CHAPTER 11 - Kompromi

9.9K 781 25
                                    

Tentu saja ada yang salah dengan hubungan kita.

Mungkin karena kita yang sudah gila.

Atau kita hanya dua orang paling tolol di dunia.

Seorang wanita cantik berjalan menuju ke ruangan direktur. Nanda segera menyambutnya dan mereka berbincang sejenak sebelum akhirnya mengantarkan wanita itu ke ruangan Arlan.

"Akhirnya kamu setuju juga pindah kesini," sapa Arlan begitu wanita itu masuk.

"Ya, kan perintah Bapak," sahut Meta, sekretaris Arlan sewaktu di kantor cabang yang akhirnya bersedia ditarik ke kantor pusat setelah beberapa kali dibujuk oleh Arlan.

"Kamu yakin Dewi bisa gantiin kamu?" tanya Arlan.

Meta nampak ragu sejenak sebelum menjawab. "Bisa kok, Pak," jawab Meta akhirnya.

"Setahu saya Dewi pintar dan cekatan. Apa yang bikin kamu kelihatan ragu gitu?" tanya Arlan lagi.

Meta nampak salah tingkah sebelum akhirnya menghela napas. "Dewi kayaknya kurang akur sama Pak Kevin," jawab Meta sambil nyengir. Tawa Arlan meledak seketika.

"Iya juga, ya. Dewi ketusnya minta ampun, kerja dengan Kevin yang kegenitan." Arlan membayangkan nasib sahabatnya itu.

"Semoga kantornya nggak hancur karena dua orang itu," Arlan bergidik pelan.

"Aamiin," sahut Meta khidmat.

Dan mereka kembali tertawa, bersamaan ketika pintu tiba-tiba terbuka. Lea masuk sambil mengangkat Alis melihat Arlan tertawa dengan wanita yang tidak ia kenal. Bukannya apa, Arlan kalau bersama orang lain selalu terkesan dingin dan kaku. Hanya bersama Lea dan beberapa staf yang telah dikenalnya cukup lama lah pria itu nampak pernah tersenyum.

"Maaf, saya nggak tahu kalau ada tamu. Tadi Mbak Nanda lagi ke toilet kayaknya, jadi saya langsung masuk," ucap Lea.

"Nggak masalah. Kenalin ini Meta. Meta, ini Lea, sekretaris manajer marketing," ujar Arlan.

"Oh. Saya ingat! Mbak yang kirim bekal pakai doraemon pink kan? Saya sempat lihat Mbak waktu turun ke lobby dan resepsionis kasih bungkusan itu ke saya," seru Meta seketika.

"Oh, iya. Halo, Mbak," Lea menawarkan jabat tangan yang diraih Meta dengan semangat.

"Saya penasaran berat lho siapa yang kirim bekal aneh gitu buat Pak Arlan. Itu dari mbak sendiri?"

"Ehem!" kedua wanita itu menoleh pada Arlan yang tampak menatap tajam pada Meta. Gadis itu kembali salah tingkah.

"Maaf, Pak. Saya akan keluar cari Mbak Nanda dan mulai kerja sekarang," Meta menunduk sambil menyembunyikan cengirannya dan bergegas keluar setelah melambai pada Lea.

"Kok dia bisa tahu isi bungkusanku? Kakak buka di depan dia?" tanya Lea.

"Iya, kakak kan nggak tahu kalau itu dari kamu. Sekarang kamu bawa apaan?" tanya Arlan.

Lea membuka bungkusan yang ia bawa dan mengeluarkan isinya, lalu menyodorkan pada Arlan. "Selamat makan siang," ucap Lea.

"Demi Tuhan, Le. Sejak kapan Olaf nya Frozen jadi warna pink begini? Penghinaan kamu!" seru Arlan.

"Kakak sendiri ngapain kemarin pesan nasi kuning bentuk Olaf buat sarapanku?" balas Lea.

"Kuning. Bukan Pink, Lea! Seenggaknya kuning itu warna universal, kalau gini Olaf jadi ngondek dong," protes Arlan.

"Biarin, sengaja biar kakak sebel," ejek Lea.

"Guys? Are you five?" sebuah suara menginterupsi perdebatan tidak bermutu mereka.

HOME (One shot - Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang