Part 9

205 28 1
                                    

Tipo bertebaran.

______________________________________

Pagi ini aku akan berangkat bersama Jungkook, dia bilang dia akan menjemputku untuk berangkat bersama. Padahal aku sudah menolaknya dan menyuruhnya untuk menunggu dikelas saja. Tapi apalah dayaku yang melawan Jungkook hingga pada akhirnya aku akan kalah juga. Jadi percuma saja, hanya akan membuang waktu.

Menunggunya di depan pagar rumah. Seorang diri dan terlihat seperti orang bodoh. Hampir 20 menit aku berdiri menunggunya yang tak kunjung datang juga.

Keningku berkerut begitu melihat arwah wanita yang menghampiriku. Berhenti dihadapanku dan tersenyum manis. Terlihat cantik dan imut. Pasti semasa hidupnya dia merawat tubuhnya dengan baik dan meninggal di karena kan sebuah penyakit matikan.

"Hai." sapanya dan aku membalasnya dengan sebuah senyuman.

"Boleh kita berkenalan?" aku menganggukan kepalaku cepat. Tidak ada salahnya bukan aku berteman dengan arwah? Lagi pula, aku juga bertemen dengan Yunjae. Mereka sama dan tidak ada salahnya aku menerima ajakannya untuk berkenalan.

"Namaku Kang Seulgi." ucapnya seraya menjabat tanganku dengan senyum manis yang belum juga luntur dari wajahnya.

"Shin SungRin, senang berkenalan denganmu." balasku dan membalas senyuman manisnya. Tangan dinginnya mengusap lengan kananku. Menarikku kedalam pelukannya. Eh, ada apa ini?

"Terimakasih, karena sudah mau menerimaku menjadi temanmu." aku pun membalas pelukannya. Mengusap pungungnya dengan lembut. Ada sedikit rasa ketenangan dalam diriku setelah membalas pelukannya. Mungkin ini awal yang baik untuk kami berteman.

"Apa yang kau lakukan?" sontak aku melepaskan pelukanku dari teman baruku. Menatap kearah Jungkook dan tersenyum kikuk seraya menggaruk belakang kepalaku.

"Hanya melakukan sapaan untuk teman baru." ucapku dengan menampilkan deret gigiku.

"Teman baru lagi?" aku menganggukan kepalaku dengan semangat. "Boleh aku mengenalnya juga?"

Aku melirik arwah disampingku. Dia menggelengkan kepalanya dan aku pun menghembuskan nafas panjang. "Dia tidak mau, katanya kau menakutkan." aku terkekeh geli begitu mendengar ocehannya.

"Ayo berangkat." dia menyodorkan helm kearahku. Yap, hari ini dia membawa motornya dan itulah kenapa dia bersikeras untuk menjemputku.

Aku terdiam, bingung harus berbicara apa pada Jungkook. Padahal biasanya kami selalu membicarakan hal-hal yang tidak penting. Tapi entah kenapa kali ini terasa beda. Bahkan saat menjemputku tadi, wajahnya terlihat menampakkan kekhawatiran. Ada apa sebenarnya dengan Jungkook?

CIT!!

Tubuhku lantas maju kedepan. Membuatku memeluknya dari belakang. Aish benar-benar. Kesal, tentu saja. Dia telah membuatku terkejut untuk kesekian kalinya.

"Pegangan yang erat, aku tidak ingin kau jatuh." Itu katanya. "Dan jangan melamun seperti tadi."

Aku hanya diam, menuruti perkataannya dan mengeratkan pelukanku. "Menyetir dengan benar, kau ingin membunuhku secara perlahan?"

Setelah 5 menit di perjalanan, kini kami sudah sampai di parkiran sekolah. Melepaskan helm dan memberikannya pada Jungkook. Aku masih sedikit kesal dengannya karena tadi, aku dibuat ketakutan. Dia seperti tidak membawa nyawa lain, mengendarai motor dengan kecepatan diatas rata-rata dan sesekali mengerem secara mendadak.

Aku yang hendak pergi menjauh darinya kini sia-sia saat rambutku ditarik olehnya, membuat tubuhku mau tidak mau mundur kebelakang. Tidak mau menatapnya, aku merasakan tangannya menyisir rambutku. Merangkul pundak ku setelah selesai merapihkan rambutku.

"Aku lapar." Dia terus membawaku menuju kantin dan mendudukkan ku pada salah satu kursi yang ada. "Tunggu disini."

Aku terdiam seraya menatapnya dari sini. Sebenarnya aku tidak benar-benar marah padanya. Aku hanya sedikit menenangkan diriku.

"Hei, bagaimana rasanya berangkat bersama dengan pangeran sekolah?" Astaga, tidak bisakah aku terbebas walau hanya sehari saja? Aku tidak mau pagiku hancur oleh mereka semua.

"Kau bisu eoh?" Seorang gadis disebelah kiri ku sedikit menarik-narik ujung rambut ku. Sakit, karena yang ditarik hanya beberapa helai saja.

Gadis satunya kini memegang dasiku, menariknya hingga aku tercekik. Wajahku terasa panas, nafasku sesak. Bisakah aku mati saat ini juga? Itu lebih baik dari semua penderitaan ini.

"Bisa kalian pergi dari sini dan berhenti menganggu kekasihku?" Semua tangan yang menyiksaku mendadak terlepas semua begitu suara lembut itu menembus gendang telingaku.

Menolehkan kepalaku kebelakang, terlihat Jungkook yang sedang tersenyum kearah ku dan mengusap puncak kepalaku. Membenarkan dasiku.

"Sekali lagi aku melihat kalian menyentuhnya, maka jangan harap aku bersikap manis kepada kalian." Ucap Jungkook penuh penekanan.

"Apa gadis aneh ini sudah mencuci otakmu, Jung?" Tanya si gadis yang tadi duduk disebelah kananku. Bisaku lihat wajahnya memerah, karena menahan amarah. Tangannya mengepal kuat.

"Aku rasa panggilan gadis aneh itu lebih cocok untuk kalian." Ucap Jungkook dengan penekanan dikalimat gadis aneh.

Tangan Jungkook kembali menarikku keluar dari area kantin. Membawaku menuju kelas dan mendudukkan diri kami.

"Hiks." Suara itu lolos begitu saja dari bibirku. Sungguh aku tidak berniat untuk mengeluarkan suara itu saat ini. Aku benci ini. Menangis setelah menerima perlakukan murid-murid disini.

Jungkook menolehkan kepalanya ke arahku, menatap ku dengan khawatir. Ibu jarinya bergerak untuk mengusap pipiku yang basah. "Jangan menangis, kau akan membuat mereka gencar untuk melukaimu." Ucapnya sama persis dengan Yunjae saat kali pertamanya aku menangis dihadapannya.

Aku merindukannya.

****


Sore ini aku berbelanja untuk mengisi lemari pendingin ku yang kosong. Yah, aku hanya mengisinya dengan beberapa cemilan dan buah. Setidaknya jika Jungkook main kerumah, aku sudah mengisi lemari pendingin hingga dia tidak akan merengek jika ingin sesuatu untuk dimakan.

Seharusnya dia ada disini bersamaku. Membantu memilih beberapa Snack dan minuman yang akan dibeli, karena biasanya aku hanya bertugas mendorong troli.

Aku memasukkan beberapa makanan dan minuman setelah Seulgi menunjukkan apa yang akan aku beli. Yup, hari ini dengan sendirinya dia menawarkan untuk membantuku berbelanja. Bahkan saat ini troli sudah penuh.

"Aku rasa ini semua cukup." Seulgi meneliti kembali belanjaan dan mengangguk setuju.

Kami berjalan menuju kasir. Kami sama-sama terdiam, aku tidak ingin orang-orang berfikiran aneh tentang diriku.

Setelah selesai membayar, kami berjalan untuk kembali ke rumah. Dalam perjalanan kami sedikit membicarakan hal-hal tidak penting dengan suaraku yang kelewat rendah, bahkan itu bisa dibilang seperti bisikan.

Langkahnya terhenti, membuatku mengikutinya. Pandangannya mengarah kedepan, menyatakan suatu kerinduan yang begitu dalam. Membuatku mengikuti arah pandangnya.

Aku melihat seorang lelaki yang tengah terduduk di tengah taman. Terduduk seorang diri dengan pandangan sedu. Ada apa dengan orang itu? Apa dia salah satu keluarga Seulgi? Mungkin iya.

"Siapa dia?" Seulgi terlihat tersentak, seakan tidak sadar bahwa aku masih bersamanya.

Dia tersenyum lebar sebelum berucap. "Dia suamiku."

Dia sudah menikah? Dia bahkan masih terlihat muda.




























"Park Jimin." Ucapnya lagi yang membuatku kembali menatap lelaki diseberang kami.




TBC

Yey, JIMIN... Akhirnya.
Siapa yang nunggu Jimin nih? Udah nongol tuh yah.

Chapter selanjutnya Bakal lama yah, soalnya lagi mentok nih. Dan rada mulai mager semenjak kejadian tiga chapter ilang gitu ajah😭. Sedih rasanya.

Kritik dan saran
Sangat dibutuhkan.

Indigo [PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang