21 | Kesepian

53 11 1
                                    


Gilang menerawang jauh melihat seorang cewek yang sedang duduk menghadap papan tulis.

"Gue kasihan sama tuh cewek."

Sebuah tangan menepuk pundaknya, Gilang menengok ke arah kiri menatap pemilik tangan tersebut. Juna itulah orangnya.

"Gue tau Lo cuman manfaatin tuh cewek," ucap Juna sembari duduk.

"Dia kelihatan sayang sama lo, tapi sayang Lo cuman manfaatin dia." Tambahnya.

Juna menyodorkan air mineral untuk Gilang.

Gilang mengambil air minum yang diberikan oleh Juna.

"Lo, beneran pacaran sama Laura?" tuduh Juna.

"Enggak," Jawab Gilang singkat.

"Udah gue duga, Lo cuman manfaatin diakan? Tujuan lo cuman satu yaitu membuat kak Moza cemburu." Tebak Juna dengan tepat.

Gilang bungkam, tak mau menjawab ia meletakkan air nya di pinggir tempat ia duduk.

"Benarkan?" tanya Juna lagi karena sangat penasaran.

Gilang menunduk lalu menoleh ke arah Juna.

"Lo sendiri gimana sama Citra? Lo udah buat dia jatuh cinta?" tanya Gilang balik.

Wajah Juna beruba sedikit kesal.

"Pinter iya Lo ngeles. Tapi masih dalam proses sih," cerca Juna.

"Tapi gue yakin seratus persen, Citra akan jatuh cinta ke gue." Options Juna.

Gilang terkekeh pelan. Ia menepuk pundak Juna.

"Gue yakin seratus persen, Lo bisa pacaran sama Citra." Ucap Gilang pelan.

Gilang tersenyum lebar selebar daun kelor. Melihat raut wajah Juna kegirangan, pria itu sudah lupa pada pertanyaan yang pertama, sungguh melegakan bagi Gilang karena ia tak perlu mencari jawaban atas pertanyaan Juna tentang Laura.

-Hi Gilang-

Jemari Laura meremas seragam sekolahnya. Hatinya hancur berkeping, kepalanya hanya tertunduk dengan mulut terbungkam sedari tadi ia berdiri di balik pintu. Ia mendengar semua perkataan dua orang yang berada di balik pintu itu.

"Kenapa?" gusar Laura. "Apa yang harus Laura lakukan sekarang," tambahnya.

Laura mencari ponselnya yang ia letakkan di dalam tasnya, tapi sayang ia tak menemukan apa yang ia cari.

Sesekali Laura meneguk ludahnya, ia serasa takut sekaligus marah.

"Ra...." Sapa Rika mamanya Laura. "Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Rika pada anaknya.

Laura yang terkejut dengan pertanyaan mamanya langsung mendongak memandang mamanya.

"Berdiri," jawab Laura pelan.

"Kamu dengan semuanya?"

Laura mengangguk pelan.

"Iya, semuanya." Jawab Laura.

"Kasih tau mama, apa yang kamu dengar, semuanya!" Bentak Rika pada Laura.

Laura menelan ludahnya lagi, otaknya benar-benar berhenti berkerja.

"Ngomong, Ra." Bentak Rika lagi.

"Oke, Ra jawab," jeda Laura. "Mama dan Papa sebenarnya sudah bercerai dari dulu dan Laura bukan anak kandungnya papa." Jawaban Laura gugup.

Jujur Laura sudah menahan semuanya dari dulu, rasa sakit dan iri yang ia rasakan selama ini, ia pendam sendiri hingga ia harus merasakan kesepian.

"Maafin mama Ra, selama ini mama dan papa bohong sama kamu." Ungkap Rika pada anaknya.

"Buat apa?" tanya Laura. "Mama sama papa toh enggak pernah ada buat Laura." Tambahnya lagi.

"Iya mama tau, mama minta maaf sayang."

"Ra. udah biasa sendiri, ma."

"Selama ini Laura kesepian, mama tau selama ini Laura mempermalukan diri Laura nembak cowok, biar apa ma? biar Laura enggak kesepian," jelas Laura sambil memegang dadanya yang terasa sakit.

"Mama minta Maaf," sesal Rika.

"La.... Laura enggak tau, ma." Jawab Laura pelan.

Laura merasakan kedua matanya memanas, sesuatu ingin meludak keluar dari sana. Ia mengerjapkan matanya untuk menahan air matanya agar tidak keluar.

Rika meraih tangannya Laura lalu menciumnya. Laura menepis tangan Rika dan berlari menuju kamarnya.

"Ra, ini papa," panggil Ridwan, papanya Laura.

Tidak ada jawaban dari Laura.

"Ra, papa minta maaf."

"Pergi!"

Laura menutup wajahnya dengan bantal, ia menumpahkan semua kesedihannya lewat tangis.

Mimpi itu kembali membayangi Laura. Kenapa kejadian yang mungkin Laura tidak harapkan terjadi kini kembali hadir. "Laura, kagen kalian."

Laura beranjak dari tepat tidurnya, langkahnya pelan tapi pasti, langkahnya berhenti di depan pintu coklat lalu membukannya tapi dia menutupnya kembali "Pa, maaf ganggu he he.."

"Pa, Laura sedang sedih hari ini, papa mau dengar cerita laura?"

"Papa diam saja didalam. tidur yang tenang." bisiknya pelan lewat pintu. "Papa! he he he Laura semakin gila."

"Aku pinjam punya papa sebentar ya."

Dia mengunci kembali pintu yang sempat dia buka, Laura meletakan kunci di laci dekat ruangan papa nya.

-Hi Gilang-

Gilang menyandarkan tubuhnya di sopa yang berada diruang keluarga. Ia teringat dengan semua ucapan Juna tadi siang.

"Sejahat itukah gue?" tanya Gilang pada dirinya sendiri.

Gilang menghela napas panjang, lalu menutup matanya sejenak.

"Kenapa Lo?" tanya Agam pada Gilang.

Gilang membuka mata dan mendongak untuk melihat orang yang membuatnya kaget.

"Enggak ada," kilah Gilang.

"Lo, enggak bisa bohongin gue."

"Apa!."

Agam tersenyum melihat kelakuan adiknya yang panik.

"Masalah cewek?" tanya Agam lagi.

"Bukan!" Ketus Gilang.

Gilang mengambil tasnya dan pergi minggalkan Agam sendiri. "Hallo?"

Gilang yang tidak ingin membahas Laura hanya diam dan pergi meninggalkan kakaknya yang sedang menerima telpon. langkahnya terhenti ketika telinganya mendengar nama Moza disebut.

"Dimana dia sekarang?"

"oke, gue kesana sekarng. terimakasih."

Agam mengambil kunci mobil dan langasung pergi meninggaalkan Galang dengan wajah penasaran. Tapi kali ini saja dia tidak ingin mendengar kata Moza dan Laura saat ini dia hanya ingin tidur dan melupakan semua yang terjadi hari ini.

"Hati-hati bang," teriaknya.

"Oke."




---

Hehehe
Terimakasih sudah tersesat lagi disini
Follow dong
Feedback dong
Hehe
Bye-bye

Hi, Gilaang (Update Setiap Hari)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang