BAB V INDAH PRAMUSTIKA

19 10 0
                                    

Dulu memang kondisi Ian jauh dari kata kemewahan, menengah pun tidak. Tapi kini kehidupan keluarga Ian pun perlahan mulai membaik. Kini ibu Ian mulai membuka tokok kecil-kecilan dan Ayah Ian sudah bekerja menjadi karyawan tetap di daerah Karawang. Dengan 2 sumber penghasilan itulah mereka mulai menata hidupnya kembali.

Semua itu tak lepas dari jasanya Ian. Mirna bisa membuka tokok berkat modal yang didapatkan ian dari hasil ngebandnya di cafe shandtya dan supriadi bisa bekerja berkat bantuan ayah sahabatnya Dika. Bukan hanya itu saja. Indah sang adik pun memutuskan untuk bekerja. Walau sebenarnya Ian melarangnya, namun kebulatan indah meluluhkan hati kakaknya dengan sebuah syarat. Syaratnya yaitu prestasi indah tidak boleh turun dan harus mengikuti jejak kakanya Ian. Indah pun menyanggupinya. Akhirnya Ian meminta kepada Sandtya untuk menerima indah di cafe pribadinya dan tentu saja Sandtya pun menerima permintaan sahabatnya itu.

Berkat semua itulah kini ekonomi keluarga Ian sudah berada di kelas menengah. Terbukti dengan sekarang Ian memiliki motor sendiri. Motor yang di pakai untuk membonceng Itha. Walaupun masih cicilan, namun itu murni hasil kerja keras Ian tanpa campur tangan orang tuanya.

Indah pun kini sudah bisa membeli sepeda dari hasil kerjanya di cafe Sandtya. Indah kini kelas XI SMA di sekolah yang sama dengan kakaknya, dan tentunya kini Ian menginjak kelas XII SMA. Indah sekolah sembari kerja paruh waktu. Indah sudah bekerja di cafe sekitar 3 Tahunan tepatnya semenjak kelas 3 SMP berbarengan dengan kedua orang tuanya. Sedangkan Ian sudah bekerja di cafe ketika kelas 3 SMP tepatnya saat indah kelas 2 SMP. Semua itu tak lepas dari jasa ketiga temannya saat itu.

Indah ingin membuktikan kepada keluarganyad dan seluruh tetangganya. Bahwa orang miskin pun bisa untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan merubah strata hidupnya. Walaupun bekerja paruh waktu ia sebisa mungkin untuk menjaga prestasinya. Terbukti dengan ia yang selalu mendapatkan pringkat terbaik di kelasnya. Itu semua berkat bimbingan dari kakaknya. Indah ingin seperti kakaknya. Ia memiliki ambisi yang sama dengan kakaknya.

Tak beda dari kakaknya Indah pun masuk jurusan MIA. Jurusan MIA yang banyak dihindari oleh kebanyakan orang normal karena kesulitan materinya terutama Fisika yang membingungkan otak. Pagi itu tepatnya pada hari Senin, 26 Desember tepatnya hari setelah malam jadiannya Itha dan Ian. Hari itu sebenarnya Indah ingin ikut kakaknya naik motor. Namun kakaknya memutuskan untuk menjemput Itha dengan motor barunya.

Tak seperti biasanya, kini kakaknya mau membawa motor ke sekolah. Walau sebenarnya Indah ingin ikut, namun ia mengerti apa yang di inginkan kakaknya dan Indah membawa sepedahnya seperti biasanya. Walau hati kecilnya ingin ikut kakaknya namun indah mencoba mengerti kakaknya. Indah sadar baru kali ini kakaknya memiliki senyum seperti itu lagi setelah hancurnya hubungan kakaknya ketika smp dulu. Ia pun mendukung hubungan Kakaknya dengan Itha asalkan kakaknya kembali tersenyum.

Hari itu tiba-tiba turun hujan. Indah yang bersepeda pun memutuskan untuk berteduh di halte terdekat. Dalam angannya andai tadi ikut kakaknya mungkin ia sekarang sudah berada di sekolanya. Namun ia mencoba menghilangkan apa yang sedang dipirkannya saat itu.

"Duh, Apes banget. Kok tiba-tiba turun hujan sih. Pasti ini gara gara Kakak bawa motor jadi deh hujan," Indah yang kesal akan hujan tiba-tiba saja senyum mengingat kakaknya yang tak biasanya membawa motor.

"Sudahlah, semoga aja kakakku kembali ke jati dirinya yang dulu. Kakak yang super keren bukannya kakak yang selalu diam dan penyendiri."

Jam menunjukan 06.40, sedangkan masuk KBM jam 07.30. Indah semakin gelisah karena ia tak membawa jaz hujan.

Tiba-tiba sebuah sedan merah berhenti tepat di depan sepedahnya. Indah seperti mengenal mobil itu. Lelaki dengan jaz kulit berkerudung itu turun dari sedan mewahnya. Ia berlari dari mobil menuju Indah mengenakan jaznya. Laki-laki itu membuka jaznya dan menuntunnya masuk kedalam mobil. Tentu saja laki-laki itu membukakan pintu untuk indah sambil memayunginya dengan menenakan jaketnya

"Sepedaku."

"Sepedamu?"

"Ia Sepedaku gimana?"

"Sudah nanti biar Dika yang urus."

"Tapi kak?"

"Udah nurut aja sama aku."

"Kak Dika Mah gitu."

"Jangan cemberuh dong, cantinya ilang tuh." Indah masih diam menatap jalan kota Bandung yang terselimuti guyuran air hujan.

"Oh ya, Please jangan panggil aku kakak. Panggil aja Dika. Ya, walau pun kamu adik kelasku tapi kita seumuran."

"Oke deh Kak, Eh Dik. Duh... gak enak kak"

"Biasain aja ya."

"Ia deh."

"Udah. Tenang aja, gak bakal ilang kok sepedanya. Lagian aku udah panggil orang buat ambil sepeda mu."

"Ia deh, awas ya klo ilang. Pokonya ganti mobil," Indah mengeluarkan senyum manisnya,

"Et dah... Mobil? Sekalian aja pesawat gitu atau kapal pesiar biar bisa maju saat hujan gini."

"Mmm... boleh juga."

"Waduh."

Mereka tampak tertawa mencoba membutyarkan keheningan hujan saat itu sampai ke sekolahnya. Mereka nampak bercanda seolah tak ada jarak diantara mereka. Wajar saja Dika nampak mendekati Indah dari sejak Indah bekerja di cafe Sandtya. Namun keduanya belum nampak mau mensriuskan hubungan mereka. Bagi orang yang melihat sih menduka bahwa antara Dika dan Indah memiliki hubungan spesial di antara mereka begitupun yang dirasakan oleh Ian dan seluruh anggota Bandnya. Tapi nyatanya antara Dika dan Indah tidak ada hubungan special. Mereka hanya dekat saja..

Mungkin suatu saat Dika akan move on ke Indah. Dan jika itu terjadi Ian sudah mendukungnya sedari dulu karena melihat perubahan Dika yang sudah tak menjadi playboy lagi dan urakan seperti ketika masih SMP. Sekarang Dika lebih keren, tampan dan lebih baik. Walaupun kebenarannya Dika selalu dikelilingi cewek. Semua itu karena pesona Dika yang mampu memikat cewek-cewek di sekitarnya, Dika hanya menanggapi mereka sebagaimana mestinya.

***

Apa Itu Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang