Menghindar | 04

364 110 44
                                    

Hai
.
.
.
Tayo!
Kegen nggak sama
Kuda?
🐎
--

Ia melirik kearah orang yang selalu duduk dipojok dengan gitarnya. Karena Gilang mengambil ekstrakurikuler Musik dan setiap anak musik harus memilik alat musik dan tentu saja suara yang bagus. Tapi entah dengan Gilang, apa dia punya suara merdu atau tidak.

Tatapan yang ia berikan pada Gilang serasa lembut tak seperti tatapan yang selama ini ia berikan pada cowok yang selama ini ia kejar.

"Lo mau tau, bahwa lo beda," desisnya pelan.

Tak ada angin, badai tak ada hujan es ia mengatakan hal begitu bodoh yang pernah ia keluarkan dari mulutnya.

Laura, menepuk-nepuk mulutnya karena ia mengucapkan hal yang tidak-tidak. Cewek itu melangkahkan kakinya menuju Gilang yang selalu duduk di pojok.

"Selamat pagi Gilang," sapa Laura dengan senyuman yang tiada tara di dunia.

Gilang mengernyitkan kening. Karena pagi-pagi manusia yang selama beberapa hari ini ia hindari tiba-tiba datang tanpa diundang.

"Ada apa lagi!?" Ketus Gilang dengan nada tidak suka.

"Lo tahu, gue tahu nama lo," ucap Laura dengan nada lemah lembut.

Meskipun Gilang diam tapi ia punya telinga untuk mendengar semua perkataan Laura padanya.

"Gue yakin lo, bakalan jadi pacar gue!"

Sebenarnya Gilang sudah tidak fokus lagi dengan buku bacaanya, ia sebenarnya mendengar semua perkataan Laura, ia merasa Laura juga beda.

Nggak tau malu maksudnya, Gilang. Jangan baper.

Sebuah sobekan kertas ia sodorkan pada Laura yang sudah ia tulis.

Laura yang sedang duduk didepannya hanya diam dan mengambil kertas yang diberikan oleh Gilang.

Gue tau nama lo, tapi bukan berarti kita bisa jadi teman.

Kertas yang sangat luar biasa menurut Laura, karena baru ini ia ditolak secara halus. Ia merasa sangat tertantang untuk lebih tau tentang Gilang.

Ia mengambil pulpen Gilang yang ada di atas buku Fisikanya.

"Gue tau, gue juga tau nama lo. Lo pasti berpikir gue itu cantik kan?" Ia sodorkan lagi pada Gilang.

"Biasa, sama seperti kemarin," balas Gilang pada kertas yang sama.

"Nggak sama, kemarin gue pakai kontak lensa warna hitam. Sekarang yang warna coklat."

"Oh.. iya sudah itu jawaban gue."

"Kau tau, sepertinya gue jatuh cinta."

"Dengan siapa?"

"Kamu."

Gilang membiarkan kertas yang ia baca dan tidak membalas kertas yang dari Laura. Ia merasa jantungnya sepeti bergejolak. Bukan karena ia jatuh cinta, tapi rasa sakit tiba-tiba saja memenuhi ronga dadanya.

Ia merasa cewek yang ia tahu namanya adalah Laura ini sudah gila. Seumur hidupnya baru kali ini ada cewek yang senekat Laura. Menyatakan cintanya kesetiap cowok yang ia suka. Tapi ada satu cewek lain yang lebih dari Laura. Tapi itu dulu.

Gilang memberi penanda pada novel—na, kemudian ia meletakkan novel tersebut di atas buku Fisikanya. Cowok itu mengambil earphone di dalam saku celana dan memasangnya di telinga untuk mereda detak jantung.

Laura yang merasa diabaikan hanya diam melihat Gilang yang begitu berbeda dari cowok yang ia tau, lebih tepatnya cowok yang ia kerjar-kejar lima hari ini.

"Gilang.. denger gue ngomong."

Lagi-lagi Laura diabaikan oleh Gilang, ia merasa harus melakukan sesuatu agar Gilang memperhatikannya. "Kalo Lo diam terus... gue banting nih gitar," ancam Laura yang membuat Gilang menarik tangan Laura kasar.

"Lo sudah gila!?" Bentak Gilang pada Laura.

"Makanya dengerin Laura kalo lagi ngomong."

"Lo.. pergi dari meja gue atau gue yang pergi!?" Tawar Gilang pada Laura.

"Gilang aja yang pergi," jawab Laura polos.

Gilang meraih Gitarnya yang sudah terlebih dahulu ia letakkan di atas meja.

"Loh.. loh. Gilang kok pergi!?"

Gilang langsung pergi dan menutup pintu kelas dengan kasar.

Braakkk...

Hingga membuat Laura terlonjak kaget mendengar suara pintu yang dibanting oleh Gilang.

****

Diam-diam Laura mengikuti Gilang dari belakang hingga ke kelas musik. Ia tahu bahwa Gilang adalah salah satu gitaris dari band sekolahnya. Tapi ia enggak tahu bahwa Gilang memiliki suara merdu.

Seperti saat ini ia sedang memainkan gitarnya dan melantunkan sebuah lagu. Laura yakin bahwa lagu ini tak pernah ia dengar dimana pun.

Ku mohon berbalik padaku
Melihat ku.
Memandang kearah ku.

Kau yang ku mau
Kau yang ku rindu.
Ku mohon lihat aku disini

Kau butuh aku.
Akupun ada.
Pernakah kau memikirkan aku?.
Sedetik saja.

Kau bicara tentangnya
Seolah tak ada cinta lain, selain dia.
Kau melukai hati ini.
Tapi kau tak peduli.

Plok.. plok..

Suara tepuk tangan menghentikan kegiatan Gilang. Gilang mendongak ke arah sumber suara. Ia memicingkan matanya setelah melihat sosok cewek yang sedang berdiri di dekat pintu.

"Hebat-hebat," seru Laura dengan girangnya sambil mengangkat dua jempolnya.

"Sejak kapan lo berdiri disitu!?" Tanya Gilang dengan nada tak suka.

"Sejak Lo, Mulai nyanyi," jawab Laura polos.

--

Habis
Jangan menyerah

Vote and Komen
Sun Jauh 😘
Salam
.

.

.

KudaLiar
🐎

Hi, Gilaang (Update Setiap Hari)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang