CHAPTER 8 - Migrasi

11.1K 810 22
                                    


Mig-ra-si:

Perpindahan penduduk dari satu tempat (negara dan sebagainya) ke tempat (negara dan sebagainya) lain untuk menetap.


Lea sepenuhnya yakin ia sedang bermimpi. Dalam mimpi ini, Arlan memeluknya erat. Pria yang dicintainya secara diam-diam itu mencium rambutnya, kemudian menyurukkan kepala ke tengkuk Lea. Dan Lea tidak mau terbangun dari mimpi indah ini.

Ia mengerti bahwa perlakuan manis seperti memeluk atau membelai bahkan mencium kening mungkin wajar dilakukan Arlan padanya, karena memang seperti itulah mereka saat kecil. Tapi berbaring bersama dalam pelukan pria itu, selamanya hanya akan menjadi mimpi yang tidak mungkin terwujud.

Perlahan Lea dapat merasakan sinar mentari mulai menembus gorden kamarnya. Secara malas-malasan ia mulai membuka mata, menyadari mimpi indahnya akan segera berakhir.

Hal pertama yang disadarinya adalah gorden kamarnya dengan bias cahaya yang biasa. Yang tidak biasa adalah beban yang melingkari perutnya. Lea mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, mengira ia akan segera terbangun. Namun nihil, sehingga ia mencoba menggerakkan tubuhnya dan berbalik.

Pemandangan Arlan yang setengah telanjang dan terlelap dengan damai menyambutnya. Pria itu nampak tampan dan sangat polos saat tertidur seperti itu. Lea kembali mengedarkan pandangan, memastikan bahwa ini benar kamarnya dan ia tidak tidur sambil berjalan hingga berakhir di pelukan Arlan.

Yap, ini kamarku. Apa mungkin Kak Arlan yang ngelindur sampai sini?

Tidak seperti seminggu lalu ketika ia terbangun dalam pelukan Arlan di sofa, Lea berusaha mengendalikan dirinya agar tidak histeris. Ia beringsut menjauh, bermaksud melepaskan diri dari rangkulan Arlan. Namun baru beberapa senti jarak mereka, Arlan justru menarik kembali tubuh Lea dalam pelukannya. Terdengar geraman tidak senang dari Arlan. Tapi ketika tubuh Lea sudah sepenuhnya tenggelam dalam pelukannya, Arlan justru menghembuskan napas seakan puas dan nyaman. Seakan tempat Lea memang seharusnya disana.

Lea melirik ke jam dinding, menyadari beberapa menit lagi alarmnya akan segera berbunyi. Jadi ia memutuskan kembali memejamkan mata, membiarkan beberapa menit berharga ini dengan berpura-pura bahwa mereka lebih dari teman masa kecil atau adik-kakak.

***

Suara lagu barat yang tidak terlalu Arlan kenali terdengar memekakkan, secara mengejutkan membangunkannya dari tidur nyenyak pertama dalam seminggu ini. Arlan bergegas membuka mata, pandangannya berkeliling mencari sumber suara itu. Handphone Lea rupanya asal dari bunyi itu.

Pemilik handphonenya sendiri kini ikut bangun dan mematikan alarm itu. Kemudian Lea menatap Arlan dengan sebelah alis yang terangkat.

"Lagu apa sih itu tadi, Le?" tanya Arlan, yang kini sudah kembali membaringkan kepalanya dan mulai menutup mata.

"Immagination, punyanya Shawn Mendes," jawab Lea. Gadis itu sendiri kini sudah sepenuhnya duduk, menanti Arlan sadar bahwa ia salah kamar.

"Oh," gumam Arlan singkat. Tangannya kembali terulur untuk memeluk Lea. Gadis itu membelalak, menghindari pelukan Arlan dan akhirnya turun dari tempat tidur.

"Kak, bangun dong. Kakak salah kamar nggak sadar juga, ya?" tanya Lea.

"Nggak salah, Le. Kakak memang pindah kesini mulai sekarang," jawab Arlan, akhirnya memutuskan bangun dan duduk bersandar di kepala tempat tidur.

Demi Dewanya orang ganteng, itu rambut berantakan kok malah bikin tambah cakep sih. Lea menggerutu dalam hatinya.

"Pindah kesini mulai sekarang? Memang kamar kakak kenapa?"

HOME (One shot - Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang