20-21 Maret 2018

471 64 4
                                    

(Name) tak tahu bagaimana kondisinya bisa seperti ini. Terakhir yang ia ingat, (Name) mulai merasa tidak nyaman semenjak ia pulang dari Shizuoka dan membantu para agen rahasia pemerintah menggrebek komplotan penjahat.

------Flashback------

''Kamu hati-hati.''

Akaashi membalas dengan anggukan singkat sembari menyiapkan barang-barang yang akan ia gunakan.

(Name) dan Akaashi sedang berada di Shizuoka, tepatnya rumah (Name) yang ada di kaki Gunung Fuji. Akaashi sengaja memilih tinggal di rumah (Name), terpisah dari rekan-rekannya yang lain, karena suatu alasan. Ingin bertemu dengan nenek (Name) dan meminta restu atas hubungan mereka.

"Kamu inget jalan dan tempatnya kan?"

Tanya (Name) agak khawatir. Akaashi tersenyum tipis, satu tangannya mengacak pelan pucuk kepala (Name).

"Inget kok. Aku duluan ya."

(Name) mengangguk pelan. Sebelum Akaashi balik badan, (Name) jinjit dan mencondongkan badannya ke atas untuk mencium singkat pipi Akaashi. (Name) tersenyum tulus. Pipi Akaashi memerah. Akaashi balas membungkuk lalu mencium kening (Name). Akaashi menyeringai tipis karena kini giliran (Name) yang memerah.

"Dah (Name).. sampai nanti", dengan itu, Akaashi berangkat menuju tempat kumpul dengan rekan-rekannya sebelum melakukan penggerebekan.

------End of Flashback------

Setelah itu, Akaashi pulang duluan ke Tokyo. (Name) menyusul beberapa hari kemudian karena masih mau bersama neneknya lebih lama. Saat pulang ke Tokyo itu lah, (Name) pertama kali merasa agak tidak nyaman. Sebelum akhirnya berubah menjadi paranoid tiga bulan setelahnya.

Jangankan Akaashi, (Name) bahkan tidak mau memberi tahu keluhannya ini kepada neneknya sendiri. Kalau neneknya sampai tahu, tentu beliau akan sangat khawatir. (Name) tidak mau neneknya sampai stres hanya gara-gara mengkhawatirkan dirinya.

Kalau Akaashi, sepulangnya dari penyergapan itu, memang para agen rahasia diberi hari libur. Tapi ingat, mereka masing-masing punya pekerjaan lain. Sebulan setelah penangkapan, Akaashi terbang ke luar negeri guna mengikuti perkumpulan dan sharing oleh para dokter dari seluruh dunia selama dua bulan.

Alhasil, (Name) tak punya siapapun untuk cerita. Pernah mencoba cerita ke temannya yang sama-sama dokter hewan. Temannya menjawab kalau (Name) hanya berimajinasi dan terlalu paranoid.

(Name) juga sempat berpikir demikian. Akan tetapi, saat ia ada di jalan pada sore atau malam hari. Perasaan bahwa ia diikuti seseorang muncul lagi. Ketika dicek, tak ada siapa-siapa yang mencurigakan disekitarnya.

"(Name), kamu kenapa? Kok melamun gitu?", tanya salah seorang teman (Name) menepuk pelan pundak (Name).

(Name) yang tersadar membalas pertanyaan temannya dengan bahasa isyarat,

"Cuma kepikiran sesuatu."

Teman (Name) merengut dan bertanya, "masalah kamu ngerasa diuntit?"

(Name) mengangguk lemah lalu menidurkan kepalanya di atas meja jaga di ruang tempat mereka shift hari ini.

"Kenapa gak kamu coba ngomong aja ke pacarmu?"

(Name) menyiapkan tangannya hendak protes dengan bahasa isyarat, namun teman (Name) kembali melanjutkan,

"Kamu takut bikin dia khawatir... ya ya ya aku tahu kamu mau ngomong gitu-"

Trilogi Sabuk Orion #1 - AlnitakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang