On The Airport

1.7K 154 6
                                    

Penerbangan itu transit di Doha. Masih ada waktu sekitar 4 jam lagi untuk melanjutkan penerbangan ke Zurich. Ketimbang jenuh dengan menghabiskan waktu di ruang tunggu, calon dokter dengan tas punggung coklatnya memutuskan untuk berkeliling di sekitar terminal kedatangan.

Doha memang memiliki bandara yang luar biasa, selain bentuk arsitektural bandara yang elegan dan modern. Fasilitas yang tersedia pun juga membuat penumpang perjalanan jauh seperti Beam merasa nyaman.

Beruntungnya dia tidak menghabiskan waktu 4 jamnya ini bersama dosen 'kesayangan'. Hal itu semakin menambah ketenangan menikmati suasana bandara. Maksudnya tenang, karena tidak harus mendengar celotehan tak berakhir.

Setelah 15 menit berkeliling mata kelamnya itu tertuju pada sebuah toko buku. Langkahnya perlahan mengelilingi jejeran rak buku yang menyediakan segala jenis. Namun majalah yang paling mendominasi.

Jemari putih Beam hendak menggapai majalah Times yang ada dihadapannya, namun ia kalah cepat ketika orang di sampingnya mengambil lebih dulu. Menoleh ke arah samping dan ternyata orang itu adalah penumpang di sampingnya tadi.

"Kau... Ingin membelinya juga? "

Ah, akhirnya Beam bisa mendengar suara orang itu.

"Tidak, kau saja yang membelinya,"

Dengan begitu Beam berlalu meninggalkan orang itu. Entahlah perasaannya mengatakan bahwa ia harus segera berlalu. Ketimbang terlibat percakapan dengan orang itu.

'Aku ini lebih tua darimu, Nong... '
.
.
.
Hampir sejam Beam mengelilingi bandara itu. Ia pun kembali duduk di ruang tunggu. Nafasnya sedikit terengah-engah mungkin efek lelah.

Tidak ada yang dia beli, meskipun calon dokter itu ingin. Tetapi Beam sadar bahwa uang yang ia bawa, bukan mata uang negara ini. Ah, bahkan Beam berjanji pada diri sendiri untuk tidak terlalu boros.

Uang makan dan biaya penginapan semuanya ditanggung dari kampus. Untuk keperluan lain, maka harus menggunakan biaya pribadi.

Pada akhirnya untuk mengabaikan keinginan matanya itu. Beam membuka tas punggungnya dan meraih sebuah jurnal *Oftalmologi.

*Ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penyakit mata.

Lembar demi lembar ia baca. Pikirannya mulai berkonsentrasi, namun segelas Iced Green Tea Latte muncul begitu saja dihadapannya.

Terlebih lagi minuman itu berasal dari perusahaan kopi Amerika yang terkenal di seluruh dunia. Lambang perempuan dalam sebuah lingkaran yang bewarna hijau. (st*rbucks)

"Oi, Nong. Tanganku bisa pegal kalau kau pandangangi saja. Cepatlah ambil,"

Suara orang itu lagi. Beam sempat menatap curiga ke arah Forth. Merasakan pandangan aneh dari Beam. Forth pun segera meraih tangan Beam dan memberikan minuman itu kepada pemuda yang duduk dihadapannya.

"Tenang saja, Nong. Aku tidak memasukkan sianida atau racun apapun ke dalamnya. Anggap saja itu pemberian atau traktir dari mantan seniormu,"

Beam hampir menjatuhkan kertas dalam genggamnya saat mendengar pernyataan Forth. Rasa bingung dan takut mulai memenuhi perasaan Beam. Bisa saja orang ini pembohong dan Beam menjadi sasaran korbannya.

"Ckckck... Kau itu rupanya susah juga ya. Ini kartu namaku. Aku ini lulusan universitas tempatmu berkuliah sekarang. Jadi jangan takut lagi padaku, "

"Baiklah... Anggap saja aku percaya pada... Hmmm... P'Forth. Terimakasih untuk minumannya,"

Meskipun masih ada perasaan sedikit waspada kepada Forth. Rupanya hal itu tak menghentikan mereka untuk terlibat dalam sebuah percakapan. Sebenarnya Beam lah yang tidak berhenti untuk mengajak Forth mengobrol.

Just Stay Beside Me | Forth & Beam's StoryWhere stories live. Discover now