CHAPTER 4 - Pak & Kak

11.3K 949 25
                                    

I keep craving, craving

You don't know it, but it's true

Can't get my mouth to say the words they wanna say to you

(Shawn Mendes – Imagination)

Aroma kopi di tengah hujan adalah salah satu candu bagi Lea. Menenangkan serta memberikan semangat. Setangkup sandwich masih untuh tak tersentuh dihadapannya. Lea justru menikmati makan siang dengan menatap hujan dari balik mejanya yang terletak tepat membelakangi jendela. Kursinya diputar membelakangi pintu masuk, sehingga ia dapat dengan leluasa memandang keluar jendela.

Ada kasak kusuk di perusahaan hari ini. Salah satunya tentang asumsi kenapa Pak Ardi tiba-tiba pingsan kemarin. Tidak ada yang memberikan penjelasan, termasuk Nanda sekretaris pribadi Pak Ardi.

Tapi Lea tahu yang sebenarnya. Yaitu penyakit jantung yang selama ini tidak diketahui banyak orang tiba-tiba kambuh. Pak Ardi selalu terlihat sebagai orang yang sangat sehat sejauh ini. Sehingga fakta bahwa ia bisa tiba-tiba pingsan tentu mengejutkan banyak pihak.

Lea sendiri hampir tidak bisa percaya ketika pertama kali diberitahu Landira beberapa hari lalu. Kemudian dengan entengnya Lea mengira bahwa diagnosa itu mungkin hanya diagnosa biasa, dan tingkatan penyakit jantung yang diderita Om Ardi tidak terlalu parah. Pingsannya Om Ardi kemarin ketika sedang makan siang bersama klien membuktikan bahwa penyakit apapun tidak bisa dianggap enteng.

Kasak kusuk lain yang bahkan lebih penting adalah tentang siapa yang akan mengambil alih kepemimpinan sementara Pak Ardi kini dirawat. Wakilnya, Pak Danu sialnya sedang dikirim ikut Seminar bersama Pak Ganda di luar kota. Jadi semua orang bisa menduga, satu-satunya calon berpotensi yang akan menempati posisi pemimpin tidak lain dan tidak bukan adalah: Arlan Rahardiansyah.

Lea tidak siap menghadapi fakta itu. Jadi saat ini ia memilih mengasingkan diri daripada ikut nimbrung dalam gosip dan asumsi. Lea sedang mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan harus bekerja dalam satu gedung dengan pria itu.

Hanya satu gedung. Belum tentu sempat bicara atau bertemu kan? Toh Kak Arlan jadi atasan, aku cuma sekretaris Manajer Pemasaran.

Lea meyakinkan dirinya sendiri.

Siapa yang kamu bohongi? Bahkan dulu kamu masih sering berkomunikasi dengan Pak Ardi alias Om Ardi atas perintah Pak Ganda. Apalagi sekarang Pak Ganda tidak ada di tempat.

Lea memaki suara akal sehatnya.

Cuma urusan kerja. Profesional.

Lea menegaskan diri sendiri, berdebat dengan suara akal sehatnya.

Yeah, tentu. Tentu saja. Sahut suara itu dengan sinis.

Lea kembali menyesap kopinya, berdebat dengan suara di dalam kepala bukan tanda-tanda yang sehat. Ia butuh kafein untuk mengendalikan ketenangannya saat ini. Banyak kafein.

***

E-mail masuk mengalihkan perhatian Lea yang sedang meneliti anggaran dana dari bagian perencanaan. Ia segera membuka isinya yang ternyata dikirim dari Mbak Nanda, sekretaris Pak Ardi. Lea membeku saat membaca isinya, lalu menghela nafas berat.

Jangan panik! Perintah Lea pada dirinya sendiri. Ia bergegas menyiapkan berkas yang diperlukan setelah melirik jam di ruangannya. Waktunya hanya satu jam. Akan lebih baik kalau kurang dari itu, sehingga Lea bisa menyiapkan mentalnya.

***

Lea melewati ruangan Pak Ardi tanpa menoleh dan melanjutkan langkahnya menuju ruang meeting besar yang terletak tidak jauh dari ruang yang tadi diliriknya. Di sana ia mendapati Mbak Nanda tersenyum menyambut. Lea membalas sapaannya dan mengangguk kepada beberapa manajer bagian yang sudah datang terlebih dahulu. Ia meletakkan berkas yang ia bawa, lalu meneliti sekali lagi persiapannya.

HOME (One shot - Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang