~♥️~
'No one can make you feel inferior without your consent.'
—E. Roosevelt.
.
.
.Sasuke menikmati sarapannya di Istana megah miliknya. Fugaku datang dan menyerahkan sebuah amplop coklat didepannya. Lalu pria itu ikut bergabung bersama Sasuke.
"Itu biaya untuk keperluan sehari-harimu." Kata Fugaku sambil memakan rotinya. Sasuke tak bergeming dari tempatnya, bahkan untuk sekedar melirik saja ia enggan.
"Son, aku harus pergi dan kembali enam bulan lagi." Tersenyum tipis, dia mengacak rambut Sasuke, dan langsung mendapat tepisan kasar dari pemuda itu.
"Kau tidak pamit dengan haha?" Tanya nya."Tak ada gunanya, kau tau itu sia-sia."
"Tapi, dia istrimu!" geramnya. Fugaku berjalan mendekati Sasuke, "Aku tau, maka itu aku memberikan uang untuk kalian, apa itu masih kurang?""Aku tidak membutuhkan apapun. Aku bisa menghidupi diriku!" Teriaknya. "ah aku lupa kau kan direktur di Sharingan Corp." katanya dengan nada meremehkan. "Sudahlah nak, tak ada gunanya berdebat." Fugaku melangkah pergi meninggalkan Sasuke yang dongkol setengah mati.
"Suatu saat aku akan membunuhmu." Desisnya lalu mengambil ranselnya dan berangkat menuju UBK.Sasuke menatap sekeliling yang masih sepi, tentu saja sepi, lagian siapa yang mau datang di waktu subuh hari. Ia memilih menuju atap dan menatap terbitnya matahari. Manaiki tangga perlahan lalu membuka pintu berwarna hijau itu.
Masih gelap, tapi ia yakin sebentar lagi.Jam tanda pelajaran berbunyi, menandakan dirinya agar dia segera masuk kekelas. Dengan langkah malas dia menuruni tangga.
Suasana kelas yang sepi kini ramai oleh makhluk yang bernama manusia. Pemuda itu menghampiri meja disebelah pemuda kuning, "Teme!" Teriak Naruto lebay. Sasuke yang jijik mendengarnya memilih mengabaikan anak dari Minato itu.
"Teme, kau dengar tidak sih." Ujar Naruto yang merasa diabaikan. "Hn." Gumamnya tidak jelas. "Teme, kau tau kan pertandingan basket bulan depan?"
"Hn. Kenapa?" Sasuke masih asik dengan novel sakunya. "Tim kita akan ikut kan?" Sasuke tampak berpikir sejenak. Lalu mengangguk. Naruto berteriak senang, Sasuke yang risih mendengarnya melempar sebuah penghapus ke kepala kuning itu. "Ittai yo Teme." Ringisnya.~♥️~
Sasuke memasuki kamar milik ibunya. Ia terkejut dengan kondisi ibunya. Ibunya terbaring ditempat tidur tampak sulit bernapas. Sasuke meletakkan makanan ke atas meja disamping tempat tidur, lalu menghampiri ibunya dengan panik. Ibunya pingsan ketika dia belum sempat bertanya.
Dengan sigap Sasuke membawa Mikoto keluar rumah dan melihat pamannya, Obito baru saja mengeluarkan mobil.
"Ada apa Sasuke?" Tanya Obito ketika melihat Sasuke didepannya.
"Haha, dia butuh kerumah sakit." Kata Sasuke panik.
Dengan tergesa-gesa Obito membuka pintu belakang mobilnya. "Aku akan mengantarmu." Sasuke mengangguk sekilas lalu masuk kedalam mobil.Menatap tidak sabaran di sepanjang jalan, keringat yang membanjiri pelipisnya, dia tidak ingin kehilangan ibunya. Ia tidak tau bagaimana ini bisa terjadi. Yang terpenting baginya adalah melihat ibunya selamat.
Begitu tiba dirumah sakit, Mikoto langsung dibawa keruang UGD. Ia mengucapkan terima kasih pada pamannya. "Arigatou, Oji-san." Obito menepuk bahu Sasuke pelan, "Tidak masalah. Kau tau, aku yang terbaik, jika perlu apa-apa hubungi aku." Dia tersenyum lebar. Sasuke mengangguk.
Setelah Obito pergi ia mengirim pesan pada Naruto kalau dia tidak bisa hadir. Naruto membalas pesannya bertanya kenapa ia tidak bisa hadir, tapi Sasuke hanya mengabaikannya. Ia berjalan mondar-mandir dikoridor rumah sakit, berharap dokter menemuinya dan mengatakan, 'Ibu anda baik - baik saja' sepertinya dewi fortuna tidak memihaknya sekarang, begitu dokter keluar dia langsung menghampiri pria berjas putih itu. "Ba... Bagaimana dok?" Dengan gugup dia bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE is NOT MY STYLE (COMPLETED)
RomanceSasuke, sang pangeran es yg susah ditaklukan dan tak percaya dengan cinta, selalu menganggap cinta adalah hal yang tidak sesuai dengan gayanya, hingga seorang gadis datang dan perlahan mengubah hidupnya.