Chapter 9

369 29 0
                                    

" michelle? " Rizky mengerutkan dahinya, lalu dengan malas Rizky membenamkan tubuh di dalam selimutnya lagi. Rizky berfikir, untuk apa perempuan itu datang menemuinya lagi. bukan kah semuanya sudah selesai? bahkan Michelle sendiri yang membuatnya selesai begitu saja.
" ky.. kasian Michelle nungguin kamu diluar.. coba kamu temuin sebentar aja.. " Dinda mengembuskan nafas pasrah, sebenarnya ada rasa sesak di dadanya ketika dia menyuruh Rizky menemui Michelle. tetapi Dinda bukanlah perempuan yang egois dan tidak punya hati, bagaimana pun dia bisa merasakan bagaimana jika dia yang berada di posisi Michelle. yang dinda tahu, Michelle masih mencintai Rizky, itu bisa dilihat jelas ketika Michelle menatap Rizky, tatapanya penuh dengan rasa rindu dan cinta. dan Dinda rasa, Rizky juga masih mencintai perempuan itu. hanya saja Rizky slalu berusaha menutupinya.
" males.. mending lo aja Din yang temuin dia. bilang gue lagi flu kek, demam kek, atau mencret-mencret kek terserah lo " suara Rizky terdengar dibalik selimutnya.
" ky... " Dinda berusaha membujuk laki-laki keras kepala itu.
Rizky menyingkapkan selimutnya dan menatap Dinda dengan kesal " GUE BILANG, GUE GAK MAU KETEMU DIA.. MENDING SEKARANG LO KELUAR DARI KAMAR GUE, GUE PENGEN LANJUTIN TIDUR. GUE GAK SUKA DI GANGGU!!!!! "
Dinda menunduk, membuang nafas kasar, dan berlalu dari hadapan Rizky dengan perasaan kesal.
Dinda berjalan gontai menuju halaman Villa, tempat Michelle berada. Dinda bingung bagaimana caranya dia bisa menghadapi perempuan itu. perempuan yang pernah menjadi bagian hidup Rizky. apa yang harus di katakanya nanti di depan Michelle? apa dia harus mengatakan bahwa dia adalah calon istri dari Rizky? tidak, itu akan menyakitkan bagi Michelle. lantas apa yang harus Dinda lakukan?
Dengan gugup Dinda membetulkan letak kacamatanya dan melangkah mendekati Michelle yang berdiri membelakanginya.
“Hai”
Michelle mendongakkan kepalanya, menatap sosok di depannya dengan teliti. Jadi inilah dia, gumamnya dalam hati. Inilah dia wanita yang juga di jodohkan kepada Rizky dan Billy.
“Hai juga”, tangannya terulur dan dengan sedikit canggung Michelle membalas jabatannya.
Michelle tidak bisa melepaskan pandangannya, pun ketika Dinda sudah duduk di hadapannya.
" kamu mau ketemu Rizky? tapi dia, hmmm.. dia.. " Dinda gugup harus mengatakan apa pada perempuan yang ada di hadapanya kini, Dinda bukanlah seorang pembohong, jadi dia sangat kesulitan berada di posisi seperti ini.
" aku mau ketemu kamu kok " Michelle tersenyum hambar menatap Dinda. Dinda dengan kacamatanya yang elegan dan tampak begitu feminim. Pantas bila Rizky dan Billy terpincut kecantikan gadis itu.  Dan perempuan itu memiliki Rizky juga Billy. Michelle sudah tahu tentang perjodohan yang dibuat Mr.Antonio kepada kedua cucunya itu. bukan hal sulit bagi Michelle untuk mengetahui semuanya, karena sebelumnya Michelle sangat dekat dengan Ghina. adik dari Rizky. dan bisa dipastikan Ghina yang menceritakan semuanya pada Michelle..
Sejenak rasa sakit menghantam dada Michelle, terasa menusuk sampai ke ulu hatinya.
Tidak adil! . Teriaknya dalam hati, perempuan ini sudah memiliki segalanya, kecantikan wajah, masa depan yang cerah, dan dia memiliki Rizky dan Billy. Rizky-nya, Billy-nya. Perempuan ini sudah memiliki segalanya dalam genggaman tangannya, dan dia masih juga memiliki calon suami yang sangat sempurna. Atau paling tidak, di mata Michelle, Rizky dan Billy adalah pasangan paling sempurna di dunia.
dulu, Michelle lah yang berada di posisi Dinda, kedua kakak beradik itu memperebutkan dirinya, tapi sekarang dia tidak mendapatkan apa-apa, selain rasa sakit dan penyesalan yang tidak ada habisnya.
selama ini, Dinda hanya tahu bahwa Michelle adalah mantan dari Rizky, selain itu dia tidak tahu apa-apa lagi.
" ketemu aku? " Dinda tampak bingung.
" kenapa kamu mau ketemu sama aku? " Dinda bertanya lagi.
“Kamu tahu kenapa”
“Gak, aku gak tahu.”
“Ini tentang Rizky..”
Hening yang lama dan terasa menyesakkan.
“Apa hubungannya sama aku?”, Dinda memasang wajah sedatar mungkin, menenangkan diri. Dinda tidak mungkin tahu, Michelle tahu pasti Rizky sedapat mungkin merahasiakan semuanya dari Dinda.
Untuk pertama kalinya Michelle menatap mata Dinda dengan tajam, “Kamu pasti tahu apa hubungan semua ini sama kamu”, desis Michelle tampak menahan diri.
Hening lagi. Kali ini lebih menyesakkan.
" aku tahu, kamu adalah calon istri dari Rizky.. dan aku yakin kamu tahu siapa aku.. "
“Aku masih mencintainya.”, Michelle menatap mata Dinda, memohon pengertian. Dia sudah lelah dengan segala penghakiman yang menciderai perasaannya selama ini. Dia hanya ingin mencintai. Salahkah dia?
Dinda memalingkan matanya, tidak tahan dengan tatapan memohon di mata Michelle perempuan  itu tampak menderita, dan astaga, dia merasa iba. tapi lagi-lagi Dinda merasakan sesak di dadanya, mendengar Michelle masih mencintai Rizky, entah kenapa membuat hatinya terasa begitu sakit. Dinda bisa menyimpulkan bahwa benar, Dinda memang sudah mencintai laki-laki itu.
“Apa.... Rizky cinta sama kamu?”, suara Michelle bergetar, menahankan perasaannya.
“Maksud kamu?”
“Apa Rizky pernah bilang kalau dia cinta sama kamu?”
Hening.
Ribuan kali . Pikiran Dinda melayang, rasanya setiap detik Rizky selalu membisikkan kata-kata itu. “gue cinta sama lo Dindadari ”, Setelah mengucapkan kata-kata itu Rizky pasti akan menatapnya dalam-dalam, lalu tersenyum lembut dan mengecup bibir Dinda dengan lembut. Dinda mempercayai kata-kata Rizky dengan sepenuh hati.
“Rizky hanya mencintai kamu”, bisik Dinda serak.
Kepala Michelle yang menunduk terangkat dengan segera, matanya tampak getir,
“Kalau dia mencintai aku, dia pasti bakalan ada disini. aku tau pasti tadi dia nyuruh kamu bohong kan? dia gak mau ketemu sama aku.. ”
“gak jangan berpikir gitu....aku.... aku bingung gimana ngejelasinya, tapi sebagai perempuan, aku tahu kalau Rizky masih mencintai kamu, dia peduli sama kamu, perasaannya masih sama”
“Aku tahu kalau Rizky mencintai aku. tapi, kalau Rizky mencintai aku dan kemudian tetap saja ada perempuan lain yang bisa membuat Rizky nyaman, seperti kamu...bukankah itu...”, suara Michelle hilang, “Bukankah itu berarti... Rizky lebih mencintai perempuan itu dibandingkan aku?”
" maksud kamu? "
" aku tahu Dinda. kamu dan rizky sangat dekat. aku gak bisa memastikan kalau diantara kaian gak ada cinta... "
Udara di antara mereka tiba-tiba terasa menyesakkan dada
Lalu Dinda tersenyum getir dan menggeleng,
“Enggak ”, gumamnya.
“Enggak?”, Michelle memandang bingung.
" aku mencintai Billy. kakak dari Rizky "
**********
Dinda sedang duduk termenung di meja riasnya, membuka kacamata minus yang tadi dipakainya dan di letakan sembarang ke meja riasnya.
mata Dinda memang minus, tapi dia hanya memakai kacamata sesekali, karena biasanya Dinda memakai softlens untuk memperjelas penglihatanya. lalu dia menatap dirinya sendiri di depan cermin, sedetik kemudian membuang nafas kasar.
" Aku masih mencintainya "
kata-kata yang di ucapkan Michelle tadi masih terngiang di telinganya. Dinda masih ingat bagaimana tatapan Michelle tadi, tatapan yang memohon pengertian hingga membuat dia iba. tapi Dinda juga tak bisa menepis rasa sesak di dadanya ketika Michelle tanpa malu mengakui bahwa dia masih mencintai Rizky. Dinda memang benar-benar tlah mencintai laki-laki agresif itu, tapi sekarang keadaanya semakin keruh. Dinda sengaja berbohong mengatakan bahwa dia mencintai Billy pada Michelle untuk meyakinkan gadis itu. Dinda hanya tak ingin menyakiti Michelle.
" apa aku punya kesempatan yang sama dengan Rizky? "
Dinda menoleh, laki-laki berbadan tegap dan bermata sipit itu cukup mengagetkanya
. " Billy.. "  Dinda mengerutkan kening ketika mendapati Billy yang berada di hadapanya sekarang. laki-laki itu Dinda akui memang tampan, tubuhnya yang atletis, kulitnya yang putih, dan tinggi badanya yang menjulang sepertinya mampu membuat perempuan mana pun terpesona melihatnya. apalagi sekarang, Billy mengenakan kaos polos berwarna putih sehingga terlihat jelas bentukan otot tanganya juga dadanya yang tegap.
" kenapa? kamu berharapnya Rizky yang kesini? " Billy tersenyum. kemudian di balas Dinda dengan senyuman hambar.
" apasih Bil.. maksud kamu tadi apa? "
" aku berhak kan mendapat kesempatan yang sama dengan Rizky? bisa lebih dekat sama kamu? " Billy meletakan kado berukuran sedang ke ranjang Dinda.
" jam 7 malam " ucap Billy kemudian berlalu begitu saja.
*****
"Hai." Billy langsung menyapa Dinda ketika melihat perempuan itu mendekatinya.
Dinda menatap Billy dan mau tidak mau mengagumi penampilan Billy malam ini. Lelaki ini mengenakan kaos berwarna putih yang dilapisi dengan jas sport hitam yang trendi, dan dia mengenakan celana jeans. Penampilannya formal sekaligus santai.
"Kamu cantik." tanpa malu-malu Billy mengamati Dinda dari ujung kepala sampai ujung kaki, membuat pipi Dinda merona. tak salah memang Billy memilihkan gaun panjang berwarna golden dengan belahan dada yang rendah untuk Dinda. Dinda sangat cantik malam ini. benar-benar cantik.
"Terimakasih." Dia mencoba menghentikan pandangan Billy yang intens kepadanya, "Kita mau kemana?"
"ke sebuah tempat istimewa, kamu pasti akan suka. Ayo." Lelaki itu menghela lengan Dinda dengan lembut, mengajaknya ke mobilnya yang sudah menunggu di depan Villa
.
Mobil Billy berhenti di sebuah cafe yang cukup ramai, dengan hiasan taman-taman dan tumbuhan yang indah di depannya.
Suasananya tampak nyaman dan menyenangkan.Ada tanaman hijau dan taman yang cantik di bagian depannya, membuat cafe ini sesuai dengan namanya, garden cafe. Lampu kuning yang nyaman tampak temaram dan seolah-olah mengundang orang-orang yang lelah untuk masuk ke dalam, duduk dan memesan secangkir kopi sambil bersantai.
" ke cafe? " Dinda menatap Billy heran. Billy hanya tersenyum " iya. kita akan makan malam disini. Din.. "
"Ayo masuk." Tanpa permisi Billy menggandeng tangan Dinda dan mengajaknya masuk. Jemari Dinda mengejang dalam genggaman tangan Billy, dia berusaha melepaskan diri, tetapi Billy bersikeras, lelaki itu tetap memaksa untuk menggenggam tangannya.
Dinda ingin meronta, menunjukkan penolakannya, tetapi kemudian, ketika dia memasuki cafe itu, perhatiannya teralihkan dan dia terpesona.
Cafe itu tampak temaram, tetapi interiornya sangat indah. Orang-orang tampak menikmati hidangannya di meja masing-masing. Beberapa orang tampak menikmati kesendiriannya sambil menghirup kopi dan sibuk dengan komputernya. Beberapa yang lain tampak menikmati kebersamaan, berkumpul bersama di sebuah meja besar, dan sesekali terdengar tawa dari sana.
Dan di sisi lain, banyak pasangan yang memutuskan untuk makan malam berdua di sudut lain Garden cafe yang diatur dengan lebih menekankan privacy lebih romantis.
Billy membawa Dinda ke salah satu sudut yang cukup sepi dan nyaman, dia menarikkan kursi untuk Dinda dengan sopan.
Setelah Dinda duduk, Billy duduk di depannya, menatapnya dengan tatapan tajam di atas bayang-bayang lilin yang berada di tengah meja mereka.
" aku harap, kamu suka aku ajak kesini "
" aku suka kok Bil. suka banget. aku baru tau kalau kamu tipikal laki-laki romantis " Dinda tersenyum tulus.
Seorang pelayan setengah baya yang tampak ramah mendatangi mereka, senyumnya melebar ketika melihat Billy.
"Sungguh beruntung tuan Billy karena bisa makan malam dengan perempuan secantik anda." gumamnya sambil menatap Dinda dengan penuh perhatian, dan membuat Dinda tersipu.
" jangan menggoda calon istri saya, Wahyu " Billy menyela, kata-katanya membuat Dinda merasa aneh. ada perasaan senang dan ada perasaan risih ketika Billy meng-klaim dirinya sebagai calon istri.
Wahyu terkekeh, lalu mengangguk sopan. "Saya akan meminta pelayan mencatat pesanan anda. Semoga anda menikmati waktu anda di sini."
Lelaki itu setengah membungkuk lalu meninggalkan mereka berdua.
Seorang pelayan segera mendatangi mereka, dan kemudian mencatat menu makan malam dan membawakan minuman pembuka. Setelah itu mereka tinggal berdua saja, menunggu pesanan.makan mereka datang.
Suasana dengan segera menjadin canggung. Mungkin Billy biasa-biasa saja, tetapi entah kenapa Dinda merasa gugup.
" apa Rizky suka ngajak kamu keluar? "
Dinda tampak berfikir sejenak. Rizky memang tidak seromantis dan selembut Billy. bahkan kadang Rizky bersikap kasar pada Dinda. boro-boro mengajaknya keluar untuk makan malam, sikap Rizky yang seperti bunglon (berubah-ubah) kadang membuat Dinda ragu apa lelaki itu benar-benar mencintainya.
Dinda menggeleng.
Billy tersenyum penuh kemenangan. lalu Billy meraih tangan Dinda, di genggamnya dengan erat dan hangat.
" Dinda. aku cinta sama kamu..aku gak mau lewatin momen ini. aku tau kita masih punya waktu 1 bulan lagi.. tapi perasaan ini gak perlu waktu 1 bulan lagi untuk perlu aku pastikan. aku udah merasakanya. aku cinta sama kamu saat first imperssion kita di acara tunangan mantan kamu itu.. "
DEGH..
perasaan Dinda makin tak karuan dan bingung harus menjawab apa. tanganya bergetar hebat di dalam genggaman Billy. Dinda menatap Billy dengan intens. di mata itu Dinda menemukan keseriusan. Dinda hanya tersenyum mengangguk.
" tapi aku perlu waktu 1 bulan lagi untuk menentukan pilihan.. " Dinda melepaskan tanganya dari genggaman Billy.
" apa kamu mencintai Rizky ? " wajah Billy yang pucat terlihat seperti menerawang.
Iya, aku mencintai Rizky. gumam Dinda dalam hati. tapi Dinda tak mungkin mengatakan itu. itu akan menyakiti Billy dan menyakiti dirinya sendiri. selama ini Billy slalu bersikap baik kepadanya, tak adil rasanya jika Dinda menyakiti Billy dengan mengatakan bahwa dia mencintai Rizky. terlebih lagi saat Dinda tahu sesuatu tentang Billy. sesuatu yang mengharuskan Dinda untuk tetap menjaga perasaan laki-laki yang semakin hari semakin terlihat pucat itu.
" saat ini. posisi kalian tetap sama di hati aku. beri aku waktu sebentar lagi untuk memastikan "
Billy mengangguk.
" terus apa maksud pertanyaan kamu waktu itu? "
" pertanyaan yang mana? "
" kalau kamu ngejadiin aku sebagai pilihan .. "
" hmmm.... itu... "
Dan kemudian hidangan pembuka datang, mengalihkan perhatian dan pembicaraan mereka. Dinda menatap takjub kepada hidangan yang indah itu, itu adalah patisserie yang di dalamnya diberi creme brulee dengan hiasan strawberry di atasnya. Tampilannya sangat indah dan menggoda.
Cafe ini benar-benar menyenangkan. Dinda membatin. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling sementara Billy sedang berbicara dengan pelayan yang menyiapkan hidangan mereka. Suasananya romantis, tenang dan nyaman... dan makanannya sepertinya enak.
Mata Dinda terus berputar mengitari seluruh penjuru cafe.... dan kemudian dia terperangah, wajahnya langsung memucat ketika melihat sosok itu. Sosok yang duduk tak jauh dari mereka, sedang menikmati hidangan bersama teman lelakinya.
Itu... Rizky dan Maxime!!!!
Sementara itu, Billy menyelesaikan percakapannya dengan si pelayan, dia memusatkan perhatiannya kembali kepada Dinda. dan menyadari ada yang salah dari diri Dinda.
" kamu kenapa Din ? "
" itu bukanya Rizky ? " Dinda menunjuk ke arah Rizky yang tengah mengobrol dengan Maxime. Billy memusatkan perhatianya pada Rizky " sial.. " gumam Billy dalam hati.
merasa diperhatikan, Rizky pun menoleh. Rizky sangat kaget mendapati Billy dan Dinda sedang berdua di cafe bernuansa romantis ini. tanganya mengepal kuat, dengan perasaan kesal dan marah, Rizky menghampiri Billy dan Dinda. Maxime hanya memijit pelipisnya, memastikan apa yang akan terjadi setelah ini.
" ikut gue pulang! " Rizky menarik tangan Dinda dengan kuat sehingga membuat Dinda meringis kesakitan.
" lo gak usah kasar sama Dinda!! lepasin! " Billy mendorong tubuh Rizky dengan keras. membuat tubuh Rizky terpental ke dinding.
" dia is mine! " dengab nafas yang memburu Rizky kembali menarik tangan Dinda.
" lo jangan egois ky, gue punya hak yang sama kaya lo! " balas Billy dengan keras membuat perhatian semua pengunjung kafe terpusat pada mereka bertiga.
tak ingin suasana semakin panas, Dinda berbalik menarik tangan Rizky " ayo kita pulang sekarang! Bil aku dulan "
*****
Dinda melirik ke arah Rizky dengan takut-takut, mendadak merasa tidak nyaman berada di dalam mobil itu, apalagi ekspresi Rizky tampak sangat marah, sedikit menakutkan.
Lelaki itu mencengkeram kemudi kuat-kuat dan kemudian sedikit mengebut, untunglah mereka ada di jalan tol yang lengang, sehingga mereka sedikit aman. Tetapi walaupun begitu, jantung Dinda serasa berpacu ketika Rizky semakin dalam menginjak gas mobilnya, membuatnya berpegangan pada sabuk pengamannya dan berdoa dalam hati karena ketakutan.
Kalau gaya Rizky menyetir seperti ini, dia tidak akan mau pergi semobil berdua dengan laki-laki itu lagi. Dinda berjanji dalam hati, melirik ekspresi lelaki itu yang sangat gusar.
" maafin aku kalau aku salah " Dinda menunduk. pandangan Rizky tetap saja lurus kedepan, mengamati jalan yang sudah mulai sepi.
" aku hanya ingin adil " ucap Dinda lagi.
Rizky me-rem mobilnya mendadak membuat Dinda sedikit tersentak kaget. kemudian membuka resleting jaket parasitnya dan di lemparkan ke arah Dinda.
" gue gak suka liat lo pake baju kaya gitu. pake jaket gue " lalu Rizky keluar dari mobilnya, menatap langit gelap, tak ada bintang, bulan, atau hiasan lainya malam itu. kosong. seperti tatapanya saat ini, seperti hatinya saat ini.
Dinda mengenakan jaket itu dan keluar mobil menyusul Rizky.
" gue gak suka liat lo sama Billy.. " ucap Rizky tanpa menatap Dinda yang kini ada di sampingnya.
" tapi Billy punya kesempatan yang sama kayak kamu ky, buat bisa lebih dekat sama aku. kamu jangan egois "
" GUE EGOIS? HAH? GUE EGOIS? APA KABAR DENGAN BILLY YANG DULU PERNAH NGEREBUT MICHELLE DARI GUE? " teriak Rizky dalam hati.
" lo bisa liat gue sebagai lakilaki yang cinta banget sama lo? lo bisa ngerasain gimana sakit hatinya gue saat ngeliat lo mesra-mesraan sama Billy? " kini tatapanya beralih pada Dinda.
" gue cemburu dinda, gue cemburu. seharusnya lo bisa liat dan hargain itu "
" tapi aku gak mesra-mesraan sama Billy, ky. kita cuma makan malam "
" ditempat seromantis itu? "
Dinda menatap Rizky dengan sendu, dinda tahu persis lelaki di depanya ini sedang marah, tapi ada perasaan senang di hati Dinda saat mengetahui bahwa Rizky cemburu.
" harus berapa kali gue bilang kalau gue cinta sama lo din? dan harus berapa kali gue tanya sama lo apa lo ngerasain cinta yang sama kaya apa yang gue rasain ke lo? "
" aku gak cinta sama kamu.. "
DEGH.
Rizky meluruskan pandangannya, mencoba menatap langsung ke dalam bola mata Dinda. Tetes air mendarat di atas kepala mereka, satu-satu, menelusuri rambut mereka, lantas turun ke bahu, lengan, lutut, jemari kaki, sampai akhirnya meresap ke tanah. Begitu terus berulang-ulang. Tubuh mereka kini basah oleh titik-titik rintik yang terus turun dengan teratur. Baju yang mereka kenakan pun mulai melekat erat, mencetak siluet tubuh mereka yang sesekali menggigil kedinginan.
Hujan...
Namun Rizky tidak begitu peduli.
" lo bohong! gue tau lo cinta sama gue " sela Rizky dengan hati yang sepertinya hancur berkeping-keping.
" aku gak bohong... Michelle yang cinta sama kamu ky.. Michelle yang sayang tulus sama kamu "
" Michelle? " Sembari mengeratkan cengekaramannya di pergelangan tangan Dinda, Rizky melanjutkan, "ngomong sama gue apa yang udah Michelle bicarain sama lo??"
Tak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir mungil Dinda.
"lo gak mau bilang?"
Dinda semakin menundukkan kepalanya.
"Kalau begitu, gue bakal nyari tahu sendi─"
"Ky... "
"Rizky, aku…"
Ada yang selalu mengusik perasaan Rizky setiap ia melihat air mata Dinda. Semacam perasaan bersalah, iba, dan hasrat untuk melindungi. Begitu juga setiap dia mendapati bahu Dinda yang kecil itu bergetar saat menangis, ada sesuatu di dalam diri Rizky yang menyuruhnya untuk menyentuh bahu itu dan menariknya ke dalam sebuah pelukan yang panjang. Segalanya begitu tak berdosa. Air mata Dinda, kelopak matanya yang memerah saat menangis, bahunya kecilnya yang bergetar, suara isakannya yang tersendat, segalanya begitu tak berdosa─ Rizky selalu ingin melindunginya.
Seperti saat ini.
"A-aku, Ky…"
Seperti saat ini, ketika bulir-bulir air mata Dinda jatuh di hadapannya, berbaur dengan tetesan hujan, sampai-sampai Rizky tidak lagi dapat membedakan yang mana tetes hujan dan yang mana air mata Dinda. Perasaan iba itu menjalar lagi di setiap syarafnya, mengirimkan sinyal-sinyal untuk segera menenangkan Dindadari-nya itu dan menariknya ke pelukannya yang hangat. Sayangnya, Rizky tidak dapat melakukannya sekarang.
Untuk pertama kalinya, Rizky tidak dapat melakukan itu.
"Michelle me-mencintai kamu, Rizky," gumam Dinda di sela tangisannya, "Michelle mencintai kamu."
"Terus kenapa?"
"I-itu…"
"lo minta gue buat nerima cinta dia lagi, gitu?"
Sebenarnya, Rizky tidak berniat menaikkan suaranya setengah oktaf, atau pun bertanya dengan suara yang sebegitu kasar. Hanya saja, dia sudah kehilangan kendali sekarang.
Masalah ini begitu memusingkan kepalanya.
"Apa masih kurang jelas, ketika gue bilang kalau Michelle cuma masa lalu gue?" serang Rizky lagi, lebih tajam kali ini. Dengan kasar, ia mengangkat kepala Dinda yang tertunduk dengan satu telunjuknya. "Tatap gue, Dinda! Apa masih kurang jelas?"
Apa perasaan ini masih belum cukup jelas?
"Apa masih belum jelas buat lo ketika gue bilang kalau gue benar-benar cinta sama lo Dinda? Apa gue perlu mengejanya supaya lo benar-benar paham?"
A-ku-men-cin-ta-i-mu.
Tidakkah itu cukup jelas?
Dinda merasa getaran di jantungnya semakin kencang ketika Rizky berbicara "Aku-Kamu" bukan " Lo-Gue " seperti biasanya.
"Jawab aku, Dinda."
Tetes-tetes hujan turun semakin cepat, semakin deras, memenuhi taman yang sepi itu dengan buih-buih air. Serdadu-serdadu langit itu tidak henti-henti menyerang bumi dengan cipratan air mereka. Beberapa bulir terus berjatuhan di bahu Rizky dan Dinda, meresap melalui pori-pori baju mereka, semakin menyebabkan tubuh mereka basah kuyup.
Rizky menekukkan punggungnya, berusaha menembus bola mata Dinda. Jemari Rizky bergerak maju, menyibakkan rambut Dinda dengan halus, mengelus kening gadis yang ia sayangi itu sejenak, kemudian menatap jauh ke dalam bola mata gadis itu.
Ada air mata di sana.
"Aku pengen percaya sama kamu, Rizky"
Juga ada kesedihan di bola mata hitam kecokelatan itu.
"A-aku mau percaya sama kamu, le-lebih dari apa pun di dunia ini. Aku mau sekali percaya de-dengan semua yang kamu bilang, Rizky..."
Ada kesedihan yang tidak bisa Rizky gambarkan.
"Ta-tapi aku gak bisa…"
Rizky seolah merasakan jantungnya berhenti berdetak.
"gak semudah itu, Ky.." Dinda mendongakkan kepalanya, memperlihatkan air matanya yang menggenang jelas, "a-aku gak bisa semudah itu mengabaikan Michelle, a-aku gak bisa semudah itu melupakan kenyataan ba-bahwa dia sangat mencintai kamu. Da-dan, tidak semudah itu meninggalkan Billy. dia lebih membutuhkan aku -gak, gak semudah itu, Ky"
"Apa maksud kamu, Din─"
"Aku lemah, Rizky," kembali, Dinda memotong ucapan Rizky. "a-aku lemah, dan aku… aku lelah. Aku lelah dengan semua ini, Ky. Ki-kita se-perti sepasang rel yang berseberangan, ya-yang tidak akan bisa bertemu di satu titik" gadis itu menggigit bibir bawahnya, menahan air matanya,
Seperti sepasang rel yang selalu berjalan beriringan, tetapi tidak pernah bergandengan tangan…
"Michelle, dia cantik, Rizky.." senyuman hambar tersungging di wajah sembab Dinda. "dia cocok sama kamu.. "
" I-iya, kan?"
Sepasang bola mata hitam kecokelatan Dinda mengerjap cepat, berusaha menghilangkan bulir air mata yang mulai membasahi kelopaknya.
"Di-dia cantik, tu-tubuh yang langsing, berasal dari keluarga terhormat, dan dia pintar. Ya-yah, dia nyaris sempurna, Rizky, sa-sama kayak kamu "
"Hentikan, Dinda"
Tetapi Dinda tidak mau dengar.
"─kalian bi-bisa menjadi pasangan yang sempurna, kalian sa-sangat serasi, Rizky  Dan Michelle benar-benar mencintai kamu, bahkan setelah lama gak ketemu sama kamu di-dia masih mencintai kamu. dia gadis yang hebat kan Ky? A-aku─"
"Cukup, Dinda, cukup."
Tidak, belum. Dinda belum selesai bicara.
" aku jika dibandingkan dengan Michelle. itu gak akan ada apa-apanya ky, dia sangat sempurna. sedangkan aku? aku hanya gadis biasa yang sempat kerja di tempat hiburan malam, dan ayahku.. ayahku seorang pecandu narkoba, dan.. a-aku .. "
Sesuatu menghentikan ucapan Dinda.
saat terakhir pun, Rizky masih mampu menangkap suara tangisan Dinda yang bukannya mereda, tetapi justru semakin keras. Mengapa, Kami-sama, mengapa? Suara tangisan yang tak berdosa itu terngiang-ngiang terus di telinga Rizky membayang-bayanginya seperti hantu─ seakan menagih permintaan maafnya, seakan menagih perlindungannya, kasih sayangnya, cintanya…
Seakan meminta Rizky kembali ke pelukannya.
"Aku benci sama kamu," ujar Rizky entah kepada siapa.
"aku benci sama kamu"
Lalu ia berjalan sendirian di tengah hujan sembari terus mengulang dua patah kata itu di kepalanya.
Aku benci kamu.
Aku benci kamu.
Aku benci kamu.
Aku…
"Rizky Nazar Antonio.."
… aku mencintai kamu.
Dinda Kirana.
*******
Dinda terbangun dengan kepala pening dan pandangan mata berkunang-kunang. Dicobanya memfokuskan pikirannya, memfokuskan pandangan matanya, dan dia sadar bahwa dia sudah berada di kamarnya sendiri, terbaring di atas ranjangnya. Pikirannya berputar..... Tadi dia sedang bersama Rizky dan ketika lelaki itu berlalu dari hadapanya semuanya tiba-tiba menjadi gelap.
"Rizky..?", dengan pelan setengah mengerang, Dinda memanggil nama lelaki itu, ketika tidak ada sahutan, Dinda mencoba bangkit dan duduk, tapi langsung terbaring lagi ketika rasa nyeri yang amat sangat menghantam kepalanya.
Saat itulah pintu kamarnya terbuka, dan seorang lelaki betmata sipit itu masuk, sedikit basah karena hujan masih turun dengan derasnya di luar.
"Dinda! kamu udah bangun?", Billy berseru cemas melihat Dinda yang setengah terduduk, lalu dengan tergesa-gesa melangkah menghampirinya,
"aku tadi keluar sebentar buat beliin kamu obat, kamu demam dan mengigau ", dengan lembut Billy meletakkan punggung tangannya di dahi Dinda.
Dinda langsung memejamkan matanya, tangan itu terasa sejuk di dahinya yang terasa panas membara, menenangkannya.
Billy mendesah makin cemas merasakan dahi Dinda yang panas, dia mengeluarkan obat yang dibawanya, mengambilkan air lalu mencoba menarik perhatian Dinda yang terpejam, setengah tertidur lagi,
"Minum dulu obatnya Dinda, ini penurun demamnya, setelah itu baru tidur", bisik Billy lembut
Dinda membuka matanya dan mengernyit, mencoba duduk tapi tak mampu karena nyeri itu menyerangnya lagi,
"Biar aku bantu", gumam Billy lembut dan menyangga punggung Dinda dengan hati-hati, lalu membantu Dinda meminum obatnya, setelah itu membaringkan Dinda dan menyelimutinya.
Hati Dinda terasa hangat ketika tangan Billy dengan lembut mengusap-usap dahinya, dengan lemah dipegangnya tangan Billy.
"Terimakasih Bil, maaf aku selalu ngrepotin kamu. "
Billy tersenyum dan menggelengkan kepalanya,
"Ssshh... Ga usah minta maaf, aku nggak pernah ngerasa direpotin kok"
"Tapi aku selalu...."
"Shhh...", dengan lembut Billy menyela ungkapan apapun yang ingin diucapkan Dinda,
" aku tahu Rizky. apalagi kalau dia lagi marah kayak tadi. aku takut terjadi apa-apa sama kamu, makanya tadi aku ngikutin kalian. dan yang aku takutin terjadi juga. kamu aku temuin tergeletak pinsan di tengah jalan gitu aja. Rizky emang keterlaluan. "
"Tidur aja, biarin obatnya bekerja, jangan pikirkan apa-apa lagi"
Jangan pikirkan apa-apa lagi..... Suara Billy itu bagaikan pengantar tidur yang mendamaikan, yang menenangkan. Dan Billy menurut, tidak memikirkan apa-apa lagi, tenggelam dalam kedamaian.
****
Dinda membuka matanya ketika mendengar denting cangkir beradu, pagi sudah datang meskipun masih temaram, sinar matahari menembus redup dari sela-sela jendela.
Billy sedang memunggunginya, mengaduk sesuatu di cangkir, mungkin kopi. Dan Dinda memuaskan ketidaktahuan Billy bahwa dia sudah terbangun dengan mengawasi Billy sepuas-puasnya, sebebas-bebasnya,
Ah.... Entah sejak kapan dia menyayangi lelaki itu. Perasaan sayang itu datang begitu saja. Dan berbeda dengan perasaannya kepada Rizky. dengan Billy, tidak ada rasa cinta yang menggebu dan penuh gairah. Dengan Billy, Dinda merasa cukup puas bisa diberi kesempatan menyayangi Billy, itu saja.
Seolah menyadari Dinda menatapnyan tiba- tiba saja Billy membalikkan tubuhnya, dan mereka bertatapan,
Segera Dinda mengalihkan pandangan matanya, sedikit merona menyadari dirinya ketahuan sedang mengamati Billy.
Billy melangkah mendekat, dan duduk di pinggir ranjang, membawa cangkir yang masih mengepul itu ke dekat Dinda.
"Teh?", tawarnya lembut, "demam kamu udah turun tadi pagi, aku lega"
Dinda mencoba duduk, pertama-tama hati-hati karena takut rasa nyeri menyerangnya, kemudian ketika dirasanya nyeri itu tidak datang, Dinda duduk dengan mantap
Billy menyodorkan cangkir teh itu dan Dinda menerimanya, menyesap isinya yang manis dan menyegarkan,
Setelah itu Billy meletakkan cangkir itu di meja samping ranjang dan menyentuh dahi Dinda sekilas,
"udah turun", gumamnya kepada diri sendiri, " aku lega kita nggak perlu ke rumah sakit", tiba- tiba matanya menatap tajam ke arah Dinda, "kenapa kamu hujan-hujanan dan nangis kemarin?"
Dinda langsung mengalihkan wajahnyan tak tahan ditatap setajam itu,
"Aku nggak nangis"
"kamu nangis, dan kamu hujan-hujanan ", sela Billy dengan nada suara setajam tatapannya,
Dinsa diam dan mengarahkan pandangannya ke luar jendela, sepertinya pagi ini akan jadi pagi yang mendung...
"Ada apa Din?", Billy bertanya lagi, lembut tapi mendesak ketika Dinda tetap saja tak berkata-kata.
Dinda menarik napas panjang, berkali-kali sebelum ahkirnya mampu menjawab,
"Rizky", gumamnya pedih. Ya Tuhan, ternyata hatinya memang belum sembuh, menyebut namanya saja membuat hatinya terasa begitu sakit.
"Kenapa dengan Rizky?", kejar Billy, tidak puas dengan jawaban singkat Dinda.
" cuma ada kesalah fahaman biasa aja kok Bil. aku pengen istrihat dulu gapapa? " Dinda menatap Billy memohon pengertian. seolah mengerti, Billy pun mengangguk.
" terimakasih " Dinda tersenyum manis.
*******
" lo pengecut tau gak! " Billy memasuki kamar Rizky begitu saja membuat Rizky sedikit kaget. Rizky menatap Billy dengan tatapan bingung, sedangkan Billy membalasnya dengan tatapan sinis. Billy tersenyum kecut, bersender di dinding dan melipat kedua tanganya di dada.
" maksud lo apa hah ? " tanya Rizky dengan kening yang berkerut.
" semalem lo nyeret Dinda supaya dia pulang bareng lo. tapi lo tinggalin dia gitu aja di tengah jalan dalam keadaan pingsan " Billy tersenyum kecut lagi kemudian meggeleng-gelengkan kepalanya.
" Dinda pingsan? sekarang gimana keadaanya? " Rizky bamgkit dari tidurnya, menunggu Billy menjawab pertanyaanya.
" yang jelas dia gak baik-baik aja " kemudian Billy menghampiri Rizky. dengan amarah yang memuncak, Billy mencengkram kerah baju Rizky dan menatapnya tak suka. Rizky hanya membuang muka, tanpa melepaskan cengkraman Billy. dengan nafas yang memburu, Billy mengepal tanganya kuat-kuat dan mengambil ancang-acang untuk di daratkan pada Rizky. Rizky diam saja, tidak memberontak. Rizky merasa bahwa dia memang salah dan wajar saja bila Billy marah kepadanya.
" gue gak akan pernah maafin lo kalau terjadi apa-apa sama Dinda.. "
BUUUKKKK...
pukulan itu mendarat di perut Rizky. tubuh Rizky tersungkur ke lantai, Rizky diam tak melawan, hanya memegang perutnya yang merasa kesakitan. Rizky sama sekali tidak memperdulikan Billy, Rizky hanya khawatir denga keadaan Dinda. bagaimana keadaan gadis itu sekarang? hanya itu yang ada di fikiran Rizky.
" gue juga gak akan pernah maafin diri gue sendiri  kalau terjadi apa-apa sama Dinda " gumam Rizky dalam hati. hanya saja Rizky merasa ada yang aneh dari gelagat Billy sekarang. sepertinya Billy memang sudah benar-benar mencintai Dinda. Billy dan Rizky lagi-lagi terjebak dalam keadaan dimana mereka mencintai perempuan yang sama.
" ada yang harus lo tau Ky! dulu gue berhasil rebut Michelle dari lo. bukan hal sulit bagi gue buat ngelakuin hal yang sama lagi. Dinda, akan jadi milik gue. gue gaakan ngasih kesempatan buat lo untuk dekat lagi sama dia! " dengan nafas yang memburu Billy mengatakan itu. Rizky tersenyum menyeringai.
" ambil aja kalau lo mau dia! gue gak akan nyegah.. "
Di luar kamar itu, di depan pintu ada seseorang yang mengigit bibir bawahnya menahan rasa sakitnya. Dinda, masih dengan baju yang belum diganti. Gadis itu terlihat begitu… amburadul. Rambut panjangnya acak-acakan, tubuhnya sesekali mengigil kedinginan, wajahnya sayu, bola matanya sendu, dan ada sisa-sisa air mata di kelopak matanya, di pipinya, di bawah hidungnya…
Dinda merasakan sesuatu yang perih menusuk hatinya. ketika mendengar kata-kata terakhir dari Rizky.
" ambil aja kalau lo mau dia, gue gak akan nyegah.. "
" AKU BUKAN PIALA BERGILIR!!!! "

Eye To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang