Tell You

1.1K 125 6
                                    

Sejak pembicaraan di meja makan itu,  Beam merasa ada yang berubah dari Forth. Beam yang sering kali mendapati Forth mengamatinya, melihat setiap gerakan yang Beam buat.

Beam tidaklah merasa risih akan tatapan yang diberikan Forth, hanya saja tatapan itu kerap kali membawa efek yang aneh dalam diri Beam. Sorot mata onyx yang tajam dan mungkin jika Beam adalah es batu, pastinya sudah meleleh.

Seperti sekarang, Beam tengah disibukan dengan jurnalnya. Sementara Forth di sisi seberang meja makan tengah terduduk memperhatikan Beam.

Penasaran

Beam pun mengakhiri kegiatannya dan menatap ke arah Forth. Memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan yang ada dalam benaknya.

"Ada yang aneh denganku, P'Forth? "

Yang ditanya pun butuh sekian detik untuk menyadari pertanyaan itu.

"Ouh... Tidak... Tidak ada yang aneh denganmu, Nong,"

"Benarkah? "

Forth hanya menjawab sesingkatnya dengan sebuah anggukan dan berlalu meninggalkan Beam.

Forth masuk ke kamarnya dan bersandar pada pintu. Dia sendiri pun juga tak tahu atas tindakannya beberapa hari ini, yang jelas adalah sesuatu dalam fisik Beam. Mengingatkannya akan mendiang sahabatnya.

Perhatian Forth terfokuskan pada frame foto di mejanya. Foto masa lalunya bersama Lam yang tengah merangkulnya atas kemenangan sepak bola.
.
.
.
.
Matahari mulai hilang dipelataran, cahaya oranye khas sore hari menerpa lembut teras rumah sederhana itu. Forth terdiam di depan pagar rumah itu. Cat putih yang melapisinya masih sejelas ketika terakhir kali ia berkunjung ke rumah ini.

Dengan perban di kepalanya serta beberapa luka goresan diwajahnya. Tangan besar yang meremat erat pagar putih hingga lukanya terbuka lagi.

40 harian Lam...

SREG... SREG...

Mata Forth memanas ketika ia mendapati seorang wanita paruh baya tengah menyapu halaman rumah itu. Terlebih saat wanita itu melihat ke arah Forth.
.
.
.
.
Forth tengah memperhatikan bingkai foto di ruang tengah rumah tersebut. Rupanya masih terpajang disitu. Foto masa SMA dan foto Forth bersama keluarga Lam ketika menjuarai lomba sepak bola.

Senyum yang hangat terpatri pada wajah rupawannya, sehangat hatinya kini.

Dugaannya selama ini salah, ia mengira bahwa kemungkinan ibu Lam akan menghajarnya habis-habisan dengan sapu lidi. Atau mungkin mengusirnya. Nyatanya wanita itu mengajak Forth untuk masuk.

Suasana rumah yang tidak berubah seperti yang terekam jelas dalam memorinya selama ini.

Hanya saja... Sekarang jauh lebih sunyi.

Forth mengalihkan perhatiannya saat ibu Lam meletakan cangkir diatas meja, suara dentingannya karena tangan tua itu mulai gemetar sekarang. Ia segera mendekati ibu Lam dan membantunya untuk duduk.

"Untungnya kemarin aku masih membeli coklat hangat yang dulu sering kau minum,"

Oh Ya Tuhan... Perhatiannya dan tatapan hangat itu tak pernah luntur. Meskipun kenyataannya dialah penyebab anak semata wayangnya meninggal.

Sesak dalam dada Forth teramat besar, sungguh rasa bersalah itu bagai menghimpitnya. Bahkan ia sampai tersedak saat minum coklat hangat buatan ibu Lam.

"Kau... Ini masih suka terburu-buru..."

Ibu Lam pun hendak beranjak guna mengambil tisu. Namun tiba-tiba Forth berlutut dihadapannya dengan air mata mengalir di kedua pipi pemuda itu.

Just Stay Beside Me | Forth & Beam's StoryWhere stories live. Discover now