Suara berisik dari pintu membuat gadis kecil itu terjaga. Matanya dengan penuh was-was memandang ke arah pintu. Lalu, setelah sosok Ibunya yang muncul dari sana, tubuh kecil itu kembali terhempas di tempat tidur. Ia membenamkan wajahnya di bantal, enggan membiarkan wajahnya diterpa sinar matahari pagi yang menembus dari balik jendela yang gordennya sudah dibuka oleh Ibunya.
"Indy, ayo bangun, Nak. Kamu kan mau sekolah."
Tidak ada respon. Wanita itu tersenyum melihat Indy kecil yang masih terkurung di dalam selimut dan wajah yang ditutup rapat dengan bantal. Wanita itu duduk di tempat tidur Indy, meraih selimut sehingga membuat Indy bergumam kesal. Ia tertawa, lalu menggelitiki putri semata-wayangnya itu dengan usil.
Indy tertawa karena rasa geli namun sangat jelas ekspresinya kesal akibat tidurnya diganggu. "Bu, Indy ngantuk!" rengeknya.
"Eits, anak Ibu gak boleh males sekolah. Ayo bangun, Nak."
"Bu, Indy kayaknya sakit."
Sang Ibu mengernyit, tawanya hilang, punggung tangannya segera meraba dahi gadis kecil itu. Suhunya normal. Tidak ada sesuatu yang tidak beres dengan putrinya. "Indy, kamu enggak sakit sayang. Kamu baik-baik saja."
"Indy sakit, Bu. Sakit bobo!"
"Sakit bobo? Apa itu?"
"Sakit boong-boongan!"
Sebelum sempat Ibunya meraihnya untuk menggelitik dia karena keusilannya itu, Indy sudah lebih dulu berlari, melompat dari ranjang dan segera tubuh mungilnya masuk ke dalam kamar mandi, tidak lupa mengunci pintu kamar mandi agar sang Ibu tidak bisa masuk dan menggelitikinya.
"Ye ye, gak kena gak kena," ledek Indy dari balik pintu kamar mandi sementara Ibunya di luar hanya tertawa-tawa saja mendengar itu.
"Mandi ya, Nak, abis itu sarapan. Nanti Ibu yang antar Indy ke sekolah."
Indy mengernyit dari balik pintu. "Lho, Ayah mana Bu? Kan Ayah yang ngantar Indy ke sekolah."
"Kamu sih bangunnya kesiangan, Ayah sudah berangkat duluan."
"Ayah curang!" teriak Indy lalu mengguyur badannya dengan air dingin.
"Gak apa, nanti siang kan dijemput Ayah."
"Non, bangun, Non." Suara Bi Sulis membangunkanku dari alam bawah sadarku. Mataku mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya terbuka sempurna dan aku langsung mengernyit ketika disapa sinar matahari. Tubuhku lemas, punggungku terkulai letih. Tidak ada yang aku kerjakan, namun rasanya aku seperti baru saja selesai berlari ratusan kilometer sambil mengangkat beban seberat 50kg. Tubuhku sangat letih.
Bi Sulis yang selesai mengangkat pakaian kotor keluar kamar, lalu setelah itu aku berdiri dan bersiap ke sekolah. Setelah selesai, aku segera turun ke lantai bawah, dilihatku Bi Sulis yang baru saja keluar dari dapur, membawa bubur ayam di nampan.
"Sarapannya Ibu ya, Bi?"
"Iya, Non."
"Sini, Bi. Biar saya aja yang suapin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kata
Teen Fiction#33 in Kisahremaja (29-05-2018) [SEDANG DALAM PROSES REWRITE] Anindyra Khairin merasa hidupnya tidak akan pernah lagi lebih baik daripada kehidupan sebelumnya. Gadis itu merasa, semua kebahagiaan sudah direnggut dan ia tidak akan pernah layak merasa...