CHAPTER 1 - Menjauh

14.6K 1.1K 8
                                    

Holla ^_^ Lama tak bersua.

Maaf ya lama update nya. Seperti biasa, selamat membaca. Semoga kalian suka.

Terima kasih atas vote and comentnya.

Part ini ada sedikit yang saya rubah dari yang lalu, tapi mungkin nggak kentara ya kecuali bagi saya sendiri. Hehehe. Sampai jumpa di chapter selanjutnya :*

*************************************************************************************

Biarkan aku dengan lukaku sendiri.

Seperti anjing yang menjilati lukanya dalam diam.

Mungkin kalaupun ia mendengking kesakitan, tidak akan ada yang peduli.

Suara angin terdengar seperti siulan dari jendela kaca kamar Lea.

Gadis itu sendiri belum tidur. Ia sedang memeriksa e-mail Pak Ganda, karena bossnya itu besok harus menghadiri seminar di luar kota. Dan sebagai sekretaris, seharusnya tugas Lea itu telah dikerjakan sejak tadi di kantor.

Yaelah, Pak! Pakai lupa segala kalau besok keluar kota, malah e-mail klien panjang lebar gini. Mending kalau cuma satu klien, ini sih lumayan banyak. Aku yang sekarang harus beresin satu-satu. Lea merutuk dalam hati karena sifat pikun atasannya.

Sebagai sekretaris Manajer Pemasaran, Lea memang memiliki akses penuh untuk melihat berbagai data penawaran setiap klien perusahaan. Dan sebagai orang kepercayan Pak Ganda, Lea bahkan memiliki akses untuk menjawab surat dan pesanan dengan menggunakan nama bosnya tersebut.

Konsentrasinya meneliti sebuah berkas penawaran terpecah ketika mendengar suara deru halus mesin mobil. Entah kenapa, Lea bisa begitu hapal dengan suara tersebut. Padahal suara itu jarang terdengar karena pemiliknya tidak sering-sering datang. Namun Lea masih tetap bisa mengenalinya seketika.

Gadis itu beranjak ke jendela, menatap ke arah mobil sedan yang memasuki halaman rumah di seberangnya.

Kak Arlan datang. Lea membatin sambil terus menatap sampai pintu gerbang itu kembali menutup.

Lea menggelengkan kepala, mengusir pikiran dari benaknya. Lalu kembali menekuni laptop dan berkonsentrasi pada dokumen di sana. Kemudian melanjutkan pekerjaannya menjawab e-mail. Syukurlah itu adalah e-mail terakhir malam ini.

Lea menyimpan laptopnya, lalu mematikan lampu dan berusaha tidur.

***

"Nggak menginap saja? Sudah malam, lho," ucap Ardi Rahardiansyah yang disambut dengan anggukan penuh harap dari Landira, istrinya.

"Nggak usah, Mah. Kalau menginap malah besok berangkatnya kejauhan dari kantorku," tolak Arlan.

Landira menggerutu mendengar jawaban putra semata wayangnya. "Kamu kenapa sih pilih apartemen jauh dari tempat kita? Udah nggak sayang ya sama Mamah?"

"Kan rumah ini jauh dari kantor cabang tempatku kerja, Mah. Kalau apartemen yang aku pilih justru dekat sama kantorku," jelas Arlan.

Kedua orang tuanya tidak mempunyai alasan lagi untuk membantah. Sejak kembali ke Indonesia, Arlan memang memegang anak perusahaan milik papahnya. Rumah orang tua Arlan dekat dengan kantor utama. Sedangkan apartmen yang dipilih Arlan dekat dengan kantor cabang yang kini di tempatinya.

Arlan menaiki mobil setelah melambai kepada papah dan mamahnya.

"Pikirkan tawaran Papah!" seru papahnya sebelum Arlan melajukan mobil keluar. Permintaan papahnya adalah agar Arlan pindah ke kantor utama dan mulai mengambil alih tugas papahnya sebagai direktur utama.

HOME (One shot - Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang