empat

22 2 0
                                    

Tak hentinya air ini menjelaga di tengah hujan mengguyur minggu tak menentu. Bersama secangkir kopi pahit, yang sama pahitnya dengan minggu ini. Mungkin ini bukan jalanNya, mungkin ini kehendakNya, mungkin ini keputusanNya.

Namum, mengapa aku masih tak dapat menerima sebuah keputasan ini. Berulang kali aku mengutuk dokter itu lantaran telah membunuh bayi ku, apa yang kudapat? Nihil, bayiku takkan kembali. Bukan, maaf dokter aku telah mengutukmu. Ini salahku, tak dapat menjaga amanat dengan baik. Maaf.

Kilat kilat petir sesekali datang, membangunkanku dari gelapnya penyesalan.

"Ikhlaskan," kupalingkan pandanganku pada seseorang yang telah duduk menemaniku. Angkasa, pria yang akan selalu memberi pundaknya tempatku besandar, memberi pelukannya tempatku menangis, memberi telinganya tempatku berbicara.
"Tak apa," aku mulai hanyut dalam dekapannya, aroma tubuhnya selalu berhasil memberiku ketenangan.

PATRONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang