Chapter 16

323 24 1
                                    


BRAK!!!!

Pintu terjeblak terbuka, seseorang berdiri mematung disana, matanya merah menyala melihat Maxime dan Dinda tengah akan bercinta. Maxime dan Dinda menoleh dan betapa terkejutnya mereka saat mendapati Rizky disana.

Rizky tersenyum kecut, hatinya merasakan sakit yang luar biasa, dadanya terasa sesak, lidahnya seakan kelu, dan tubuhnya seperti siap untuk tumbang.

" Rizky " gumam Dinda pelan, Maxime langsung menjauh dari Dinda.

" oh.. Jadi begini kelakuan kalian iya? HAHAHA .. " Rizky tertawa sinis, lelaki itu berjalan masuk ke dalam kamar.

" INI YANG DI NAMAKAN SAHABAT? IYA? " Rizky menatap mata Maxime tajam, tatapanya penuh dengan tatapan kebencian.
" DAN INI BALASAN UNTUK AKU DIN? SETELAH AKU BERJUANG, MEMPERTARUHKAN HIDUP DAN MATIKU HANYA UNTUK MELINDUNGIMU? " tatapan Rizky beralih pada Dinda yang tengah menangis sambil menarik selimutnya sampai ke lehernya.

" Ky .. " Maxime mencoba berbicara, tapi setelah melihat tatapan Rizky yang mematikan. Maxime menarik ucapanya.

" KALIAN INI MANUSIA MACAM APA! "

" MAXIME. TERNYATA MEMANG BENAR, MENIKAHKANMU DENGAN DINDA ADALAH KESALAHAN BESAR "

BUGH!!!

Rizky menerjang Maxime, memukulinya beberapa kali, Maxime sama sekali tidak melawan, dia merasa pantas mendapatkan semua ini.

" MAXIME KAMU LUPA? AKU YANG MEMBERI NAMA BAIK KELUARGA AKU PADAMU TAPI INI YANG KAMU LAKUKAN? "

BUGH!!

Pukulan mendarat di bibir Maxime sehingga sudut bibirnya mengeluarkan darah.

Dinda sendiri hanya menutup matanya dan menutup telinganya seolah tidak ingin melihat dan mendengar apa-apa lagi.

" KAMU TAHU BETAPA AKU MENCINTAI DINDA. AKU MENIKAHI MICHELLE UNTUK DINDA, PURA-PURA MATI DEMI MELINDUNGI DINDA, DAN SEKARANG AKU HARUS MENGHADAPI DIMAS SENDIRI? SEDANGKAN KAMU ASYIK MENIDURI KEKASIHKU? " Rizky mencengkram kerah Maxime.

" CUKUP RIZKY! AKU MENCINTAI MAXIME " Rizky dan Maxime menoleh ke arah Dinda.

"TIDAAAAAAAAAKKKKK " Rizky terbangun dari tidurnya, nafas nya terengah-engah, lalu memijit pelipisnya, lelaki itu nampak prustasi.

" Untung itu cuma mimpi " Rizky membuang nafas kasar, sekarang lelaki itu telah sampai di Paris, dan menginap di salah satu hotel disana, Rizky sedang berusaha keras mencari hotel yang di tempati Dinda dan Maxime, Rizky beberapa kali mencoba menghubungi keduanya, tapi tidak pernah berhasil.

" Apa arti dari mimpi itu ? " Fikiran Rizky menerawang jauh, lelaki itu sangat takut jika mimpinya benar-benar terjadi di dunia nyata.

" Aku yakin Dinda dan Maxime tidak akan mungkin mengkhianatiku " Rizky mencoba menenangkan fikiranya.
Lalu dengan gontai dia berjalan menuju wastafel, lelaki itu membasuh mukanya dengan kasar, dan menatap dirinya di cermin dekat wastafel dengan prihatin.

" Apa alasan kalian pergi ke Paris tanpa memberitahuku terlebih dahulu " Rizky merongoh sakunya untuk meraih ponselnya, dia memandang sendu foto Dinda.

" Aku mencintaimu Dinda.. "

*****

Maxime tidak bisa menahan alisnya untuk tidak naik atau mulutnya yang membuka seperti orang bodoh. Sejak ia keluar dari kamar, aroma yang begitu disukanya menyeruak masuk ke rongga hidung—aroma sup.

Dengan tergesa Maxime menuju dapur. Di sana, ia menemukan istrinya tengah memakai apron, mengaduk isi panci kecil yang bertengger di atas tungku kompor gas sementara meja makan sudah penuh dengan berbagai hidangan. Dan yang paling membuat Maxime speechless adalah dominasi warna orange kemerahan yang begitu memanja mata.

"Hei, sudah bangun? Tadi aku ingin membangunkan tapi kamu kelihatan capek sekali." Dinda yang tanpa sengaja melihat Maxime, menyapa pria itu dengan senyum manis tersungging. Tangannya bergerak lihai menuangkan isi panci yang rupanya sup buntut itu ke dalam dua mangkuk lantas meletakkannya di atas meja. "Aku sudah buat sarapan, Sebaiknya cepat mandi dan kita sarapan bersama Max "

Demi apapun… saat itu, Maxime seperti melihat bidadari sedang memasak di dapurnya.

Tapi tunggu dulu, dari mana Dinda tahu kalau ia suka sup buntut?

"Aku tanya ibumu." Seperti paham dengan tatapan keheranan milik suaminya, Dinda menjawab pertanyaan tak terucap Maxime dan melepas apronnya. "Jadi, sebaiknya cepat mandi sebelum supnya mendingin. Aku ingin kita melihat Menara Eiffel hari ini Max."

Seperti kerbau dicocok hidung, Maxime menurut saja. Otaknya hanya berpikir kapan ia bisa memakan semua hidangan itu yang nampak begitu lezat.

Setengah jam kemudian rekor mandi tercepat Maxime. Mereka berdua sudah duduk berhadapan dengan Dinda menatap Maxime penuh harap, menunggu komentar untuk sup buntut yang dibuatnya. Belum lagi susu yang diteguk Maxime dengan penuh nikmat.

"Enak?" Dinda bertanya.

Sesaat, Maxime menahan gerakan sendoknya yang hendak menyuap sup itu ke dalam mulutnya lagi. Perasaan malu tiba-tiba menyeruak di dada saat ia melihat Dinda menatapnya geli. Pasti karena sejak tadi Maxime nampak seperti anak kecil kegirangan yang mendapat mainan baru hanya karena sup dan susu itu. Akhirnya Maxime mengangguk samar dan langsung melanjutkan makannya lagi.

" Untuk semalam. terimakasih " ucap Maxime kaku, dan ucapan Maxime ini membuat Dinda tersedak. " Uhuk... Uhuk.. " dengan cekatan Maxime menyodorkan segelas air putih pada Dinda.

" Hmm terimakasih " Ucap Dinda kikuk.

Dengan tatapan yang lembut, Maxime meraih tangan Dinda dan di genggamnya dengan erat. " Aku mencintaimu Din. sangat "

" Hmm " Dinda hanya berdehem. wanita itu tidak pernah menjawab ketika suaminya mengatakan cintanya berkali-kali. Karena saat mendengar kata-kata itu, Dinda slalu teringat dengan Rizky, bayangan Rizky yang dulu setiap hari slalu menyatakan cinta pada dirinya slalu mengganggu fikiranya.

" Aku senang, karena semalam kamu memberiku kesempatan " ucap Maxime lagi.

" Sekarang aku benar-benar merasa seperti seorang suami "

Dinda beranjak dari duduknya, dan berniat untuk pergi tapi lengan Maxime menahanya. " Hari ini kamu ingin ke Menara Eiffel kan? bersiap-siap lah "

Maxime tersenyum dan di balas dengan anggukan oleh Dinda.

****

“Max!” Teriak Dinda ke arah Maxime dengan semangat. Ia Nampak sangat ceria. Maxime terus mengambil gambar Dinda dari kameranya itu. Senyum Maxime merekah saat melihat hasil jepretannya.

“Dinda.” Ucapnya yang kemudian mengalungkan tali kamera ke lehernya dan berjalan menuju Dinda. Mereka berjalan bersama menuju kapal pesiar yang telah disewa mereka sebelumnya.

Bateaux Parisiens, kapal pesiar yang telah mereka sewa dan mereka memilih jenis pesiar privat cruise. Kapal pesiar yang stylish dan terkesan ringan, dengan dinding samping terbuka dan atap kaca yang bisa terbuka ataupun tertutup ini. Membawa mereka untuk berpesiar di sungai Seine, ke Paris kurang afdol jika tidak berkeliling kota dengan kapal pesiar menelusuri sepanjang sungai Seine.

Maxime terus mengambil gambar pemandangan kota Paris ini dan sesekali Ia mengambil gambar istrinya, Dinda.

“Din. kesini! .” Ajak Maxime, lalu mendekatkan dirinya dengan Dinda, mengangkat kameranya kedepan dan bergaya dengan wajah konyol yang mereka buat-buat.

“1.. 2.. 3..”

Jepret!

Mereka tertawa bersama saat melihat hasilnya. Wajah konyol mereka yang dibuat-buat dengan background kota Paris yang sangat indah ini. Mereka melakukannya lagi dan hal menyenangkan lainnya. Tak terasa sudah setengah hari mereka di kapal pesiar itu, berkeliling kota Paris.

“Dinda, kita makan siang dulu.” Ajak Maxime yang di balas anggukan kepala oleh Dinda. Mereka makan siang di restoran yang tersedia oleh kapal pesiar itu. Menyantap berbagai masakan Perancis dengan pemandangan bangunan indah dan khas kota Paris ini.

“Ahh.  kenyang..” Ucap Dinda sambil mengusap-usap perutnya.

“Kamu makan banyak tadi.” Ledek Maxime.

“Tidak boleh? ” Balas Dinda sambil menjulurkan lidahnya kearah Maxime. Ia terkekeh melihat Maxime berdengus kesal. tiba-tiba saja Maxime tersenyum dan mengelus perut Dinda dengan sayang. "Anak papa. baik-baik ya sayang " ucapnya lembut.

Dinda tersenyum getir. ada sekelumat rasa bersalah saat menyadari anak yang ada di kandunganya sekarang bukanlah anak dari suaminya. tapi dari lelaki yang sangat dia cintai sekaligus sahabat suaminya.

Tidak berapa lama setelah mereka makan siang, perjalanan mereka menyusuri sungai Seine telah selesai. Rute selanjutnya, Maxime dan Dinda memilih untuk mengunjungi Ponts des Arts, sebuah jembatan yang melintasi Sungai Seine. Di jembatan ini banyak sekali gembok yang melekat di pinggirnya. Gembok-gembok yang bertuliskan inisial pasangan yang pernah berkunjung kesini. Maxime tertarik dan mencobanya. Ia menulis namanya dan nama Dinda di sebuah gembok dan kemudian menguncinya di pinggiran jembatan ini.
Lalu membuang kuncinya ke Sungai Seine.

Menurut legenda pasangan yang melakukan ini cintanya akan abadi selamanya. Tak heran, jembatan ini menjadi penuh dengan gembok-gembok.

“Kamu percaya dengan semua ini? Tapi sebenarnya tanpa melakukan ini pun, cintaku akan abadi selamanya untukmu Dinda” Ucap Maxime yang kemudian mencium bibir Dinda singkat.

Dinda tersipu malu dan tangan Maxime langsung meraih pinggangnya, kemudian berjalan lagi sesuai rute yang telah mereka rencanakan.

Paris,08.00 PM

Menara setinggi 324 meter ini memancarkan cahaya gemerlap yang indah. Maxime menggenggam tangan Dinda dan berkeliling di taman sekitar Menara Eiffel. Sesekali mereka mengambil foto dari Place Concerdo, dengan background Menara Eiffel ini.

“Din kita masuk ke dalam sana.” Ucap Maxime yang tangannya menunjuk kearah menara Eiffel. Orangtua mereka telah mengatur semuanya, jadi tak perlu lama mengantri, mereka telah sampai di dalam menara Eiffel itu.

Mereka dinner di salah satu restoran yang terdapat di dalam menara ini, sebuah tempat makan berbintang, Jules Verne begitulah nama restorannya. Meja mereka berada di pinggir jendela, menghadap ke kota dengan julukan ‘City of Light’ ini.

Mereka sangat menikmati masakan Perancis dari chef terkenal, Alain Ducasse. Dan alunan musik Jazz menambah suasana menjadi sangat romantis. Maxime memanfaatkan ajang seperti ini untuk berbuat lebih romantis kepada Dinda. Ia terus melakukan hal romantis yang tidak bisa ditebak oleh Dinda. Dinda semakin tersipu malu.

“Dinda..” Panggil Maxime lembut dan meraih tangan Dinda kemudian menggenggamnya lembut. Mata elangnya menatap Dinda penuh dengan kelembutan. seperti biasanya.

Dinda tersenyum manis kearah Maxime, membalas tatapan suaminya dengan lembut juga. Maxime menarik tangan Dinda pelan dan mendekatkan bibirnya ke punggung tangan Dinda Lalu ia mengecupnya.

“I always see you when I close my eyes. I just wanna see you, hold your hand, and say that I Love You. You are the only one, Honey.” Ucap Maxime dan mencium punggung tangan Dinda lagi. Pipi Dinda semakin memerah. Jika saja ia sebuah es krim, sudah pasti dia meleleh dengan perlakuan Maxime ini.

“This one right here, is just for you.” Sambung Maxime seraya menarik lembut tengkuk leher Dinda dan mulai mencium bibirnya. Ia melumat lembut bibir Dinda dibawah alunan musik Jazz yang semakin romantis ini.

" Aku mohon. jangan pernah tinggalkan aku dengan alasan apapun "

*****

Audi sedang berada di toko buku dekat tempatnya bekerja, memang di sela-sela rehatnya Audi slalu pergi berkunjung ke toko buku itu, karena selain Audi senang membaca dan membeli buku-buku klasik, Audi mengenal pemilik Toko buku tersebut.

Dan kebetulan Toko buku tersebut melelang buku-buku klasik. Audi yang mendengar itu pun sontak saling berebut buku tersebut dengan pengunjung lain.

Tak peduli tubuhnya yang terhuyung kesana-kemari ia tetap berusaha mendapatkan buku itu. Keseimbangan makin tidak stabil saat seorang bertubuh gempal mendorongnya. Audi terhuyung tak mampu mempertahankan posisinya.

"AAAAAKKSSS "

BRUK

Namun beruntung karena ada lengan kuat yang menahannya agar tak sampai jatuh ke lantai dan terinjak-injak. Audi menoleh dan mendapati seseorang yang tak asing lagi baginya. Billy berdiri disana menahan bahunya agar tidak terjatuh.

"Hampir saja."

"Oh? terima kasih." Ucap Audi sambil berusaha berdiri diatas kakinya sendiri.

"Mereka ganas sekali. ..." Billy menyodorkan buku sastra klasik yang Audi incar. Tentu saja Audi bahagia melihatnya, tapi...

"Kenapa? Hanya mau melihatnya? Ini memang untukmu." Billy tersenyum ramah dan akhirnya memaksa Audi menerima pemberiannya itu.

Audi sempat kaget saat ada yang merangkul & menahannya agar tidak terjatuh tadi. Rasanya hangat dan nyaman, dan tentu saja hal itu menciptakan rona merah manis di sekitar pipinya.

"A-ah... Serius? Te-terima kasih banyak." Audi tersenyum riang.

" Kamu Billy kan? " Tanya Audi.

Billy mengernyitkan keningnya " Iya. kamu mengenalku? " lanjutnya.

" Aku Audi, kamu masih ingat kan waktu kita bertemu di pemakaman umum kira-kira seminggu yang lalu " Audi mencoba menjelaskan berharap Billy mengingatnya.

Pemuda itu menyipitkan matanya, mencoba berfikir "Oh iya. aku ingat sekarang " Billy tersenyum.

" Maaf aku lupa "

" Tidak apa-apa "

"Haha... oh iya kamu sangat menyukai buku itu? Teriakanmu sampai setangah mati seperti itu."

" Aku sangat menyukai buku ini Bil "

" Aku kira gadis zaman sekarang hanya menyukai novel novel teenlit. ternyata ada yang menyukai sastra klasik juga " Billy meraih salah satu buku yang ada di rak toko buku tersebut, kemudian mulai membuka dan membacanya.

" Kamu suka kesini juga? tapi aku jarang melihat kamu " Audi memperhatikan Billy.

pemuda itu sangat tampan dengan wajah orientalnya. Billy sangat berwibawa, seperti Mr.Antonio, kakeknya.

" Dulu seeorang sering mengajaku kesini. dan tiba-tiba saja aku teringat padanya. dan memutuskan kesini untuk melepas rasa rindu " Billy tersenyum sambil matanya menatap nanar sekitar.

" Seorang gadis? " tanya Audi penasaran.

Billy terkekeh "iya. seorang gadis di masalalu."

" Oh " mulut Audi membentuk huruf O.

" Oh iya. aku tidak bisa lama-lama disini. sore ini aku ada meeting bersama client, aku pergi dulu ya di " Pamit Billy, sejurus kemudian pemuda itu merongoh sakunya dan mengeluarkan dompetnya. mengambil sesuatu darisana " Ini kartu namaku. kita bertemu lagi nanti ya "

Setelah itu Billy pergi melewatinya begitu saja. Dan Audi tak melakukan apa-apa selain melihat punggung Billy yang semakin menjauh.

*****

Maxime keluar dari kamar mandi dengan hanya sehelai handuk yang menutupi bagian bawahnya saja.

Sedangkan ia tak memakai atasan apapun alias toples dan menampilkan absnya yang masih basah membuat kesan sexy serta rambutnya yang juga masih basah membuat pria itu terlihat semakin cool.

Dilihatnya istrinya sedang memainkan mengutak-atik ponsel miliknya dan duduk di sisi ranjang sambil membelakangi dirinya.

'Ah disini saja, toh Dinda tidak akan melihatnya karena dia membelakangiku' batin Maxime. Ia pun segera memakai pakaiannya. Namun, belum selesai.

Dinda membalikkan tubuhnya.

"AAAAAAAAA!!!!!" teriak gadis itu kencang membuat Maxime sendiri kaget. Buru-buru gadis itu menutup erat matanya dan kembali membalikkan tubuhnya.

"Max! Apa yang kamu lakukan?? Kenapa tidak didalam kamar mandi saja??" Sungut perempuan  itu. Ia kesal pada suaminya.

Sedangkan Maxime hanya memasang wajah innocentnya seolah tak terjadi apa-apa.

"Cepat pakai bajumu Max!!" Titah perempuan itu masih dengan menutup matanya.

"Cihh. Berlebihan sekali! Toh kamu juga sudah melihatnya!" Jawab Maxime santai sambil memakai pakaiannya.

"Cepat!!" Titah gadis itu lagi. Maxime hanya tertawa melihat tingkah laku istrinya itu.

"Dinda.." Maxime masih tetap tersenyum melihat gadisnya yang kini duduk di sisi ranjang sambil membelakanginya bahkan menolehpun tidak.

Melintas sebuah ide nakal di otak Maxime. Ia pun menghampiri istrinya duduk disampingnya dan memeluknya dari belakang. Ia membenamkan wajahnya pada leher jenjang Dinda menghirup aroma tubuh istrinya.

Dinda terhenyak saat merasakan sepasang tangan kekar melingkar di pinggangnya. Ia juga bergidik geli kala Maxime membenamkan wajahnya di lehernya.

Apa-apaan Maxime ini? Batin gadis itu. Apalagi ketika Dinda menoleh pada suaminya yang ternyata hanya memakai boxer hitam tanpa atasan apapun. Jadi lelaki ini belum beres berpakaian?

"Max! Pakai bajumu" rengek Dinda.

"Ahhh tapi Paris sangat panas" balasnya manja.

Dinda hanya diam. perempuan itu kini lebih menikmati pelukan suaminya.

"I love you Dindaku " ucap Maxime lalu mengecup pipi Dinda. meskipun Dinda jarang bahkan tidak pernah bilang bahwa dia juga mencintai Maxime. Maxime tetap saja menyatakan cintanya pada Dinda berkali-kali. seperti apa yang dilakukan Rizky dulu.

"Iya Max " Maxime tersenyum mendengar ucapan Dinda dan semakin mengeratkan pelukannya.

Setelah lebih dari tiga puluh menit. Maxime belum juga melepaskan pelukannya. Hingga kini jam menunjukkan pukul 08:00 am waktu setempat. Keduanya masih diam. Tak ada satupun yang berbicara. Hanya keheningan.

Mereka masih menikmati pelukan itu. Sampai Dinda membuka mulutnya.

"Max!"

"Hmm" Maxime hanya menjawabnya dengan gumaman kecil tanpa berniat melepaskan pelukannya.

Dinda terlihat seperti berfikir, sebelum ia mengatakan sesuatu pada Maxime. perempuan itu memainkan jari-jarinya.

"Apa? Katakan saja" ucap Maxime lembut.

"Aku... aku... eumm.. b-bo-bolehkah aku mmm menciummu?" Kata Dinda gugup. Entah setan apa yang merasuki Dinda. sebelumnya Dinda tidak pernah seagresif ini. mungkin itu keinginan bayi di perutnya, fikirnya.

Maxime tersenyum lalu melepas pelukannya. Mereka kini duduk berhadapan. Maxime sebenarnya ingin sekali tertawa melihat ekspresi Dinda jika sedang gugup seperti ini. Sebenarnya pemuda itu heran sekaligus kaget atas ucapan yang baru saja di keluarkan dari bibir mungil istrinya. Mengapa tiba-tiba jadi begini? Kemana Dinda yang dingin? Namun, Maxime senang dengan sikap Dinda yang satu ini.

"Tentu saja boleh isteriku" Maxime mendekatkan wajahnya ke wajah Dinda hingga jarak di antara mereka tinggal sedikit. Lelaki itu memejamkan matanya mencoba merasakan ciuman yang akan Dinda berikan padanya.

~CHUP

Dinda mengecup pipi Maxime. Sial. Maxime kira Dinda akan mencium bibirnya.

"Hanya itu?" Tanya Maxime merasa tak puas dengan apa yang diberikan Dinda.

Sedangkan Dinda mengangguk cepat sambil menyunggingkan sebuah senyuman.

"Kamu bilang akan menciumku??" Tanya Maxime lagi tak terima.

"Lalu yang baru saja kulakukan itu apa?" Tanya Dinda kesal.

"Aishhh. Sepertinya kamu perlu banyak belajar.... yang tadi itu namanya kecupan"

"Lalu apa bedanya?"

"ciuman itu seperti ini" tanpa memberi aba-aba Maxime sudah membungkam mulut Dinda dengan bibirnya.

Membuat gadis itu sempurna membulatkan kedua matanya.

"Eungghhhh..." desahan kecil keluar dari mulut Dinda saat lidah Maxime berhasil menelusup kedalam mulut Dinda dan mengajak lidahnya bermain-main ria.

Namun sepertinya gadis itu belum siap dengan serangan Maxime ini. Terbukti gadis itu kini memukul dada bidang Maxime yang polos tanpa pakaian.

Dinda berusaha melepaskan tautan bibirnya. Dan akhirnya Maxime pun melepaskannya. Tapi kini Maxime malah menarik Dinda kedalam pelukannya membuat wajah Dinda bersentuhan langsung dengan dada telanjang Maxime. lagi-lagi kejadian ini mengingatkanya dengan Rizky.

Secepat mungkin Dinda menarik tubuhnya sebelum Maxime mengeratkan pelukannya.

Gadis itu kini berbaring dikasur dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

Maxime tertawa geli dan ikut membaringkan tubuhnya disamping Dinda. lelaki itu perlahan membuka selimut yang menutupi kepala Dinda.

"Apa tidak pengap hmm?" Gadis itu tak menjawab melainkan hanya diam.

"Max. kamu mau melakukanya lagi?" ejek Dinda. bahkan perempun itu tak menyadari bahwa wajah suaminya itu kembali dekat dengannya dan yahhhh kini bibir mereka kembali bertaut. Dinda mencoba berontak dan melepaskannya. Namun Maxime terus menekan tengkuk gadis itu memperdalam ciuman mereka hingga Dinda tidak bisa berbuat apa-apa melainkan pasrah.

Maxime terus melumat habis permukaan bibir Dinda. Digigitnya bibir bawah gadis itu hingga terbuka dan lidahnya mulai masuk dan bermain-main ria didalamnya.

Perempuan itu berpegangan erat pada kedua bahu suaminya. Ciuman Maxime kini mulai berpindah pada telinga Dinda dan menggigit, menjilat, dan menghisap cuping telinganya membuat gadis itu menggelinjang kegelian.

"Eungghhh..." desah Dinda lagi membuat Maxime semakin gerah dan bersemangat untuk melakukan aktivitasnya.

Tangan nakal Maxime kini mulai bergerak mengusap-usap lembut punggung dan perut Dinda. Perlahan Maxime mulai menurunkan tali dress Dinda yang tipis dan membuka pakaian gadis itu. Dan pada akhirnya mereka berdua hanyut dalam aktivitas bercintanya.

" Sejak kamu menyerahkan dirimu untukku. disaat itu juga aku yakin bahwa kamu memang telah mencintaiku Din " batin Maxime.

" Perasaan apa ini? kenapa aku tidak pernah bisa menolak Maxime? semua yang dilakukan Maxime seperti apa yang dilakukan Rizky, sama " batin Dinda ikut bersuara.

*****

Suara derasnya air yang terkungkung hanya sampai pintu kamar mandi begitu penuh dalam gendang telinga Michelle, air yang mengalir membasahi tubuhnya seakan melunturkan rasa lelah hari ini, setelah menyelesaikan semua urusan rumah, memasak dan tentunya makan sendiri, mandi memang hal yang paling ia butuhkan.

Air shower yang tak hanya membersihkan dirinya tapi juga membawa air alami dari kedua matanya nya, Michelle berjanji pada dirinya untuk tak lagi mengasihani dirinya tapi dia tetaplah seorang wanita biasa yang wajarnya menangis bila ditempa hal yang memilukan apalagi ini tentang perasaan.

Sebelum menikah Michelle sadar betul dengan sikap Rizky yang cuek padanya bahkan walaupun Rizky tau Michelle mencintainya, tapi Michelle tetap tulus mencintai Rizky walaupun di pernikahanya yang bahagia hanya sepihak. sekarang itu lebih menyakitkan. Sesuatu yang sudah jadi miliknya tapi tidak benar-benar ia rasakan bahwa Rizky miliknya atau sebaiknya, pemuda dengan mata teduh itu begitu jauh hingga tak sedikit pun tergapai oleh Michelle.

" Semua yang aku lakukan selama ini seolah-olah percuma dan buang-buang waktu. Hanya Dinda yang ada di hati Rizky sekarang ini. Dinda mungkin mampu menggeser posisiku di hati Rizky, tapi aku tidak mudah bahkan sulit menggeser Dinda di hati Rizky. suamiku sendiri " batin Michelle lirih.

Michelle melangkahkan kakinya keluar kamar mandi, mengeringkan tubuhnya dan memakai kaos polos serta celana pendek semacam kolor, tentu saja tujuan selanjutnya tidur.
Sebelum pergi ke kamar, Michelle mengecek keadaan rumah. Mematikan gas, menutup jendela atau semacamnya, ditatapnya jam dinding yang sekarang menunjukkan pukul 11.23 malam.

Tak beberapa lama pintu rumah terbuka dan mengejutkan Michelle yang hampir terlelap di sofa karena menunggu Rizky yang tak akan pulang, akhirnya kekhawatiran Michelle mereda karena ia tau itu pasti Rizky. Kantuk tak lagi membayangi mata Michelle melihat lelaki yang berjalan melewatinya dengan langkah sedikit sempoyongan dengan wajah merah dan berkeringat.

"Ky…"

lelaki itu terus berjalan dan menghampiri bak cuci piring di dapur, Michelle mengikutinya dan berjalan sedikit mendekat. lelaki itu menghidupkan keran dan membasuh wajahnya.

Michelle menyadari bau aneh dari lelaki itu dan ia tau itu semacam bau arak beras, "Kamu mabuk?"

" Ky kamu mabuk? kamu darimana saja? " Tapi tak ada jawaban dari yang ia kira suaminya itu.

" KY " Michelle semakin meninggikan suaranya membuat lelaki itu tersentak.

" Aku bukan Rizky "

DEGH

Lelaki itu menoleh ke arah Michelle, Michelle tersentak kaget saat melihat lelaki yang tak asing baginya itu kini berhadapan denganya. ia adalah lelaki yang Michelle hindari selama ini.

" Dimas " ucap Michelle pelan.

Dimas tersenyum menyeringai, kemudian menatap Michelle lekat-lekat " Kamu mengkhianatiku Michelle. kamu melindungi lelaki itu kan? bahkan kamu telah menikah denganya kan? "

Michelle berjalan mundur menjauhi Dimas tapi lelaki itu mendekat, Michelle sangat takut sekarang, ia tahu Dimas seperti apa. Dimas sangat kejam. " Dimana lelaki brengsek itu sekarang? " kini Dimas mencengkram kedua pundak Michelle, Michelle pun hanya bisa memejamkan matanya dan sibuk berdoa dalam hati agar sesuatu yang buruk tidak terjadi padanya malam ini.

" Aku tidak tahu, Dimas " suara Michelle terdengar bergetar.

Dimas tersenyum sinis " Kamu fikir aku bodoh? cepat beritahu aku sekarang dia ada dimana atau kamu akan ku bunuh! " tiba-tiba Michelle merasa panik ketika melihat Dimas mengeluarkan sebuah pisau kecil dari dalam saku jaket denimnya.

" Aku benar-benar tidak tahu Dimas. "

" Cih " Dimas berdecih. lelaki itu menempelkan pisau yang sangat tajam pada leher Michelle.

Michelle mulai menangis ketakutan.
" Aku beri satu kesempatan lagi. tolong jawab pertanyaan aku ini. DIMANA RIZKY ? " Dimas meninggikan suaranya. Michelle malah diam tak bergeming.

" JAWAB! "

" AKU TIDAK TAHU, DIMAS. KALAU PUN AKU TAHU AKU TIDAK AKAN MEMBERITAHU PADAMU! " dengan cepat Dimas menusukkan pisau yang dipegangnya ke bagian perut Michelle yang tidak bisa menghindar karna kondisi tubuhnya yang dihalangi oleh Dimas.

Michelle melebarkan matanya ketika merasakan sesuatu yang tajam menusuk perutnya, ia jatuh terduduk ketika Dimas dengan tanpa rasa bersalah mendorongnya hingga terjatuh. Michelle menunduk dan melihat sebuah pisau menancap di perutnya dan darah segar pun mengalir deras merembes keluar dari bajunya.

*****

Mentari kini mulai menampakkan dirinya menyinari alam semesta. Menggatikan bulan yang kini mulai istirahat.

Cahayanya begitu terang dan mulai masuk menerobos jendela dan mulai mengusik setiap insan yang masih sibuk dengan dunia fananya.

Seolah mulai terganggu dengan alarm Tuhan itu, Maxime yang masih terlelap itu mengerjapkan matanya. Mencoba menyesuaikan cahaya. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul 09:00 am. Lalu seutas senyum manis kini terukir di wajahnya yang tampan itu, saat ia melihat seorang wanita yang masih terlelap dalam pelukannya. Gadis itu sama sekali tak terganggu karena terlalu nyaman tertidur dalam pelukanya.

Maxime kembali tersenyum mengingat kejadian tadi malam. Dimana Maxime kini sudah benar-benar memiliki Dinda seutuhnya.

Tangan lelaki itu terangkat mengelus pipi lembut sang istri. Lalu mengusap-usap rambutnya sayang dan kembali memeluk erat tubuh istrinya yang dalam keadaan tanpa sehelai benangpun lalu mengecup-ngecup puncak kepala Dinda setelah itu mencium keningnya dalam, bibirnya bertahan lama disana. Maxime menarik selimut yang menutupi tubuh naked mereka. Menyelimuti Dinda hingga batas leher.

"Eungghhh." perempuan itu melenguh kecil.

Merasa terganggu, ia pun mulai membuka matanya perlahan.

Pertama kali ia membuka matanya, ia sudah disuguhi senyuman manis dan kecupan dibibirnya dari sang suami. Dinda hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.

" Aku mencintaimu Max "
DEGH..

Setengah sadar Dinda mengucapkan kata-kata itu. tapi Maxime yang mendengarnya seolah tak percaya. matanya berbinar, hatinya membuncah hangat.

lelaki itu merasa selain mendapatkan raga Dinda ia pun telah memiliki hatinya.

" Eh " Dinda merasa ada yang salag dengan ucapanya.

" Aku senang mendengarnya " ucap Maxime.

sekarang Dinda bisa merasakan sentuhan tangan lembut Maxime yang melingkar di pinggangnya. " Aku juga mencintai kamu "

"sudah pagi, ayo bangun sayang" ucap Maxime lembut. Dinda hanya diam dibalik selimutnya.

"Aku harus ke kamar mandi! Jangan melihatku!" perempuan itu mengoceh dibalik selimutnya. Maxime terkekeh melihat Dinda.

"Aku sudah melihatnya, tidak usah ditutup-tutupi lagi" lelaki itu tertawa sambil mengguncangkan pelan bahu istrinya.

"Max. tolong ambilkan aku pakaian!" Suruh perempuan itu. Maxime menggeleng.

"Ambil saja sendiri!"

"Akukan tidak memakai apa-apa" kesal perempuan itu nadanya meninggi.

"Lalu? Lagi pula tadi malam aku sudah melihatnya" goda Maxime membuat Dinda menghembuskan nafasnya kasar.

perempuan itu kemudian menggulung tubuhnya dengan selimut dan mulai bangun. Kemudian berjalan menuju kamar mandi dengan tubuh terbungkus selimut seperti ulat. Maxime hanya bisa tertawa melihat Dinda yang sedang kesal karenanya.

Dinda mengembungkan pipinya. Sungguh menggemaskan.

Karena selimut yang menutupi Dinda berukuran cukup besar, tak sengaja Dinda menginjak ujuk selimut itu dan membuatnya kini jatuh kelantai cukup keras. Maxime yang melihat itu segera menghampiri Dinda.

"Aww.. " ringis perempuan itu. Maxime langsung mengangkat tubuh Dinda beserta selimutnya. Dinda memberontak. Ia menggoyang-goyangkan kakinya meronta agar Maxime menurunkannya.

" Sakit? kandungan kamu tidak apa-apa kan din? " Maxime nampak khawatir. Dinda tersenyum sambil menggeleng mengisyaratkan bahwa kandunganya tidak apa-apa.

"turunkan Max!!"

"MAXIME!" Dinda kesusahan karena tubuhnya yang kini terbungkus selimut.

Akhirnya Maxime kembali membaringkan istrinya di atas ranjang dengan dirinya di atasnya.

"Apa yang kamu lakukan?" Sentak Dinda namun Maxime hanya menunjukkan seringaiannya. Kedua tangan gadis itu menahan dada Maxime.

"Kenapa? aku suamimu. dan aku semakin bersemangat saat kamu bilang bahwa kamu mencintaiku " Maxime melihat ekspresi Dinda yang ketakutan.

"TAP-----" belum beres Dinda berbicara, Maxime sudah mendaratkan bibirnya di atas bibir Dinda. Lalu ia kembali melumat bibir ranum itu menghisap dan menggigit bibir istrinya.

Dinda mendesah pelan saat Rizky semakin kuat menghisap bibir bawahnya. Entah ada setan dari mana, tangan Dinda ini justru memegang tengkuk Maxime untuk memperdalam ciuman mereka. Tangan Maxime kini mulai bergerak-gerak meraba bagian tubuh Dinda yang telanjang dibalik selimut sesuka hatinya.

Sedangkan Dinda hanya bisa kembali pasrah. Merekapun larut kembali dalam aktivitas mereka di 'pagi hari' bahkan mereka tak memperdulikan sarapan untuk perutnya masing-masing yang sudah menjerit kelaparan.

Setelah selesai melakukan aktifitasnya(?)

Maxime meminta izin pada Dinda untuk keluar sebentar, Maxime ingin membelikan makanan untuk mereka sarapan, Maxime tadinya ingin mengajak Dinda tapi melihat Dinda yang tampak kelelahan Maxime pun tak tega dan membiarkan isterinya itu beristirahat.

" Din. tunggu sebentar ya. aku ingin membeli makanan untuk kita sarapan " Maxime mengecup bibir Dinda singkat dan dibalas oleh anggukan oleh perempuan itu.

Maxime pun melenggang ke luar pintu. " Sepertinya benar. aku mencintai Maxime. semenjak tinggal di Paris. entah kenapa aku merasa aman dan nyaman. " Dinda membuang nafas kasar. perempuan itu beranjak dari ranjang berniat untuk menuju kamar mandi.

Tiba-tiba saja bel kamarnya berbunyi, Dinda menghentikan langkahnya. perempuan itu berfikir mungkin itu Maxime. mungkin ada sesuatu yang ketinggalan, fikirnya.

Saat Dinda berjalan menuju pintu dan mulai memutar kenop pintu... " Kenapa Max? ada yang ketinggalan? "

DEGH...

Tiba-tiba saja Dinda merasa jantungnya berhenti berdetak saat melihat seseorang yang ada di depanya bukan Maxime. melainkan Rizky, seseorang yang juga ia cintai.

" Aku bukan Maxime " ucap Rizky datar namun hatinya merasakan sakit yang luar biasa.

Kemudian Rizky menatap Dinda dari ujung rambut hingga ujung kaki, keadaan Dinda sangat berantakan. dan sangat berkeringat membuat Rizky teringat akan mimpinya itu.

" Riz... ky " ucap Dinda terbata-bata. rasanya Dinda ingin memeluknya, mendekapnya, mengatakan bahwa ia sangat merindukanya. tetapi ketika mengingat Rizky adalah suami Michelle. perempuan yang sangat mencintainya Dinda mengurungkan niatnya.

Hening..

Mereka saling berhadap-hadapan tapi tidak berbicara apa-apa.

mereka hanya saling diam.

" Masuk Ky " Dinda mempersilahkan Rizky masuk.

Rizky memasuki kamar Dinda, dipandanginya keadaan sekitar kamar, Dinda nampak salah tingkah dan bingung harus melakukan apa.

" Kenapa kamu pergi ke Paris tanpa memberitahu aku? " tanya Rizky menatap Dinda dengan serius.

Tidak ada jawaban dari Dinda, perempuan itu masih kaget dengan kedatangan Rizky yang tiba-tiba dan sekarang di tanya hal yang seperti itu. Dinda bingung harus menjawab apa.

" Jawab Dinda!! " Rizky menekan ucapanya.

" Aku... hmm aku... " Dinda nampak gugup.

" Aku yang menyuruhnya untuk tidak memberitahu kamu Ky " Maxime berdiri di depan pintu sambil membawa sekantung belanjaan.

Rizky yang dari tadi duduk langsung berdiri dan berjalan menuju Maxime.

" Maksud kamu apa hah? " Rizky mencengkram kerah baju Maxime dengan kuat, mereka saling bertatapan tajam.

"Max. apa maksud ini semua? kamu tiba-tiba pergi ke Paris tanpa memberitahuku sama sekali, lalu selama beberapa hari ponsel kalian tidak aktif, apa maksudnya? kalian sedang honeymoon? dan tidak mau aku ganggu? begitu? " cerocos Rizky yang tetap saja tak melepaskan cengkramanya.

sebenarnya Maxime bisa saja melepas cengkraman Rizky dan melawan sahabatnya itu, tapi maxime merasa perlakuan Rizky terhadapnya sangat wajar, bagaimana pun Maxime telah merusak kepercayaan sahabatnya itu.

" Kamu mencintai Dinda? " Rizky semakin kuat mencengkram kerah Maxime sehingga membuat lelaki itu sesak karena tercekik.

" Max. sangat tidak mungkin kamu mengkhianatiku kan? "

" AKU MENCINTAI DINDA "

BUUUKKKK

BLAKKKKK

DUNG

Berbagai hantaman, pukulan, tonjokan mendarat di tubuh lelaki keturunan Prancis itu, Dinda yang melihatnya sangat kaget dan berusaha melerai keduaya.

" HENTIKAN " Dinda berteriak. sehingga membuat Maxime dan Rizky menoleh bersamaan.

" Kalian seperti anak kecil! Ky kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. sekarang semuanya telah berbeda. kamu sudah mempunyai Michelle. sedangkan aku? sudah memiliki dan dimiliki Maxime dan itu pun karena kamu yang mau kan? " Dinda membantu Maxime bangun dan mengusap pelan darah di sudut bibir lelaki itu.

Rizky yang melihat itu merasa dadanya sakit dan punggungnya terbakar. " Tapi Dinda. bukan seperti ini yang aku mau "

" Lantas? apa yang kamu mau? Ky aku rasa kita telah egois selama ini. kita mengorbankan perasaan Michelle dan Maxime demi kebahagiaan kita sendiri "

" Dinda! pada awalnya Maxime melakukan ini secara sukarela kan? dan kamu tau aku tidak mencintai Michelle. aku hanya mencintai kamu "

" Ikut aku " Rizky menarik tangan Dinda keluar. Maxime yang masih meringis kesakitan pun tak lama jatuh pingsan.

*****

Rizky dan Dinda sekarang berada di Menara Eiffel. Rizky memang ingin mengajak Dinda kesini. Rizky ingin melampiaskan rasa rindunya terhadap Dinda selama ini. ia hanya ingin berdua saja dengan kekasihnya. melupakan sejenak Michelle dan Maxime, orang-orang yang berada di tengah-tengah hubungan mereka.

" Michelle apa kabar? " Dinda bertanya, membuat Rizky yang sedari tadi sibuk memandangi menara Eiffel menoleh.

" Baik " jawabnya datar.
Kemudian Rizky mengarahkan tanganya ke perut Dinda, mengelusnya dengan sayang. Rizky slalu merasa perasaanya hangat ketika mengingat ada buah hatinya dan Dinda bersemayam disana.

" Aku merindukan kalian " ucapnya getir. "Aku sangat marah dengan Maxime, Din. dan aku rasa menikahkan kamu dengan dia adalah kesalahan yang sangat besar " lanjutnya kemudian.

" Tidak ada yang salah. ini takdir. " ucap Dinda.

" Sahabatku telah mengkhianatiku " lelaki itu tersenyum sinis.

" Itu karena keegoisan kamu sendiri Ky. sebenarnya suatu kesalahan kita berada disini, seharusnya kita bersama pasangan kita masing-masing. kamu dengan Michelle, dan aku dengan Maxime "

" Apa maksud kamu? "

" Hubungan ini adalah sebuah kesalahan besar "

" Tapi kamu dan Maxime hanya berpura-pur-- "

" Tidak ada yang pura-pura setelah menikah. pernikahan adalah sesuatu yang sakral, akan sangat fatal jika kita tetap mempermainkanya " Dinda menatap ke arah lain.

" Jadi kamu menganggap pernikahan kalian serius? " Rizky merasakan nyeri di ulu hatinya. dia masih bisa menerima Maxime yang mencintai Dinda, tapi yang tidak bisa di terima oleh lelaki keturunan Arab itu adalah jika Dinda mencintai Maxime juga.

" Kamu mencintai Max, Din? " tanya Rizky dengan hati-hati. lelaki itu berharap jawaban Dinda adalah TIDAK.

Namun Dinda sama sekali tidak menjawabnya, perempuan itu hanya berdiam kaku di tempatnya, bingung harus menjawab apa.

mungkinkah karena ia benar-benar telah terjerat oleh pesona Maxime?

Kali ini diamnya Dinda menyakiti hati Rizky, diam adalah jawaban, menurutnya. " Begitu mudah kah posisi aku digeser begitu saja? " tanyanya getir.

" Kalian beberapa hari di Paris. dan mulai saling mencintai? " tanya Rizky tapi Dinda sama sekali tidak bergeming.

" Oh atau bahkan selain saling mencintai. kalian juga telah TIDUR bersama? " Rizky menekankam katanya di huruf yang berkapital.

PLAAAAKKKK!!!

Tamparan mendarat di pipi Rizky, lelaki itu merasakan panas di pipinya, tapi itu tidak seberapa dengan rasa panas yang menjalar ke hatinya.

" kalian mengkhianatiku? iya? " tanya nya dengan marah.

Air mata Dinda mulai merembes keluar dan jatuh setetes demi setetes ke pipinya. " Kamu yang menjebakku ke pernikahan ini kan? "

" Dinda. aku mengorbankan segala hal untuk kamu. bahkan aku mengorbankan perasaanku sendiri dengan menikah bersama perempuan yang sama sekali tidak aku cintai. tapi ini balasanya? kamu sudah tidak mencintaiku lagi? dan perjuangan juga pengorbananku selama ini adalah sia-sia? " cerocos Rizky membuat tangisan Dinda pecah.
Rizky membalikan badanya membelakangi Dinda, Rizky berharap ini hanyalah mimpi, Rizky ingin segera bangun dari tidurnya, Rizky tidak menginginkan ini semua terjadi.

Dinda berjalan pelan menuju Rizky, di peluknya lelaki itu dari belakang, Rizky memegang tangan Dinda yang melingkar di peluknya sementara Dinda memejamkan matanya, ia sangat merindukan saat-saat seperti ini, saat-saat bersama Rizky, lelako yang sangat di cintainya.

Entah perasaan macam apa yang merasuk dalam hatinya, Rizky dan Maxime adalah dua orang lelaki yang belakangan ini membuat dadanya sesak. Dinda menyimpan dua nama di hatinya, dan perasaan itu sama sekali tidak membahagiakan tapi menyakitkan.

Entah sejak kapan Maxime menempati sudut hati Dinda yang lain, yang jelas saat bersama lelaki itu, Dinda merasakan perasaan aman dan nyaman. tapi meskipun begitu, Dinda tetap bisa merasakan Rizky di sudut hatinya yang lain juga, Dinda masih sangat mencintai lelaki itu. bahkan intensitasnya lebih besar.

" Aku bingung aku harus apa Ky, ketika takdir memisahkan kita dan mempersatukan kita dengan orang lain apa itu sebuah kesalahan? apa takdir ini salah? atau sebaliknya? ini yang diinginkan takdir? apa memang akan lebih baik jika kita tetap dengan pasangan kita masing-masing? " ucap Dinda dengan suara yang terdengar miris dan menyakitkan.

Rizky memutar badanya, kini lelaki itu berhadapan dengan Dinda. dan memegang kedua pundak Dinda. " Aku tidak tahu Din."

" Aku akan merebut kamu kembali dari Maxime. aku akan mendapat hakku kembali. aku berjanji " Rizky bertekad, lalu menarik Dinda ke pelukanya.

" Tidak Rizky! sudah cukup. aku tidak mau keegoisan menghancurkan semuanya "

" Aku tau. cinta kamu lebih besar untukku. aku akan memiliki kalian lagi " Rizky mengelus perut Dinda lagi.

" Dengarkan aku. aku, Rizky Nazar Antonio di bawah Menara Eiffel berjanji, akan memperjuangkan cinta kita. apapun dan bagaimanapun caranya. " lalu Rizky mengecup puncak kepala Dinda dengan lembut dan penuh cinta.

" Tunggu sebentar. aku akan membeli sesuatu untukmu Din. jangan kemana-mana " perintah Rizky yang hanya di balas Dinda dengan anggukan.

" Menyimpan dua nama dalam satu rongga dada memang menyesakkan " batin Dinda.

****

Rizky nampak mengintari sebuah toko kotak musik. lelaki itu sibuk mencari-cari kotak musik yang akan di berikanya pada Dinda. tentu saja yang paling bagus diantara yang bagus. sebenarnya Rizky ingin membelikan kotak musik itu kemarin ketika pertama kalinya ia melihat toko kotak musik itu. tetapi ia baru menemukan dinda sekarang, setelah ia mencari-cari Dinda kurang lebih seminggu ini.

Maxime memang licik menurutnya, lelaki itu menyuruh Dinda mematikan ponselnya selama berada di Paris dengan maksud menghindari Rizky.

Ketika matanya menangkap sebuah kotak musik berbentuk hati dan berwarna merah marun, Rizky tersenyum. menurutnya kotak musik itu yang selama ini di carinya.

Tapi saat ingin mengambilnya sebuah tangan kekar telah lebih dulu memegang kotak musik itu.

Rizky nampak kaget dan langsung melihat Maxime yang tengah tersenyum dengan seringainya. " Apa yang telah Tuhan takdirkan untuk jadi milikku. sampai kapanpun tidak akan jatuh ke tangan orang lain "

" Berikan kotak musik itu Max " Rizky menatap Maxime tak suka.

" Akan kamu berikan untuk Dinda? hm? isteriku? " Maxime tersenyum sinis membuat Rizky semakin geram.

" Alangkah lebih baiknya jika kamu membelinya untuk isterimu. Michelle. bukan isteri orang lain "

" Masih berani muncul di hadapanku setelah semuanya? setelah pengkhianatan ini? "

" Pengkhianatan apa? tidak ada pengkhianatan. pernikahan aku dan Dinda sah di mata agama juga dimata hukum. kalau pun ada pengkhianat diantara kita ya itu kamu sendiri Ky "

Rizky semakin geram lagi, lelaki itu mengepal tanganya kuat.

sebenarnya ia ingin memukul Maxime saat ini juga, tapi ia sedang tidak ingin membuat keributan disini.

" Irsyad benar, Dinda adalah perempuan yang pada dasarnya sangat mudah dicintai. bukan salahku jika aku mencintainya.  "

BUKKKK..

Pukulan itu mendarat lagi di wajah Maxime. membuat pelipisnya sedikit berdarah, tapi Maxime tidak melawan. lelaki itu hanya tersenyum miris sambil memegang pelipisnya sambil meringis.

" Aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara dengan pengkhianat sepertimu "

Rizky menggerakan tanganya berusaha mengambil kotak musik itu, tapi Maxime bersikukuh mempertahankanya.

Kedua lelaki itu sibuk memperebutkan kotak musik, seperti dua anak kecil yang tak ingin mainanya di rebut.

PRAKKKK

Kotak musik itu pecah, hancur.

" Jika Dinda kita perebutkan seperti kita memperebutkan kotak musik itu maka dia akan hancur seperti itu " Maxime menunjuk ke kotak musik yang kini telah pecah tak berdaya di lantai.

" Kita sama-sama mencintainya. aku ingin kita sportif " Maxime mengulurkan tanganya, berharap Rizky menyambutnya.

" Kita akan bersaing secara sportif " lanjutnya lagi.

" Oke. deal " Rizky dan Maxime saling berjabat tangan.

Setelah membayar kotak musik yang pecah itu, Rizky dan Maxime melenggang keluar toko tersebut.

Dinda yang tengah menunggu Rizky menghentakan kakinya berkali-kali, Rizky lama sekali, fikirnya. kemudian Dinda melihat Rizky dan Maxime sedang ingin menyebrang sambil melambai-lambaikan tangan mereka.

" Rizky... Maxime " ucapnya kaget.

Rizky dan Maxime tersenyum pada Dinda, Dinda yang melihatnya hanya kikuk tak karuan, dua lelaki yang dicintainya tersenyum padanya bersamaan.

Kemudian Dinda melihat sebuah mobil melaju dengan cepat ke arah Rizky dan Maxime, mata Dinda membulat sempurna. " Rizky awaaaaaaaaaaaaasssssssas " teriak Dinda sehingga membuat Rizky dan Maxime tersentak. dilihatnya mobil itu seakan ingin menabrak mereka, untungnya mereka segera menghindar.

Dengan cepat Rizky dan Maxime berlari menuju Dinda.

" Kalian tidak apa-apa kan? " tanya Dinda khawatir.

" Aku tidak apa-apa Din " jawab Rizky. Maxime hanya diam saja, hatinya merasakan sakit, Dinda meneriakan nama Rizky saat mereka berdua hampir saja di tabrak mobil itu, apa itu tandanya Dinda memang lebih mencintai Rizky ? "

" Jika aku dan Rizky celaka, dan cuma satu diantara kita yang bisa di tolong, kamu akan menolong siapa Din? " pertanyaan Maxime membuat Rizky dan Dinda juga kaget.

Dinda baru sadar tadi ia hanya meneriakan nama Rizky, ia seolah khawatir dengan Rizky, rasa bersalahpun mulai menyergapi hatinya.

" Pertanyaan macam apa itu. tentu aku akan menolong kalian berdua " ucapnya kikuk.

" jika hanya salah satu diantara kita yang bisa selamat kamu akan menyelamatkan siapa? " tanya Maxime lagi.

" Max. kamu kenapa? akan aku jamin kalian selamat "

" Jika hanya satu yang bisa kamu selamatkan? "
Rizky mengernyitkan dahi, melihat Maxime dan Dinda seperti itu

" Kalian berdua akan aku selamatkan. kalaupun aku harus mati demi menyelamatkan kalian berdua "

Maxime dan Rizky terpaku beberapa saat.

" Aku lapar Max. sebaiknya kita pergi makan dulu " Dinda berusaha mengalihkan pembicaraan.

" Din tadi aku berniat memberikanmu sesuatu. tapi seseorang telah menjatuhkanya. akan aku belikan nanti " ucap Rizky tak enak dan menatap Maxime kesal.

" Tidak apa-apa Ky "

***

"Bonsoir, madame et monsieur. Est-ce que vous voulez quelque chose à boire pour commencer?" Tanya seorang pelayan restoran. Pelayan itu mengenakan pakaian yang sangat rapi. Wajar saja, saat ini Maxime, Rizky dan Dinda sedang makan malam di Jules Verne, restoran mewah yang terletak di lantai dua menara Eiffel.
Maxime mengajak Dinda ke restoran ini lagi untuk yang kedua kalinya.

[translate: Selamat malam, Tuan dan Nyonya. Apakah Anda ingin memesan minuman untuk memulai?]

"Un moment, s'il vous plaît," jawab Maxime meminta pelayan itu untuk menunggu. Ia beralih kepada istrinya dan bertanya, "Kamu ingin minum apa?"

Maxime memicingkan matanya sambil membaca menu dengan saksama. dari kecil Maxime memang tinggal di Paris jadi tidak sulit baginya berbicara dengan menggunakan bahasa prancis.

"Apa di sini tidak ada air mineral saja?" Tanya Dinda pada Maxime.
Maxime mengernyit.

"Tentu saja ada, tapi kita ini di restoran mewah." jawabnya.
Dinda membaca menu restoran itu kembali.

Namun, wanita itu tetap terlihat bingung.
"Mau pesan apa?" Tanya Maxime.

"Terserah. aku tidak mengerti. " Jawab Dinda cepat.

"Je voudrais vin rouge et vin de dessert, s'il vous plaît," Maxime memesan minuman dan makanan untuk mereka.

Pelayan itu mengangguk. Ia mengambil menu dan meninggalkan meja ketiga orang itu.
"Indah! " Seru Dinda kagum.

Wanita itu terlihat seperti sedang menempelkan dirinya ke jendela. Matanya membulat, berusaha menangkap semua cahaya yang bertebaran di kota Paris. Rizky dan Maxime menggeleng, bisa-bisanya wanita dewasa bersikap seperti anak kecil di restoran mewah seperti ini.
" Kamu lebih indah " ucap Rizky membuat Maxime dan Dinda menoleh.

"Gombal " Gerutu Maxime.

Maxime mencibir dan ikut menikmati pemandangan di jendela. Sementara Rizky bersandar di kursinya dan memandang ke luar jendela. Pemandangan kota Paris dari atas menara Eiffel memang tidak ada duanya. The City of Lights terlihat semarak oleh lampu yang menyala dari jendela-jendela gedung.

Maxime dan Rizky sudah beberapa kali makan di restoran ini dengan keluarganya, tetapi ia tidak pernah ke sini pada malam hari. Ia bisa melihat sungai Seine dan Champ de Mars dari tempat duduk mereka. Champ de Mars juga dihiasi lampu-lampu yang tidak kalah indahnya dengan bagian kota Paris lainnya. Meskipun sudah malam, masih terlihat orang-orang yang berkeliaran di taman itu untuk melihat menara Eiffel di malam hari.

Seorang pelayan kembali ke meja mereka dan menuangkan minuman mereka. Pria itu menaruh minuman yang di pesan Maxime.

"Est-ce que je purrais avoir de l'eau? " Tanya Maxime.
"Oui, bien sûr ," jawab pelayan itu sebelum pergi.

"Kamu bilang apa padanya?" Tanya Dinda.
"Nanti juga kau tahu," jawab Maxime sambil tersenyum.

Pelayan itu kembali dan menuangkan segelas air putih untuk Dinda. Wanita itu terlihat senang karena tidak harus meminum wine.

"Daurade de ligne marinée, radis noir et condiment sésame," ujar seorang pelayan lainnya, mengumumkan hidangan pembuka mereka. Pelayan itu meletakkan hidangan di hadapan mereka.

[Marinated line-caught gilt-head bream, horseradish and sesame condiment]

"Bon appétit. " [translate: Selamat makan]

Maxime, Rizky dan Dinda mulai memakan hidangan pembukanya. Tentu saja makanan itu sangat lezat dengan tampilan yang tidak kalah indah dengan kota Paris di luar sana.

Menu makan malam di Jules Verne berbeda dengan menu makan siangnya. Dinda juga terlihat menikmati makan malam mereka.

"aku boleh nambah??" Tanya Dinda malu-malu.
" BOLEH " ucap Rizky dan Maxime bersaman.
mereka bertatapan sengit dan meminta pelayan untuk membawakan makanan lagi.
Jules Verne memang lezat dan cocok dengan makanan-makanan mereka, jadi wajar saja kalau Dinda ketagihan.

"Marron et cassis comme un Mont Blanc," ucap seorang pelayan yang membawakan makanan penutup mereka.

[Chestnut/blackcurrant Mont Blanc]

" Din. aku senang berada di paris bersamamu. dari kemarin kita jalan-jalan berkeliling kota Paris mengunjungi tempat-tempat bersejarah. aku ingin selamanya berada disini bersamamu " ucap Maxime membuat Rizky menoleh. dada lelaki itu seperti terbakar, sangat panas. Dinda yang tengah makan pun menghentikan aktifitasnya dan menatap Maxime juga Rizky bergantian.

" Din. kamu ingat kan waktu pertama kali kita bertemu? kita bertemu di Bar, dulu aku ketus sekali. lalu kamu ingat saat kita terjebak di kamar? saat kamu salah masuk kamar? kamu memeluku ketakutan sampai tidak mau lepas " Rizky terkekeh, tapi Maxime dan Dinda menatapnya skeptis. sama sekali tidak lucu.

" Oh iya Din kamu ingat saat malam-malam kamu ingin makan bakso dan martabak? kamu merengek seperti anak kecil. kamu sama sekali tidak sadar bahwa kita sedang berada di Paris. bukan Indonesia. " Maxime terkekeh, sepertinya Rizky dan Maxime sedang berusaha memanas-manasi.

" Oh iya Din. nafsu makan aku sekarang berkurang. aku ingin makan ini tapi aku ingin kamu suapi " rengek Rizky manja. sementara Maxime geram.

" Din sepertinya kepala aku sakit. tadi ada seseorang yang memukulku " Maxime menatap sengit Rizky.

" Siapa Max? " Dinda mengelus pelipis Maxime dengan lembut. Rizky yang melihatnya kini geram.

" Seseorang yang tidak penting " ketus Maxime.

" Dinda. bagian hati aku sakit " Rizky mencoba mencuri perhatian Dinda. Maxime mendelik sinis.

" Sakit kenapa Ky? apa perlu kita ke dokter? " Dinda memegang bagian dada Rizky .

" Din aduh " Maxime kembali bersuara.
" kalian kenapa sakit secara bersamaan? " Dinda nampak bingung harus melakukan apa.

Eye To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang