Chapter 2

377 41 1
                                    

Ali berdiri di belakang meja panjang —berisi deretan kaleng besar, kocokan, cangkir, gelas, poci, dan bush kettle— dengan kedua tangan menari bersama mesin. Memandangi serbuk hitam itu sembari menghirup aroma sedapnya yang menempel di setiap dinding kafe. Ali menjadi seorang peramu kopi, sebut saja barista.

ya, Ali bekerja sebagai barista di salah satu kafe milik keluarga Antonio, selain mempunyai perusahan property, keluarga Antonio juga mempunyai kafe yang selama ini dipegang oleh Billy.
lantai dan dinding kafe tersebut terbuat dari kayu merbau yang berurat kasar. Di sepanjang dinding kafe ditempeli poster-poster kopi dengan bermacam pose. Puncaknya, sebuah plat besar yang menempel di dekat meja panjang barista, yang berisi tulisan " Antonio's coffee "

sudah 3 bulan Ali bekerja di Kafe itu tanpa sepengetahuan Dinda. Ali berniat ingin membantu mrringankan beban Dinda. setidaknya, dia bisa mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhanya sehari-hari tanpa harus slalu mengandalkan Dinda.
ketika sedang sibuk meramu kopi, Ali tersenyum melihat salah satu meja pelanggan yang ditempati perempuan yang selama ini dikaguminya diam-diam. perempuan itu juga salah satu mahasiswi di kampus Ali. tetapi Ali tidak pernah berani menunjukan dirinya dihadapan perempuan itu. Ali merasa minder, karena Ali sadar, dia hanya laki-laki biasa. sedangkan wanita itu yang ia ketahui adalah salah satu cucu dari Mr.Antonio. pemilik kafe yang jadi tempat bekerjanya kini. semua orang sudah tau bahwa keluarga Antonio adalah keluarga kaya yang kekayaanya terdengar hingga Asia. Antonio adalah orang terkaya ke 5 se-asia.

" mas.. pelayan .. " perempuan itu memanggil pelayan sembari mengangkattanganya.

pelayan itu pun menghampiri perempuan itu setengah membungkuk untuk menunjukan rasa sopan kepada cucu pemilik kafe tersebut.

" iya, mau pesan apa nyonya? "

" aku mau pesen sama barista nya langsung dong, bisa? "

" baik nyonya, sebentar saya panggil dulu " pamit pelayan tersebut dan dengan segera menghampiri sang barista.

" li, cucunya pemilik kafe ini mau ketemu lo langsung katanya "

" ketemu gue mas? buat apa? " Ali bertanya dengan nada kaget.

" katanya mau pesen kopi langsung sama baristanya "

" oh gitu, yaudah mas "

dengan perasaan yang tak menentu dan badan yang gemetar Ali menghampiri perempuan itu. bukan hal mudah bagi Ali menghampiri perempuan tersebut. karena ia harus sebisa mungkin menutupi perasaan yang campuraduk bila berhadpan langsung dengan perempuan yang selama 3 bulan ini ia kagumi.

" saya salah satu barista disini , mau pesan kopi apa nyonya? hazelnut coffe seperti biasa? atau Stroberi mint coffee? atau mau mencoba Vanillate? "

Ali menghampiri perempuan itu dan menawarkan beberapa menu kopi yang di sediakan kafe ini.

" oh jadi ini baristanya, katanya kamu jago banget bikin kopi yaa? "

" ya begitulah.. namanya juga barista. tapi gak jago juga sih. biasa aja hehehe " Ali menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. Ali hanya merasa malu dipuji oleh perempuan pujaanya.

" yaudah. aku mau hazelnut aja deh yaa, kaya biasa "

Ali mengangguk mengerti pesanan pelanggan spesial ini. memang Ali lah barista yang selama ini meramu kopi pesanan dari perempuan itu. lalu Ali kembali ke meja barista dengan senyuman yang tersungging di bibirnya.

saat Ali sibuk meramu kopi spesial untuk seseorang spesialnya. seseorang lain yang ternyata sahabat dari perempuan itu datang.

" pril, lama banget sih. gue nungguin lo dari tadi tau gak!! "

" ya maaf, tadi macet banget gila. "

Prilly, itu namanya. Prilly adalah sahabat dari ghina. ya perempuan yang dikagumi Ali adalah Ghina Salsabila Antonio cucu bungsu dari Mr.Antonio. yang ternyata adalah adik dari Billy dan juga Rizky. lebih tepatnya Ghina adalah adik kandung dari Rizky. sedangkan Billy adalah kakak tirinya.

" 1 hazelnut coffee untuk meja nomor 12 " ucap Ali berada ditengah-tengah Prilly dan Ghina.

" ali? " Prilly melihat Ali kaget. setelah melihat Prilly. Ali langsung buru-buru kembali ke meja barista. tapi Prilly langsung menghampiri Ali. sedangkan ghina dibiarkan bingung dengan pemandangan di depanya.

" li please, jangan ngehindar dari gue lagi , jangan bawa-bawa gue dengan masalah Irsyad sama kak Dinda, gue gak tau apa-apa li. sumpah "

" jangan temuin gue lagi. gue.. gak mau ketemu lo lagi. demi apapun, sekarang gue minta lo pergi dari sini! "

" li dengerin gue dulu lah li "

" udah lah pril. please lo pergi "

" keras kepala lo !! "

" pergiiiii !!!!!!!! " dengan setengah berteriak Ali menyuruh Prilly pergi.

" oke gue pergi sekarang. gue cuma mau bilang kalo gue sayang banget sama lo. dan setiap hari gue pastiin gue bakal dateng ke kafe ini. gue cuma mau maaf dari lo dan... cinta lo lagi "

****

seorang laki-laki yang kira-kira usianya setengah abad itu terlihat sedang memeluk dirinya sendiri yang menggigil kedinginan. tubuhnya kurus kering, dan rambutnya yang mulai memutih gondrong tak terawat, bibirnya juga memutih, wajahnya pun terlihat sangat pucat. laki-laki itu duduk di kursi goyang sembari memegang potret seorang perempuan yang selama ini dicintainya, dan perempuan itu lah yang membuatnya tak karuan seperti sekarang ini. laki-laki tua itu seperti sudah tidak mempunyai semangat untuk hidup, setiap hari ia hanya mabuk-mabukan bahkan sesekali menghisap obat-obatan terlarang. laki-laki itu menangis dalam diam. semenjak kehilangan perempuan yang sangat dicintainya itu, hidupnya tak tentu arah, hanya satu alasan  yang membuatnya mampu bertahan sampai saat ini adalah kedua anaknya.

" AYAH.. "

Dinda kaget melihat keadaan rumah yang seperti kapal pecah. botol minuman keras dan kacang berserakan dimana-mana. Dinda memijit pelipisnya prustasi, Dinda tak tau harus dengan cara apa lagi menghadapi ayahnya. semenjak kematian ibunya Dinda, ayahnya sering mabuk-mabukan, dan tak jarang menghisap obat terlarang. ayahnya begitu mencintai ibunya, oleh karena itu saat ibunya Dinda meninggal, ayahnya prustasi. Dinda merasa selain kehilangan ibunya dia juga kehilangan ayahnya. raga ayahnya memang ada disini, tapi hatinya bersama ibunya

" ayah ... "

panggil Dinda lirih.
sementara yang dipanggil cuek saja hanya terfokus pada potret yang kini di pegangnya.

" sampai kapan ayah mau kaya gini terus ? " Dinda menangis melihat keadaan ayahnya yang semakin tak karuan.

" Marcella ... " gumam Ayah Dinda. nama ibu Dinda adalah Marcella. beliau meninggal sejak  2 tahun yang lalu karena penyakit kista yang di deritanya.

" Marcella cantik hahahaha marcella "

ayah Dinda bergumam tak jelas sementara Dinda menangis sejadi-jadinya seraya merapikan rumahnya yang seperti kapal pecah.

lalu Dinda menghampiri ayahnya " ibu cantik banget ya, yah " Dinda menghapus air matanya mencoba melukis senyuman di bibirnya.

" Marcella cantik sekali ..... " ayahnya bergumam lagi.

" Marcella belum mati! MARCELLA BELUM MATI !!!!!!!! " tiba-tiba ayahnya berteriak sangat kencang membuat Dinda kaget.

" Marcella ... MARCELLA BELUM MATI "

Ayah Dinda mencakar kulit tanganya, sambil terus bergumam tak jelas. Dinda hanya bisa menangis melihat sang Ayah yang sekarang layaknya orang stres. Dinda memeluk ayahnya sangat kuat berusaha meredam emosinya.

" ayah jangan nyakitin diri sendiri, Dinda sayang ayah " Dinda menciumi dahi ayahnya lalu mengelus rambut ayahnya dengan sayang.
Dinda menyodorkan kedua tanganya pada ayahnya " ayah cakar aja tangan Dinda, gapapa kok. biar Dinda aja yang ngerasain sakitnya, jangan ayah "

Dinda menggigit bibir bawahnya menahan tangis.
" arghhhhhhhhhhhhh " ayah Dinda malah membanting seluruh isi rumah. Dinda hanya bisa menutup matanya rapat-rapat dab menutup telinganya juga saat itu. Dinda sudah tak tahan menyaksikan semua ini. lalu dia lbergegas ke kamarnya dengan air mata yang banjir membasahi pipi.

" mungkin yang terbaik buat ayah saat ini adalah panti rehabilitasi "

****

" kak iky.... " Ghina menghampiri Rizky ke kamarnya.

sementara Rizky tengah bermain play station dengan earphone yang menempel ditanganya tidak menghiraukan panggilan adiknya tersebut. Ghina merasa gemas dengan kakaknya yang satu ini. Rizky memang sangat cuek dan dingin dengan siapapun. termasuk pada adik satu-satunya itu. tapi dibalik sikapnya itu Rizky menaruh perhatian yang sangat besar pada orang-orang yang di sayanginya, tak terkecuali Ghina.

Ghina melepas paksa earphone yang dipakai Rizky. " ishhh apaan sih lo ah, rese banget " Rizky terlihat sangat kesal diganggu Ghina.

" jangan marah dong.. lagian lo udah gede juga masih main yang beginian " Ghina mematikan play station yang dari tadi di mainkan Rizky. Rizky mengacak-acak rambutnya prustasi.

" Tuhan... punya adek kok begini banget " Rizky berjalan menaiki kasurnya dan membenamkan kepalanya pada bantal.

" kak iky .... " Ghina menarik paksa bantal yang dipakai Rizky

tetapi percuma saja, tenaga Rizky lebih besar darinya. Ghina membuang nafas pasrah, tapi tiba-tiba senyuman tersungging di bibirnya, dia mempunya ide agar Rizky mau mendengarkanya.

" nyebelin lo ah. mending gue ke ka Billy aja "

1

2

" pada kehitungan ketiga, pasti lo bakal nahan gue kak hahaha "
3!!!!

" ehh... tunggu "

Ghina tersenyum penuh kemenangan. Ghina tau bahwa kelemahan Rizky. Billy adalah senjata untuk Ghina. karena ketika kemauan Ghina tidak dituruti Rizky, maka dia mengancam akan memintanya pada Billy. dan tentu Rizky tidak menginginkan hal itu. Rizky tidak mau kasih sayang Ghina akan terbagi nantinya. Rizky sangat menyayangi Ghina, maka dari itu Rizky tidak akan membiarkan Billy merebut perhatian Ghina.

" oke. sekarang lo mau apa? adikku tersayang " dengan senyum yang dipaksakan Rizky berusaha bersikap manis di depan Ghina.

" ishhhh sok manis lo kak hahaha "
Rizky mengelus dadanya berusaha sabar menghadapi sikap Ghina.

" ya terus lo maunya apa bocah ? "

" yang manis dikit dong nanyanya "

" serba salah yaa gue " Rizky mengacak-acak rambutnya lagi tanda prustasi.

" hehehe.. gue cuma mau nanya sih sama lo " Ghina mulai cengengesan. Rizky menaikan alis kirinya.

" nanya apa? to the point deh. jangan berbelit-belit "

" lo pernah jatuh cinta gak kak ? " tanya Ghina dengan pipi yang merah padam seolah malu telah menanyakan ini pada kakaknya.

" hahahaha bocah. lo nanyain cinta sama gue? salah alamat lo !! " Rizky tertawa geli.

" yaudah, kalo gitu gue nanya ke kak Billy aja. sama lo gak seru ah . ngeledek gue mulu " Ghina memanyunkan bibirnya. dan melangkahkan kakinya berniat meninggalkan kamar Rizky.

" gue ... " suara berat itu menghentikan langkah Ghina.
Rizky memegang potret yang terletak di samping ranjangnya dengan getir. difoto itu terlihat foto perempuan berambut sebahu yang sedang ia gendong. mereka memamerkan senyuman, Rizky terlihat bahagia di foto itu.

" gue pernah mencintai seseorang.. bagi gue dia itu segalanya, gue serahin dan gue korbanin apa-apa yang gue punya, cinta, sayang, perhatian, waktu, semuanya buat dia. dia ngebuat hidup gue berwarna. saat itu, satu-satunya ketakutan terbesar gue adalah kehilanganya. gue takut banget kehilangan dia Ghin, gue slalu mencoba jadi yang terbaik buat dia, gue slalu berusaha ada buat dia, bahkan gue udah gak peduli sama diri gue sendiri, karena yang gue prioritasin saat itu cuma dia. sampai pada akhirnya ketakutan terbesar dihidup gue terjadi juga. dia ninggalin gue, gue kehilangan dia, dia lebih memilih laki-laki lain yang gue gak tau sejak kapan laki-laki itu hadir di kehidupan dia. dan semenjak itu, gue gak mau jatuh cinta atau ngejatuhin hati gue pda siapapun "

****

Jarum jam menunjuk ke angka 10, terdiam di pojok bar seorang wanita cantik dengan baju berbelahan dada rendah dan lipstik merah yang menghiasi bibirnya, warnanya sangat khas. wanita itu menampan dua gelas tequilla yang jadi pesanan salah satu pelanggan nya.
Bar kecil itu sepi dengan nuansa pencahayaan remang-remang. alunan musik jazz mengalun lembut dari sudut ruangan.

Tiba tiba seorang pria tampan berambut sedikit agak gondrong datang masuk. Dia memesan satu shot cognag sambil memberikan secarik kertas lalu membisikan sesuatu ke telinga pelayan laki-laki disana.

Pelayan itu langsung melangkah menjauhinya dan memberikan kertas itu ke wanita yang sedang memberikan minuman kepada pelangganya.

" dari siapa? " Dinda bertanya pada pelayan itu. pelayan itu hanya menunjuk seseorang yang tengah berdiri di pintu bar. seketika dahi Dinda mengernyit, Dinda hanya melihat punggung laki-laki yang ditunjuk pelayan tadi.

" maaf, siapa ya? "
Dinda mendongakkan kepalanya, menatap sosok di depannya dengan teliti. laki-laki itu berbalik badan, dan kini Dinda dan laki-laki itu berhadapan.

" kamu lagi? "

Dinda melihat sosok yang tidak asing lagi baginya. laki-laki itu adalah laki-laki yang pernah menyelamatkanya tempo hari, dan laki-laki yang telah mengirimkan uang dengan jumlah yang fanstastis secara cuma-cuma ke nomor rekeningnya. Dinda mengamati laki-laki itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. memang Dinda akui, laki-laki itu sangat tampan. Dinda menatap laki-laki itu di bagian matanya secara intens. laki-laki itu mempunyai mata yang teduh.

menatap matanya membuat Dinda merasa hangat. lalu laki-laki itu berbalik mengamati Dinda dari atas hingga bawah, laki-laki itu menggelengkan kepalanya melihat penampilan Dinda, lalu dia membuka jaket baseball yang dipakainya dan di lemparkan kepada Dinda.

" pake tuh! gue ngeri liatnya. gue gak terima kalo lo sampe di apa-apain sama cowok brengsek di sini "
Dinda menatap laki-laki itu dengan tatapan bingung lagi.

" kamu siapa sih ? "

laki-laki itu tersenyum, lalu berbalik badan memunggungi Dinda.

" gue? calon suami lo! " ucapnya datar

Dinda menganga, sekaligus kaget dengan pernyataan laki-laki tadi. dalam dua hari ini ada 2 laki-laki yang mengaku sebagai calon suaminya. bagaimana bisa?

" maksud kamu? kamu siapa sih? kok kenal aku? terus calon suami? kamu calon suami aku? aku kenal kamu aja enggak. "

" bingung, kemarin di pesta tunangan Irsyad juga ada yang ngaku-ngaku calon suami aku. ada apa sih ini sebenarnya? " ucap Dinda lagi setengah berbisik.

" APA ?? siapa yang ngaku-ngaku calon suami lo selain gue? siapa " tanya laki-laki itu kaget. Dinda sedikit kaget dengan suara laki-laki itu yang meninggi. Dinda semakim bingung dengan semua ini.

" tau namanya juga enggak "

" SIAL " umpat laki-laki itu.

" kamu kenapa sih ? "

laki-laki itu.membuang nafas kasar, mulai mendekati Dinda, mengarahkan bibirnya tepat di telinga kanan Dinda.

" inget ya, yang calon suami lo itu cuma gue!! lo jangan macem-macem sama gue. dan lo bukanya udah gue larang buat kerja di tempat murahan kaya gini? uang yang gue kasih kemaren apa kurang? kalo kurang lo tinggal bilang, nanti gue transfer ke nomor rekening lo yang biasa!

" enggak. jangan mentang-mentang kamu kaya kamu bisa seenaknya ya sama aku! aku bukan calon istri siapa-siapa. dan masalah uang. nanti bakal aku balikin ke kamu "

" cishhhh cewek murahan gak tau di untung " laki-laki itu tersenyum kecut.

PLAAAAAAAKKK!!!!

tamparan mendarat tepat di pipi kanan laki-laki itu. laki-laki itu memegang pipinya kesakitan, sedangkan Dinda menatapnya tak suka.

" dengar ya! kamu gak tau apa-apa tentang aku, jadi jangan ngejudge orang sembarangan!!" Dinda merongoh tas nya dan mengeluarkan amplop berwarna kuning pada laki-laki itu

" 95 juta. sisanya bakal aku kembaliin secepatnya "

Dinda berlalu meninggalkan laki-laki itu. laki-laki itu dibiarkan mematung sembari memegang pipinya yang masih terasa sakit.

" sialan.. "

*****

Ini sudah mangkuk es krim kedua yang Dinda lahap malam itu, tak peduli Dinda sudah 2 jam duduk di kedai ini. Pelayan tua kedai itu kadang sesekali memalingkan tatapannya dari Koran pagi harinya kearah Dinda. Mungkin dia pikir Dinda kurang waras, di cuaca sedingin ini dan sedang hujan deras diluar sana, ada gadis yang masih menikmati es krim sampai mangkuk kedua, mungkin akan ada mangkuk yang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Dinda  tak peduli.

kedai ice cream ini memang buka sampai jam 12 malam, dan memang Dinda sering menghabiskan waktunya di kedai ini. setelah bertemu dengan laki-laki asing di Bar tadi, membuat fikiranya terasa pusing. dan memilih pergi meninggalkan pekerjaanya. Dinda rasa dia sudah tidak mood untuk bekerja.

Hap, sendok demi sendok Dinda nikmati, tatapanya hanya menatap kosong pada suatu titik sembarang di sudut kedai itu. kenangan demi kenangan Dinda putar di pelupuk matanya, seperti komedi putar yang sedang memutar scene demi scene. Membuat hati Dinda campur aduk dan sedikit sesak. Me-rewind semua rutinitas gila makan es krim ini dari mana asalnya, kalo bukan dari dirinya.

1 tahun yang lalu. Di kedai es krim yang sama.

Wajahnya yang sedikit pucat dan tirus, rambut nya yang agak panjang, sedikit berantakan, Irsyad tersenyum menatap Dinda penasaran, menunggu pendapat Dinda tentang rasa es krim yang barusan Dinda cicipi.

“Gimana?” tatapnya penasaran, air mukanya mulai serius melihat ekspresi Dinda yang mengerutkan dahi seperti ada yang salah dengan es krim yang Dinda makan.

“Tunggu!” jawab Dinda sambil memutar mata seolah berfikir serius mendikripsikan Sesuatu yang sedang lumer dilidahnya, lalu Dinda coba sesendok lagi, sok-sokan laganya seperti tester sejati.

“Enaak !!” Seru Dinda.
Irsyad tersenyum kecil dan menjewer pipi Dinda protes melihat ekspresinya yang menipu. Dinda lantas mengerenyit sambil mengusap pipinya yang dijewer Irsyad.

" kenapa sih aku belum bisa lupain kamu syad ? "

" gak tau harus dengan cara apa lagi aku ngelupain semua tentang kita "

" kamu dengan mudah ngelupain semuanya. sedangkan aku? aku sendiri gak yakin bisa lupain kamu "

Dinda membenamkan wajahnya di meja. dan Dinda baru sadar kalau dia sedang memakai jaket baseball yang di berikan laki-laki arogan tadi.

" cishhh... kenapa aku lupa balikin jaketnyaaaaaaaa !!! " Dinda menggerutu.

Dinda lupa mengembalikan jaket base ball itu ke laki-laki tadi. Dinda mencium bau jaketnya. satu kata, wangi. bahkan wanginya membuat Dinda merasa nyaman mengenakan jaket itu. jika Dinda mengingat tentang laki-laki itu perasaan nya langsung bingung memikirkan tentang siapa laki-laki itu dan apa maksud semua pemberian dan perhatianya.

" kamu siapa sih? " fikir Dinda bingung.

tiba-tiba datang 3 orang laki-laki dengan badan kekar dan tato yang memenuhi tubuhnya. 3 laki-laki itu seperti preman. mereka mengenggam botol minuman dan berjalan sempoyongan menghampiri Dinda yang tengah sendirian.

" hay cantikkk.... " goda salah satu preman berjaket lepis tanpa lengan seraya menyentuh dagu Dinda.
Dinda terkesiap, wajahnya menunjukan ekspresi takut. laki-laki tua pemilik kedai ice cream itu tidak bisa apa-apa. dia hanya bersembunyi di balik dinding menatap Dinda yang tengah di goda para preman yang sedang mabuk.

" jangan sentuh aku .. " Dinda memundurkan langkahnya. menghindari preman itu.

" kok malem-malem gini sendirian sih. abang temenin ya hahaha " preman yang satunya lagi tertawa menggoda Dinda.
Dinda semakin ketakutan, keringat di dahinya mulai bercucuran, nafas nya berpacu sangat kencang.

" layani kami dong hahaha " ucap preman yang ketiga, badan nya sangat besar dan kekar membuat Dinda semakin takut.

" tolong jangan ganggu aku ... "
Dinda memohon pada ketiga preman itu. para preman itu saling bertatapan satu sama lain seperti memberi isyarat untuk melakukan sesuatu pada Dinda.

" jangan ganggu calon istri saya !! "

tiba-tiba seorang laki-laki yang baru saja turun dari mobil Alphard berwarna putih datang menghampiri Dinda dan ketiga preman itu. Dinda ketakutan dan langsung bersembunyi di balik badan laki-laki itu.

" dia lagi ??? " gumam Dinda dalam hati.

" hajar mereka "

perintah laki-laki tampan berjas putih rapih pada 3 orang berbadan kekar lainya. ketiga pria itu berkacamata hitam dan memakai baju yang serba hitam layaknya bodyguard.

mereka pun mengangguk melaksanakan perintah laki-laki itu dan mulai menghajar ketiga pereman.

terjadilah baku hantam diantara mereka.

sementara Dinda terlihat masih sangat ketakutan dan secara tidak sadar dia langsung memeluk laki-laki iti dengan erat, hingga laki-laki itu sulit bernafas. laki-laki itu mengerti akan ketakutan Dinda, dan membelai rambut Dinda berusaha menenangkanya.

" tenang aja, ada aku disini "
laki-laki itu tersenyum. seketika Dinda melonggarkan pelukanya, laki-laki itu bernafas lega.

" kamu slalu ada di saat yang tepat, makasih yaa " ucap Dinda di tengah ketakutanya. laki-laki itu mengangguk pelan. dan berganti memeluk Dinda tak kalah eratnya

" aku anter kamu pulang "

Eye To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang