Chapter 3

376 35 1
                                    

" aku anterin kamu pulang "

laki-laki itu memboyong Dinda ke dalam mobil Alphard putih miliknya. di susul beberapa Bodyguard yang mengekori pria berjas putih tersebut. semua preman yang tadi mengganggu Dinda telah babak belur dihajar habis-habisan oleh para Bodyguard nya itu. Dinda masih dalam keadaan takut, mengingat peristiwa yang di alaminya beberapa menit yang lalu. tubuhnya masih gemetar. Dinda menggigit jari-jarinya. begitulah Dinda jika sedang ketakutan. Pria berjas putih itu duduk di jok belakang mobilnya dan sebisa mungkin mencoba menenangkan Dinda. laki-laki itu membenamkan Dinda di pelukanya. Dinda tak merespon apa-apa, dia diam saja membiarkan laki-laki itu memeluknya. toh, Dinda merasa aman dalam pelukan laki-laki itu.

dan tiba-tiba laki-laki itu menautkan kedua alisnya saat melihat jaket base ball yang dipakai Dinda. laki-laki itu mengepalkan taganya, nafas nya memburu, menatap jaket base ball berwarna merah itu tak suka.

" Dinda ? " panggil laki-laki itu setengah berbisik. Dinda mendongak, melihat laki-laki yang memeluknya.

" kamu gak usah takut lagi yaa. ada aku disini " laki-laki itu tersenyum dan Dinda pun membalas senyuman laki-laki itu.

Dinda merasa nyaman berada di pelukan laki-laki berwajah ke-chinise-an itu. Dinda yang masih trauma dengan kejadian tadi pun tak bicara apa-apa. hanya diam di pelukan seorang laki-laki yang telah menyelamatkan hidupnya dua kali. sebenarnya Dinda ingin bertanya siapa laki-laki itu dan mengapa dia mengatakan bahwa dia itu calon suaminya. namun Dinda mengurungkan niatnya itu, lidahnya terasa kelu dan rasanya dia ingin tidur saja di pelukan laki-laki itu.
saat mobilnya berhenti tepat di depan rumah Dinda. Dinda bingung bagaimana bisa laki-laki itu tau dimana rumahnya. padahal, sebelumnya Dinda tidak berkata apapun pada laki-laki itu apalagi memberi tahu dimana letak rumahnya.

" kok kamu tau rumah aku? " tanya Dinda bingung. namun laki-laki itu tak menjawab, dia hanya tersenyum dan menggendong Dinda tanpa izin.

" aku bisa jalan sendiri "

Dinda berusaha melepaskan dirinya dari gendongan laki-laki itu. tapi laki-laki itu menahanya dan bersikeras menggendong Dinda hingga masuk ke dalam rumahnya.  dahi laki-laki itu mengernyit melihat rumah kecil milik Dinda. rumah itu memang kecil tetapi mungil terlihat elegan dan menarik. Desain dan penataan ruangan yang tepat dengan luas lahan yang terbatas ternyata dapat memberikan tampilan yang cantik dan elegan. Pemilihan dan penempatan furniture yang disesuaikan dengan luas ruangan serta hiasan dinding yang cukup menarik, menambah estetika rumah tersebut.

" rumah yang mungil tapi cantik. sama seperti yang punya "

ucap laki-laki itu sembari menidurkan Dinda di sofa ruang tengah. Dinda hanya tersenyum dan merasa pipinya mulai memanas, ucapan laki-laki tadi membuat Dinda salah tingkah sendiri.

" aku pulang dulu, selamat malam dan selamat tidur calon istriku "

Dinda kebingungan lagi, beberqpa kali laki-laki itu menyebutnya bahwa dia adalah calon suaminya.

" kamu siapa? " Dinda memegang lengan laki-laki itu menahanya pergi.

" cepat atau lambat kamu bakalan tau kok siapa aku "

****

" lo darimana aja sih kak ? udah jam 2 malem. dan lo baru pulang? "

Ali mendapati Dinda yang tengah berada di sofa ruang tengah rumahnya. Dinda merasa lega, Ali tak melihat laki-laki asing tadi sehingga Dinda tidak perlu repot-repot menjelaskan bagaimana bisa dia pulang diantar oleh laki-laki itu. jujur saja, Dinda sangat merasa capek dan tidak mau bicara apa-apa apalagi jika bercerita tentang para preman yang hampir mencelakainya tadi. bisa-bisa Ali marah dan bertindak yang tidak-tidak. Dinda mengerti betul bagaimana emosional nya Ali.

" gue dari tadi nelponin lo, whatsapp-in lo, tapi gak ada satupun telpon yang lo jawab dan gak ada satupun chat yang lo bales "

Dinda merongoh tas nya dan meraih handphone miliinya. benar saja, setelah di cek banyak sekali panggilan tidak terjawab dari Ali belum lagi beberapa pesan singkat yang isinya kekhawatiran Ali semua.

" maafin kakak ya li. ceritanya panjang. dan kakak capek. kakak mau istirahat dulu. yang terpenting kan kakak udah nyampe rumah dengan selamat dan gak berkurang satupun "

Dinda menepuk pipi Ali dan melongos pergi ke kamarnya. ali hanya menghembuskan nafas pasrah, setidaknya dia lega melihat Dinda telah sampai dirumah dengan keadaan selamat.

****

" hari ini benar-benar membosankan " gerutu Ghina sambil berjalan menuju arah taman dekat kampusnya.

Ghina memilih duduk di sebuah kursi di pojok selatan taman. Sendirian. Angin berembus sejuk menggesek dedaunan. Terhitung jarak lima kaki dari tempatnya duduk, seorang lelaki yang sebaya denganya duduk di sebuah kursi panjang. Tubuhnya dibiarkan menghadap lurus ke Masjid Agung yang berdiri anggun di barat kampus. Jalan beraspal membentang dari utara ke selatan, membelah jarak antara teras masjid dan sisi taman.

Lelaki itu memegang gitar dan menaruhnya di pangkuan. Kedua tangannya kompak memetik senar gitar itu hingga membentuk alunan nada.
Bibirnya bergerak, mungkin sedang menyenandungkan sebuah lagu. Lamat-lamat bulir bening jatuh dari sudut matanya. Semakin lama tetesannya semakin deras. Tidak lagi menetes, tapi mengalir. Menganak sungai di kedua pipinya.

Ghina masih duduk di sebuah kursi di pojok selatan taman. Antara kagum dan penasaran. Ghina menatap lelaki dengan gitarnya itu. Baginya, lelaki yang bisa memainkan gitar adalah laki-laki yang luar biasa. Ia pasti memiliki jiwa seni yang melekat.
menurutnya lelaki yang lihai memainkan gitar adalah sosok lelaki yang romantis.

Mengenai lelaki itu, Ghina sempurna menatapnya tajam. Seperti ada suara yang berbisik, menyuruhnya mengahampiri lelaki itu. Ghina berdiri mengangkat tubuh, melangkah membawa kaki kepadanya. Ghina memangkas jarak, membawa diri lebih dekat dengannya.

" hey " Ghina menyapa laki-laki itu.

Lelaki itu terus memetik senar gitarnya. Ia tak mendengar suara Ghina. Bibirnya terus bergerak menyanyikan sebuah lagu. Air mata mengalir dari kedua matanya yang dibiarkan terpejam. Petikan gitar dan senandung lagu yang dinyanyikan tak pernah habis. Selalu diulang setiap kali selesai.
" hey!! " sapa Ghina sekali lagi.
dan laki-laki itu mendongak, betapa terkejutnya Ghina saat melihat laki-laki itu, ternyata laki-laki itu adalah Ali, salah satu barista yang bekerja di kafe kakeknya itu.

" kamu salah satu barista di Antonio"s coffee kan ? "

" non Ghina? "

" jangan panggil aku non, panggil aja aku Ghina.. " Ghina duduk di samping Ali.

" tapi kan.. " sanggah Ali

" karena aku cucu pemilik "Antonio's Caffee " ? yaelah yang punya kafe itu kan kakek aku bukan aku, jadi santai aja kali. "

Ali semakin kagum dengan Ghina, selain Ghina mempunyai paras yang cantik, ternyata hatinya baik juga selain itu Ghina juga tidak sombong. Ali merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya ketika duduk berdampingan dengan gadis pujaanya.

" nama kamu siapa? " tanya Ghina.

" Ali " jawab Ali seraya tersenyum tersipu.

" oh.. eh ternyata selain lo jago bikin kopi, lo juga jago main gitar yaa? "

" gak juga kok Ghin .. " jawab ali seraya membetulkan letak kupluknya.

" oh iya tadi aku liat kamu nyanyi kayanya menikmati banget yaa, sampe-sampe aku liat kamu ngeluarin air mata gitu, kenapa sih? lagi galau yaa? " kepo Ghina dengan penuh selidik. sementara Ali hanya senyum-senyum, menggelengkan kepalanya tanda tidak membenarkan ucapan Ghina.

" terus kenapa? " tanya Ghina lagi.

" kamu kepo juga ya ternyata hahaha " Ali tertawa, sedangkan Ghina memanyunkan bibirnya tanda kesal, Ali seperti sedang meledeknya.

" dih manyun gitu.. " Ali tersenyum melihat tingkah Ghina. Gadis itu terlihat sangat manja menurutnya.

" abis kamu aku tanya malah bilang aku kepo "

" iya iya maaf.. " Ali memamerkan jari kelingkingnya menunggu Ghina menautkan jari kelingkingnya juga, tapi Ghina malah berbalik membelakangi Ali. Ali menghembuskan nafas berat lalu menggaruk tengkuk nya yang sama sekali tak gatal. Ali hanya bingung harus berbuat apalagi untuk mendapat maaf Ghina.

" oke.. aku bakal maafin kamu asal dengan satu syarat " Ghina memutar badanya menghadap Ali.

" apa syaratnya? " tanya Ali penasaran.

" ajarin aku main gitar!! "

*****

Dinda sedang berada dikamarnya, dan menghenyakan tubuhnya di kasur menatapi langit-langit kamar. lalu matanya tertuju pada jaket base ball berwarna merah yang dibiarkan menggantung di sudut kamarnya. tiba-tiba seulas senyuman tersungging di bibir Dinda. memutar ingatanya kembali pada kejadian aneh yang menimpanya beberapa hari belakang ini. tentang 2 orang laki-laki yang mengaku calon suaminya. namun fikiran Dinda lebih tersita oleh laki-laki yang sering menemuinya di Bar. laki-laki pemilik jaket base ball itu.

" itu cowok walaupun nyebelin tapi care juga "

Dinda bergumam sendiri. berjalan mengambil jaket itu, dipeluknya jaket itu lalu dicium menghasilkan wangi yang menenangkan Dinda.

" apasih Din. itu cowok tuh nyebelin ih. dia udah hina kamu berkali kali , ketus banget lagi.. "

ingatan Dinda akhir-akhir ini di dominasi oleh laki-laki itu. entah kenapa. menurut Dinda walau sikap laki-laki itu menyebalkan dan ketus tapi dibalik itu semua laki-laki itu menyimpan perhatian yang besar pada Dinda. buktinya laki-laki itu memberikan uang dengan jumlah yang besar secara cuma-cuma hanya agar Dinda tidak bekerja di Bar itu lagi, dan membiarkan dirinya sendiri kedinginan karena jaketnya di berikan pada Dinda, walaupun perhatian laki-laki itu ditunjukan secara kasar, entah kenapa Dinda menyukainya.

" kamu siapa sih ? "

" terus kenapa kamu perhatian banget sama aku? "

" kenapa juga kamu ngaku-ngaku calon suami aku? "

" terus kamu tau nama aku darimana? "

" terus kenapa tiap aku tanya kamu siapa kamu gak pernaj jawab? "

" ih Dinda STOP IT! kenapa kamu jadi kepo gini sih !!! "

" terus cowok yang sama-sama ngaku calon suami aku juga itu siapa? "

" dia nyelametin aku dua kali, di pertunangan Irsyad terus di kedai waktu aku di gangguin preman.. "

" mereka berdua siapa Tuhan? "

*****

Rizky sedang berada di " Antonio's coffe ". memang, setiap weekend Rizky sering menghabiskan waktu di kafe milik keluarganya. meskipun kafe ini di percayakan untuk dijalankan oleh saudara tirinya, Billy. Rizky tidak sungkan untuk datang ke Antonio's coffee. kedatanganya bukan untuk sekedar minum kopi ataupun hanya nongkrong. tetapi biasanya Rizky menyanyi di kafe itu untuk menghibur para pelanggan kafe.

semua orang memang tau bahwa Rizky adalah cucu dari pemilik Kafe tersebut karena Rizky sering bernyanyi disana.
siang itu Rizky memakai kaos putih yang di padu dengan jaket base ball berwarna biru, serta topi yang juga berwarna biru menempel di kepalanya, lalu memakai celana jeans ketat berwarna putih. terlihat sederhana memang penampilanya untuk seorang cucu dari orang yang sangat kaya dan terhormat. tetapi bukan masalah bagi Rizky. toh baginya berpakaian seperti itu lebih nyaman, daripada harus memakai jas rapih seperti biasanya, itu terlalu resmi baginya.

Hujan mulai turun. rintik-rintiknya mulai membasahi kaca kafe.
ada seorang perempuan cantik berambut sebahu berpakaian modis memandangi Rizky dengan sendu. matanya berkaca-kaca menatap Rizky. dadanya terasa sesak. ada perasaan sesal dalam dirinya.
wanita itu menyesap cappuccino hangat di sudut ruang kafe. Hujan rintik-rintik. Di sudut itulah perempuan itu bisa melihat Rizky dengan jelas. Menikmati alunan nada yang Rizky mainkan melalui gitarnya, dan juga suara merdu yang tak pernah bisa dia lupakan.

“Ada yang mau request lagu?” tiba-tiba suara Rizky membuyarkan lamunan perempuan itu.

“November Rain! Bisa?”

perempuan itu berseru dari sudut ruangan kafe.

“Oh. Emm. yah. bisa, mbak” jawab Rizky tanpa menengok ke sumber suara.

When I look into your eyes, I can see a love restrained
But darling when I hold you,
don’t you know I feel the same…

November Rain mengalun dari bibir itu beserta petikan gitar yang menambah indah suasana. perempuan itu tersenyum. ternyata Rizky masih ingat lagu itu, fikirnya. perempuan itu melirik keluar, di luar hujan masih rintik-rintik. Dan suara Rizky membuatnya enggan untuk beranjak. perempuan itu kembali melayangkan pandangan pada Rizky. Pria yang sangat tampan. Ditambah suara yang bagus untuk bernyanyi. Pastilah banyak perempuan yang bermain mata dengan Rizky fikirnya.

‘Cause nothing last forever, and we both know hearts can change
And it’s hard to hold a candle, in the cold November rain…

perempuan itu memesan kembali segelas cappuccino kepada pramusaji yang sudah tidak asing baginya. Dia pasti tahu benar kebiasaannya untuk menikmati cappuccino hangat di sudut ruang ini. perempuan itu memandang sekeliling. Tidak ada yang berubah dari ruangan ini. Sama seperti setahun ataupun dua tahun yang lalu. Yang berbeda hanya, laki-laki yang menyanyikan lagu "
November Rain " yang tengah berada di depanya.

…but lovers always come, and lovers always go
And no one’s really sure who’s letting go today…
…but if you could heal a broken heart, wouldn’t time be out to charm you…

Rizky terus bernyanyi, matanya terpejam menikmati lagu yang di nyanyikanya sendiri. lagu ini memberi kenangan tersendiri baginya.

…’cause nothing lasts forever, even cold November rain…
perempuan itu meletakkan cangkir yang berisi cappuccino itu di meja. Itu cangkir terakhir untuknya. Hujan mulai reda, perempuan itu berniat untuk pulang.Sementaraseseorang yang menyanyikan lagu November Rain masih mengalun dibelakangnya..

" lo gantiin gue yaa " Rizky menepuk pundak Ali yang juga sedang bekerja saat itu di meja barista, Ali menggantikan posisi Rizky dipanggung kafe. karena selain Rizky, Ali juga tak kalah sering menyanyi di kafe itu.

sebelumnya Ali dan Rizky berteman baik, karena intensitas bertemu mereka yang lumayan sering. meskipun kadang Ali masih sungkan pada Rizky. mengingat Ali sangat tahu siapa itu Rizky. Ali hanya mengangguk menuruti perintah Rizky dan langsung naik ke panggung kafe.

sementara Rizky bergegas pergi ke luar mengambil payung bermotif batik.

" Mi... chelle... " sapa Rizky lirih seraya memayungi seorang perempuan yang tengah berjalan di bawah deras nya air hujan.

Michelle adalah perempuan cantik yang meminta Rizky menyanyikan lagu November Rain tadi. dia adalah mantan kekasih Rizky, 2 tahun mereka menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih, Rizky begitu mencintai Michelle, sampai-sampai saat Michelle meninggalkan Rizky karena alasan adanya laki-laki lain Rizky sangat terpuruk hingga trauma untuk jatuh cinta atau menjatuhkan hati pada perempuan lain.

Michelle mendongak, menatap seseorang yang memayunginya, matanya mulai berair menatap Rizky dengan sendu.

" Rizky... " dengan suara getir Michelle menahan air matanya.

" aku tau kok tadi kamu yang request lagu November Rain kan? " Rizky tersenyum simpul.
mata Rizky berbinar melihat perempuan yang sangat di rindukanya selama ini. Michelle hanya tersenyum mengangguk.

" Tuhan.. aku mohon.. kendalikan perasaanku " gumam Michelle dalam hati.

" kamu masih inget lagu November rain yang aku nyanyiin pas second anniv kita ? "

" a.. ku.. pulang dulu ky.. " Michelle melangkahkan kakinya menjauhi Rizky tak peduli air hujan membasahi dirinya. Michelle hanya ingin cepat-cepat pergi menghindari Rizky.

" please jangan pernah pergi lagi dari aku " suara berat itu menghentikan langkah kaki Michelle.

" chell.. aku kangen banget sama kamu. apa kamu gak kangen sama aku? jujur chell, sampai detik ini pun aku masih sayang sama kamu. aku gak peduli tentang kamu yang pernah nyakitin aku, sumpah aku gak peduli. kamu mau nyakitin aku berkali-kalipun kalau itu ngebuat kamu bahagia, aku gapapa "

air mata Michelle jatuh begitu saja, dia sudah tidak kuat menahan air matanya lagi. merasakan sesak yang amat sangat di dadanya, dia menyesal telah meninggalkan Rizky demi laki-laki lain. andai saja waktu bisa di putar kembali, mungkin Michelle akan memperbaiki kesalahanya pada Rizky. tapi apa boleh buat, waktu memang tidak bisa di putar kembali, Michelle sekarang merasa sangat tidak pantas untuk Rizky, apalagi untuk Rizky di cintai lagi.

Michelle memutar badanya, menghadap ke arah Rizky, melangkah mendekati Rizky " ky, sadar gak? aku tuh udah nyakitin kamu, aku udah ninggalin kamu, bahkan aku ninggalin kamu demi laki-laki lain! "

" iya, kamu emang udah nyakitin aku, kamu khianatin aku, dan kamu emang udah ninggalin aku. aku sadar itu. chell, tanpa kamu nyadarin aku pun aku sadar. dan selama ini aku udah berusaha mati-matian buat ngelupain kamu, ngelupain semua tentang kita, bahkan aku berusaha buat benci sama kamu agar dengan mudah, aku bisa lupain kamu. tapi apa? semakin aku nyoba buat lupa sama kamu, dan semakin aku nyoba buat benci sama kamu. aku gak pernah bisa dan aku gak yakin bakal bisa. mungkin sekarang kamu bakal nganggap aku ini laki-laki bodoh, bego, tolol. tapi aku gak bisa munafik, kalau jauh dari lubuk hati aku. aku masih sayang sama kamu, masih cinta sama kamu " Rizky menunduk. butiran bening dari pelupuk mata Michelle mulai turun membasahi pipi.

Michelle memegang tangan kanan Rizky yang tengah memegang payung " ky, aku kangen sama kamu " desahnya menoleh pada Rizky. Gadis itu mundur selangkah menjauhi Rizky sehingga tubuhnya tidak terlindungi oleh payung lagi.

Michelle merasakan percikan hujan yang mulai memantul.
Rizky menambah langkahnya, mendekati Michelle. Sekarang Rizky yang memandanginya dengan jarak terdekat. Dari depan Michelle sangat terlihat cantik. dia tak menyadari langkah Rizky . Ia masih menghitung percikan air yang membasahi wajahnya.

Rizky melihat beberapa butir hujan yang mulai tergelincir dari dagu hingga ke leher Michelle. Rizky menarik nafas, lalu menghembuskannya lewat kata yang hendak diaampaikan padanya..

“Hujan, sampaikan pada gadis ini bahwa cintaku sebanyak bulir-bulir air yang kau jatuhkan, dan seindah pelangi yang terlukis setelah kau pergi…” kata Rizky tiba-tiba terlontar dengan teratur.

Michelle menengok kepada Rizky. dia tersenyum penuh arti.

“Rizky..” Desahnya mengeja nama Rizky lalu kembali mendongak ke langit seperti sedang berbicara dengan hujan. kilatan tajam membesit ke langit. Tiba-tiba suara menggelegar bak raksasa yang sedang berdehem mengikuti kilatan itu.

Duuuaaarrr…!!

Jantung mereka seperti berhenti berdetak. bukan karena suara petir tadi. Nafas mereka saling bertukar. Michelle slalu menyukai aroma mint dari bibir Rizky. Payung di tangan Rizky terlepas begitu saja. mereka belum sadar dengan apa yang sedang terjadi. lantunan hujan mulai mengiringi, suaranya kedengaran seperti nada-nada fur elise. Dada mereka semakin gemetar saja. jangan salah paham, ini benar-benar kebetulan atau mungkin keberuntungan. Bibir mereka tak sengaja bersentuhan. Mata mereka dipadukan. Bibir mereka bergetar. Nafasnya semakin tak teratur. Rasanya seperti terkena sengatan mematikan. Dan jauh di dalam mata Rizky ada Michelle bersama hujan yang membawa butiran cinta mereka hingga jatuh ke tanah.

" maaf ky, seharusnya kita gak kaya gini. aku masih dimilikinya .. "

****
seorang laki-laki duduk di depan Dinda, bau alkohol menyengat di mana-mana. alunan musik jazz diputar mendayu-dayu. ini adalah tempat mabuk yang tenang, pikirnya. kursi dan meja kayu ditata rapih, beberapa orang pesta bir di ujung sana, semacam reuni barangkali. dua pasang kekasih tampak tenang menikmati makan malamnya dengan dua botol berleher panjang di masing-masing mejanya.

Dinda yang salah satu pramusaji perempuan di bar itu datang membawakan dua gelas anggur dan satu gelas miquel.

" berikan minuman itu "

" kamu minum? gak biasanya " ucap Dinda hati-hati melihat laki-laki yang sudah mulai tak asing lagi baginya.

dia menatap Dinda dengan tatapan yang sama sekali tidak di mengerti, apa artinya. tatapan mata yang dingin. sejuk namun menusuk.

Dinda bingung biasanya laki-laki itu tidak pernah minum seberapa sering pun dia masuk keluar ke bar tempatnya bekerja. paling laki-laki itu hanya menghampiri Dinda dan mengobrol saja denganya. tapi kali ini tidak, dia terlihat lelah dan sepertinya sedang emosi itu terlihat dari nafasnya yang mulai memburu.
tanpa babibu, dia merebut 2 gelas yang dipegang Dinda dan meneguknya langsung. Dinda tak bisa apa-apa, Dinda hanya menatap laki-laki di depanya dengan tatapan prihatin. meskipun Dinda tidak tahu siapa laki-laki itu tapi entah kenapa hati Dinda merasa teriris melihatnya kalut tak karuan meskipun selama ini laki-laki itu sering menghina Dinda dengan sebutan "perempuan murahan" seenaknya.

" hahaha semua perempuan sama aja, cishhhh bitch... " dia menenggak habis bir di gelasnya. kemudian, dia menuangnya lagi. aroma alkohol itu kini menyengat di depan Dinda, berbaur dengan udara segar.

" kamu kenapa? "

Dia terdiam lama. menatap Dinda lekat-lekat. lagi-lagi dengan tatapan yang tak di mengerti.

" lo itu sebotol anggur, Din. perempuan bertubuh indah, cantik, dan bisa membuat mabuk siapa aja yang rapuh." laki-laki itu memutar-mutar gelas anggur itu, cairan san miguel bergerak-gerak ke kanan-kiri mencari arah. menunggu tenang. sedangkan Dinda di buat mematung dengan kata-kata yang di lontarkan laki-laki yang sedang mabuk itu.

" hahaha tapi gue sama sekali gak tertarik sama cewek murahan hahahaha "

dia menenggak birnya lagi. kini bukan dengan gelas, tetapi langsung dari botol san miguel yang seksi itu. laki-laki itu sudah kepalang mabuk.
Dinda diam tak bersua tak dapat mengatakan apa-apa lagi. Dinda merasakan perih di ulu hatinya. air matanya jatuh begitu saja terpaku pada kalimat laki-laki itu. tapi Dinda diam saja, Dinda mengerti bahwa laki-laki itu sedang mabuk berat. laki-laki ituterus minum alkohol dari botolnya. lalu tertunduk di lenganya sendiri. meracau.

" gue emang tolol, gue emang bego. aishhhhhhhh " dia terus meracau. botol yang isinya tinggal seperempat itu di ketuk-ketuk pada meja kayu. menciptakan bunyi yang memilukan

" Dinda... "

laki-laki itu tiba-tiba saja memeluk Dinda. Dinda berusaha melepaskan pelukan itu, tapi semakin Dinda berusaha melepaskan pelukanya, laki-laki itu semakin erat memeluknya. jantung Dinda berdegup kencang berada di pelukanya, entah kenapa Dinda merasakan nyaman berada di pelukan laki-laki itu meskipun dia sedang mabuk. Dinda membiarkan saja tubuhnya dipeluk.

" gak tau kenapa, aku ngerasa hancur banget liat kamu begini, rasanya lebih baik kamu hina aku aja daripada harus liat kamu kalut kaya gini.dan entah kenapa aku nyaman banget ada di pelukan kamu. kamu ini siapa sih sebenernya? " gumam Dinda dalam hati.

" lo tau rasanya di khianatin? lo tau? sakitttttt arghhhhhhhhh "
laki-laki itu melepaskan pelukanya. dia makin tenggelam pada lenganya. mengetuk-ngetuk botol itu lagi pada meja. matanya pejam di balik lenganya. dia menangis.
tiba-tiba dia mendongak memperhatikan tubuh Dinda dari atas hingga bawah seperti biasanya. dia tersenyum. di perhatikanya tubuh Dinda yang proposional memakai baju warna hitam yang belahan dadanya rendah dan memakai rok mini berwarna merah di atas lutut.

" lo mau kan layanin gue malem ini Din ? "
Dinda melongok, keadaan hatinya kini hujan. bukan dengan air, tetapi dengan luka. lagi-lagi laki-laki itu menghinanya.

" aku bukan perempuan seperti apa yang kamu fikir " Dinda menjawab sambil sedikit terisak dan memegang ujung rok nya dengan gemetar menahan rasa sakit yang menjalar di dada dirinya. Dinda menangis dalam diam, merasakan sakit dalam hening.

laki-laki itu mencengkram leher botol itu kuat-kuat. menghentaknya ke meja, lalu dia terbangun dari lenganya. duduk setengah tegak. menatap Dinda dengan mata yang setengah redup. cahaya mata itu pudar oleh alkohol yang masuk ke dalam tenggorokanya

.
" hahaha perempuan murahan sedang jual mahal. terus kenapa lo tadi gue peluk diem hah? menikmati kehangatan tubuh gue? baru kali ini dipeluk laki-laki ganteng? karena biasanya di peluk om-om ? hahaha "

PLAAAAAAKKKKKK!!!!!!!

Dinda menampar laki-laki itu untuk kali kedua. Dinda rasa omonganya saat itu sudah sangat keterlaluan. Dinda tak bisa menahan air matanya lagi, air matanya jatuh bagaikan air hujan yang deras di hadapan laki-laki asing yang slalu menghinanya.

laki-laki itu memegang pipinya merasakan sakit, sedetik kemudian dia tersenyum kecut.
laki-laki itu menarik napas yang panjang. tak peduli airmata Dinda yang terus mengalir. dia tidak melihat itu, Dia terlalu mabuk. matanya sudah kabur oleh alkohol.

" perempuan itu lebih dari sebotol anggur. perempuan itu, lima botol! dia membuat gue mabuk sampai gila hahaha " laki-laki itu kembali meracau tak jelas.

" Dinda..  lo emang cantik, dan tubuh lo sexy, tapi gue sama sekali gak tertarik sama lo.. dan gak akan pernah tertarik sama lo! "

dia menghentak botol itu lagi. kali ini isinya kosong. san miguel itu sudah tinggal nama yang tertera di wajah botol. sementara Dinda merasakan sakit yang luar biasa di hatinya.

" aku mohon cukup... cukup... " gumam Dinda dalam hati.

" gue.. hanya mencintai satu cewek. cewek yang udah buat gue begini hahahaha " ujarnya.

suara decitan kursi terdengar ngilu di telinga. laki-laki itu sudah bangkit sambil terhuyung.
akhirnya, laki laki itu pergi meninggalkan Dinda mematung sendirian. ditemani lampu-lampu kuning yang redup, bau-bau alkohol, dan suara denting gelas yang berciuman. di mana-mana riuh rendah orang berteriak 'bersulang!’ lalu denting itu lagi, riuh suara orang berbicara, riuh suara orang berteriak 'wohoooo!’ . heboh sekali. tetapi di sini hening. di mejaku hanya ada hening. dua gelas anggur dan sebotol san miguel yang sudah kosong.

Dinda menangis, tersedu, terdiam. tenggelam pada lengan-lengannya. tanpa apa-apa. tanpa alkohol, tanpa kekuatan.

Dinda mencengkram leher botol itu dan mengetuk-ngetuknya seperti yang dilakukan laki-laki barusan. seperti orang mabuk. sepertinya.

tangis pecah di lenganya. tak kuasa lagi menahan suaranya. tangisanya kini menjadi bising. berbaur dengan suara denting gelas yang berciuman, suara sorak-sorai bersulang.

***

Matahari mulai muncul ke permukaan langit. cahayanya sampai menembus gorden kamar Dinda. tubuhnya menggeliat sambil sesekali menguap, Dinda bangun dari tidurnya. Dinda mengucek mata nya berkali-kali memfokuskan pandanganya, rasa sakit di dada bagian kiri;hati nya masih terasa mengingat kejadian semalam. mengingat bagaimana laki-laki itu menghinanya berkali-kali, mengingat bagaimana laki-laki itu merendahkanya dan menyebutnya sebagai perempuan murahan. tetapi Dinda memilih menepis ingatanya tentang kejadian itu, lalu segera bergegas pergi ke kamar mandi.

tapi tiba-tiba pandanganya terfokus pada amplop berwarna putih di meja riasnya. karena penasaran Dinda mengambil amplop itu dan mulai membuka isinya.

amplop itu berisi surat perintah agar Dinda pergi ke rumah pengirim surat tersebut dan di amplop itu tertera alamat rumah yang harus secepatnya Dinda datangi.

dengan segera Dinda bergegas mandi dan memakai pakaian seperti biasa, T-shir kuning dengan switer berwarna putih serta celana jeans ketat.

sesampainya di rumah itu...

Dinda memdongakan kepalanya, melihat rumah yang sangat besar sekali. jika di bandingkan dengan rumahnya mungkin rumah Dinda hanya sebesar dapur rumah ini, fikirnya. rumah ber-cat putih dengan desain interior yang sangat mewah membuat Dinda takjub melihat sekeliling rumah itu.

" ya Allah ini rumah gede banget " gumamnya.

Dinda semakim bingung mengapa dia diperintah untuk datang ke rumah ini.

Cklekkkk...

pintu dibuka oleh salah satu asisten rumah itu, di ambang pintu terdapat belasan pelayan memakai baju seragam, baju berwarna putih dan hitam semuanya membungkuk menyambut kedatangan Dinda. Dinda semakin bingung di buatnya. Dinda menggaruk tengkuk nya yang tak gatal melainkan bingung dengan semua yang terjadi padanya

" silahkan nona.. " ucap salah satu pelayan membukakan pintu salah satu ruangan rumah itu

.
" iya terimakasih " Dinda tersenyum lalu memasuki ruangan itu.

di ruangan itu terdapat seorang laki-laki paruh baya berusia sekitar 60 tahun. laki-laki itu sepertinya bukan orang Indonesia asli , itu terlihat dari wajahnya yang seperti orang asing. dibalik wajahnya yang keriput dan rambut yang mulai memutih laki-laki itu masih terlihat tampan dan sangat berwibawa. laki-laki itu menatap Dinda dengan senyum yang penuh arti.

" maaf, ada apa yaa saya di panggil kesini, Tuan? " tanya Dinda dengan sopan.

laki-laki itu tersenyum. " kamu sangat mirip sekali dengan Miranda.. kamu mirip sekali dengan nenekmu. cantik... " ucap laki-laki tersebut seraya membetulkan letak kacamatanya.

Dinda menautkan kedua alisnya tanda bingung, apa maksud laki-laki tua itu. dan dinda bertanya-tanya mengapa dia mengenal neneknya.

" baik, mungkin kamu bingung kenapa saya undang kamu kesini. duduklah... " laki-laki itu memperailahkan Dinda duduk. Dinda pun mengangguk menuruti perintahnya. kini, mereka duduk saling berhadapan.

" apa betul kamu Dinda Kirana? cucu dari Miranda Burhan? " tanya laki-laki itu, Dinda hanya mengangguk meng-iyakan.

laki-laki itu berdiri membelakangi Dinda, berjalan ke arah balkon jendela ruangan itu " dulu, saya dan Miranda saling mencintai, saya sangat mencintai Mianda, begitupun dia. tetapi cinta kami terhalang restu orang tua Miranda, orang tua Miranda tidak pernah percaya pada orang asing sepertiku. menurutnya saya hanyalah orang asing yang tidak jelas "

mata Dinda membulat kaget dan menunggu laki-laki itu melanjutkan ceritanya.

" cinta kami berjalan dengan sangat rumit, tapi kami berdua berusaha mempertahankan cinta kami meskipun dalam keadaan sesulit apapun "

" saya sangat mencintai nenekmu. nenekmu perempuan sempurna, cantik, baik, dan juga mencintaiku dengan tulus. "

" tapi takdir tidak mengizinkan kami untuk bersama-sama. Miranda dibawa pergi oleh keluarganya ke tempat yang entah dimana "

" takdir memisahkan kami. tapi saya tidak menyerah. saya terus mencari Miranda, sampai bertahun-tahun lamanya, sampai pada akhirnya saya mendapat kabar bahwa Miranda telah menikah dengan laki-laki yang di jodohkan orang tuanya, kakekmu "

" saya hancur, sehancur-hancurnya. saya seperti tidak mempunyai semangat lagi untuk hidup. karena sebelumnya hidup saya di dedikasikan hanya untuk Miranda.. "

" tetapi kami berusaha keras agar bisa tetap menjaga komunikasi dengan baik , kami saling bertukar surat. dan berniat menjodohkan anak-anak kami "

" tapi kami sempat lost kontak saat saya telah menikah dengan istri saya di Amerika "

" dan saat saya kembali ke Indonesia, anak Miranda telah menikah. perjodohan itu batal. tapi saya ingin sekali menjadi satu keluarga dengannya dan berniat menjodohkan cucu-cucu kami "

" dan kamu adalah cucu Miranda yang akan saya jodohkan dengan cucu saya "

mata Dinda membulat kaget mendengar pernyataan laki-laki tua itu.

" tapi saya bingung. saya mempunyai 2 cucu laki-laki. saya bingung harus menjodohkan kamu dengan yang mana, sebelumnya saya telah menyuruh kedua cucu saya untuk mendekatimu. kamu kenal ? " tanya laki-laki itu namun Dinda menggeleng.

" hmmmm... nanti juga kamu tahu, saya mempunyai villa di luar kota. selama 3 bulan kmu dan cucu-cucu saya akan tinggal disana. memberikan leluasa bagimu untuk menentukan pilihan untuk memilih antara Billy dan Rizky "

.
HAH ?

Eye To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang