkook sudah membuka matanya daritadi. Tenggorokannya tiba tiba merasa kering. Tidak ada penyebab lain selain alkohol yang ia minum bersama Eunha kemarin -

"Jeon! Bagaimana bisa aku sampai sini? A-apa tadi malam. . "

Tangan Jungkook dengan sigap mengambil segelas air putih di atas nakas, memberikannya pada Yein, yang langsung diteguk serakah oleh gadis itu.

"Aku menjemputmu ke apartment Eunha semalam," Perkataan Jungkook berhasil membuat Yein memuncratkan air di mulutnya detik itu juga. "Cih, kau benar benar jorok."

"Kalian sudah saling memaafkan?"

"Memangnya siapa yang bertengkar?"

Tangan Jungkook sudah membuka tiga dari lima kancing kemeja kerja yang ia kenakan dari semalam. Mengingat tadi malam pun dia tidak sempat berbasuh - bukan tidak sempat namun lebih tepatnya malas. Sedangkan Yein sendiri masih berkutat dengan pikirannya sembari menggigiti pinggiran gelas yang ia pegang.

"Kau masih menyimpan bajuku?,"

"Jadi sekarang kalian berdu - YA! JEON JUNGKOOK BEDEBAH! APARTMENT KU MASIH MEMPUNYAI KAMAR MANDI, SIALAN!"

Jungkook tertawa keras ketika Yein melempari punggungnya dengan bantal. Bagaimana tidak? Pria itu sudah shirtless di depannya. Tentu saja pemandangan seperti ini bukanlah yang pertama untuk gadis itu. Tapi 'kan, tetap saja . .

"Pergi kau, sialan."

"UUUUUH, ngambek."

Tangan Yein sudah siap melempar lagi jika saja Jungkook tak segera masuk ke kamar mandi. Gadis itu turun dari ranjangnya dengan wajah merengut, berharap dirinya tidak akan menemui manusia sejenis Jeon Jungkook lagi.

()()()

Eunha melemaskan otot otot persendiannya. Tadi malam benar benar hari yang melelahkan. Bukan karena lembur atau mengerjakan sesuatu, tapi karena matanya yang terus memproduksi cairan bening tanpa henti. Ya, menangis itu memang sangat melelahkan.

"Belum bangun, ya?"

Tentu saja malam kekelaman nya tak ia lewati sendirian. Kim Mingyu menjadi satu satunya orang yang mengetahui berapa lama Eunha menangis. Menangis karena seorang pria.

Itu agak konyol, tapi nyatanya terjadi.

Gadis itu tak heran ketika mendapati pria yang kini tertidur di sofanya belum juga terbangun. Sesudah Eunha menelepon, hanya butuh waktu sepuluh menit bagi pria itu untuk menemui Eunha. Pikiran Mingyu berkelabut ketika gadis itu malah menangis di pelukannya - oh. Jangan lupakan pekerjaan Mingyu yang belum rampung, membuat lelaki itu harus begadang setelah menemani Eunha menangis untuk tiga jam lamanya.

Eunha berjongkok, mengamati wajah Mingyu dari jarak dekat. Kemudian mengecup pipi pria itu dalam diam.

"Kim Mingyu, terimakasih!"

Breath [SOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang