5 Desember 2017 (Bagian 2)

515 62 2
                                    

Tepat sesuai perkiraan (Name), teman-teman Akaashi datang setelah shiftnya selesai. Dalam perjalanan pulang, (Name) membeli berbagai cemilan dan makanan ringan untuk menjamu teman-teman Akaashi.

Saat (Name) sampai rumah, berlembar-lembar kertas dokumen sudah tersaji di meja tamu. Akaashi, yang kebetulan sudah kedatangan salah seorang temannya, sudah sibuk membahas sesuatu. Setelah berganti pakaian, (Name) menuju dapur untuk membuat minuman dan menyiapkan makanan. Ketika di dapur inilah, satu persatu teman Akaashi berdatangan.

"Jadi gini..."

Terdengar suara seorang pria memulai pertemuan mereka siang itu di rumah Akaashi. (Name) mengintip kecil dari dapur untuk melihat berapa orang yang datang. Total ada delapan, sudah termasuk Akaashi. Meletakkan delapan gelas diatas nampan, kemudian (Name) membawanya ke ruang tamu.

"Eh aduh, gak usah repot-repot, kita biasanya langsung ambil sendiri kok", ujar seorang pria dengan rambut bewarna abu-abu dan sebuah tahi lalat di bawah mata kirinya dengan sopan.

(Name) balas tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Pria tadi juga balas tersenyum, tersenyum kikuk karena tidak tahu harus berkata apa. Dan kikuk karena ucapannya hanya dibalas dengan gelengan yang bisa berarti "tidak" untuk banyak hal.

Ketika meletakkan minuman, (Name) tak sengaja melihat sebuah foto dari sekelompok pria yang sedang jadi bahan pembicaraan. Alis (Name) mengrenyit sekilas karena salah satu wajah dari foto tadi terlihat tidak asing baginya. Bahkan saat kembali ke dapur untuk mengambil makanan, (Name) masih terngiang-ngiang akan wajah pria tadi.

'Kayaknya pernah liat, tapi dimana ya?', batin (Name) sembari meletakkan makanan yang ia beli ke atas nampan. Ketika (Name) meletakkan makanan terakhir ke atas nampan, yang tak lain adalah gyouza, seketika ingatannya muncul.

'Oh pantas tidak asing! Mereka itu tetangganya nenek yang selalu jadi gunjingan warga!'

(Name) kembali ke ruang tamu dan meletakkan nampan di atas meja. Setelah membalas beberapa ucapan 'terima kasih' dengan senyuman, (Name) mundur mendekap nampan kayu yang ia bawa dan berdiri agak jauh sembari mengamati kerumunan teman-teman Akaashi yang masih serius berdiskusi.

Akaashi yang melihat (Name) seolah ingin menyampaikan sesuatu, membuat kontak mata langsung dengan (Name).

(Name) yang mendapat sinyal dari Akaashi dengan agak ragu membuat bahasa isyarat yang berbunyi.

"Aku tahu mereka."

Netra green forest Akaashi melebar sepersekian detik. Akaashi melambaikan tangannya mengisyaratkan (Name) untuk mendekat.

"Sini. Gak papa, gak usah malu", ujar Akaashi yang membuat teman-temannya menatapnya heran.

(Name) meletakkan nampan yang ia bawa di atas counter dapur lalu berjalan malu-malu mendekati Akaashi. Ketika sudah dekat, Akaashi menggenggam tangan (Name) dan menuntunnya untuk duduk di antara kedua kakinya.

Ketika (Name) sudah duduk diantara kedua kakinya, Akaashi melingkarkan kedua tangannya di pinggang (Name) dan menempelkan dada bidangnya ke punggung kecil (Name). Wajah (Name) merah merona karena ia dalam posisi mesra dengan Akaashi di depan teman-teman Akaashi.

"(Name) tahu siapa mereka", ujar Akaashi yang sukses membuat ketujuh pasang mata di ruang tamu itu menatap (Name) dengan terkejut.

(Name) sendiri makin kalang kabut karena ditatap oleh tujuh pasang mata yang menatapnya terkejut sekaligus penuh harap. (Name) mendongak menatap Akaashi. Akaashi yang tahu maksud tatapan (Name) membalas dengan anggukan dan berkata, "Cerita aja gapapa, nanti aku terjemahin."

Trilogi Sabuk Orion #1 - AlnitakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang