VOTE SAYANG
DON'T BE SILENT OKEY.
_____________________________________Bisakah seseorang datang detik ini juga, kemudian membunuhku? Aku ingin.
Gila? YA! Sebut saja begitu selama aku masih menginginkan kematian.
Kau fikir siapa yang sanggup menghadapi ini semua? Diusia yang belum lama menginjak 17 tahun. Dan sudah mendapatkan masalah seperti ini. Bukankah lebih bagus jika aku menyusul kedua orang tuaku? Yah, aku rasa saatnya mencoba kembali.
Pandanganku meneliti ruang sekitar. Mencari benda yang kuanggap dapat membantuku lebih mudah mengakhiri hidup. Namun hasilnya nihil, tidak ada benda tajam disekitar sini. Aku rasa pria brengsek itu menyuruh para pelayan untuk menyingkirkan benda berbahaya dari kamar ini. Lalu apa yang harus aku gunakan untuk percobaan bunuh diriku kali ini?
Lantas kedua sudut bibirku tertarik keatas. Menciptakan sebuah senyuman kepuasan, begitu melihat benda yang memantulkan sosok diriku disana. Aku rasa ada baiknya aku mencoba dengan cermin itu. Persetan dengan bunyi yang akan ditimbulkan nantinya, aku bisa mengunci pintu terlebih dahulu. Ah tidak, ini tidak akan cukup. Aku memerlukan benda yang membuat pintu itu agar menjadi sulit dibuka. Tapi apa? Disini tidak ada apapun selain satu sofa yang berukuran lumayan besar. Oke, aku akan coba mendorongnya.
Shit! Ini terlalu sulit untuk dilakukan dengan keadaan tubuhku yang seperti ini. Jangankan mendorongnya, membawa tubuhku untuk menuju Sofa itu saja terasa sangat sulit. Rasa sakit yang semakin menjalar ke seluruh tubuh. Apa ini? Tubuhku serasa hancur berkeping-keping. Kedua kakiku pun begitu lemas, menahan rasa sakit yang bersumber dari pusat tubuhku saat ini.
"Nona ingin kemana?" Seseorang datang dengan nampan berisikan semangkuk makanan dan susu. Ia meletakannya diatas nakas, kemudian mendekat kearahku. Dengan begitu hati-hati ia menggenggam tanganku. Membantuku untuk terduduk kembali diatas ranjang tuannya.
Bukan ini yang aku mau.
Aku menatapnya namun ia hanya tersenyum lembut. Dia berjalan untuk mengambil makanan yang ia bawa kehadapanku. Membantu untuk memasukan makanan itu kedalam mulutku. Perlakuannya begitu lembut padaku.
Tubuhku bergerak maju untuk memeluk pelayan yang masih setia dengan senyuman ke ibuan miliknya. Air mataku turun begitu deras begitu ia membalas pelukanku. Bahkan suaranya yang begitu lembut berhasil menembus gendang telingaku. Berucap begitu lirih, "Tenang lah Nona. Saya tahu ini terasa berat untuk Nona tapi, saya akan selalu bersama Nona mulai saat ini."
Tangisanku semakin tak terkendali. Nafasku tersendat karena itu. Hidungku juga sudah begitu sakit. Disusul dengan tenggorokanku yang terasa begitu kering. Aku merindukan Ibu. Merindukan kasih sayangnya.
"Berhenti menangis Nona, sebentar lagi tuan akan pulang." Lantas dengan cepat aku melepaskan pelukan kami. Menatapnya seraya menggelengkan kepala. Tidak, aku tidak ingin bertemu dengannya lagi.
"Tolong bawa aku pergi dari sini." Suaraku terdengar lirih. Membuat wanita dihadapanku menggenggam tanganku erat. Seolah aku tidak diperbolehkan pergi kemanapun.
Kumohon tolong aku untuk kali ini. Aku ingin pergi dari tempat terkutuk ini. Biarkan aku menjalani hidup seperti layaknya orang-orang diusiaku saat ini. Bermain dengan teman, kencan, lulus dengan hasil yang memuaskan, memilih orang yang akan dijadikan pendamping hidup, dan membangun keluarga kecil yang bahagia. Kumohon, biarkan aku merasakan itu semua. Jangan biarkan aku kembali masuk kedalam lumpur hisap.
"Dimakan Nona." Aku gagal. Kenapa kalian kejam sekali? Kenapa kalian lebih menuruti perkataannya yang jelas itu salah? Apa itu karena uang? Cih! Aku bahkan bisa membayar kalian semua. Sebesar apa gaji kalian hah?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo [PJM]
FanfictionApa kau pernah merasakan dibully dengan satu sekolahan? Itulah yang sedang dirasakan gadis indigo bernama SungRin. Tak heran jika ia lebih memilih berteman dengan arwah yang tidak bisa kembali ketubunya sendiri. Hingga ia bertemu dengan arwah yang m...