Gonna Let Go

1.1K 127 21
                                    

Beam hanya menurut ketika Forth membawanya pergi. Selama di perjalanan, Forth hanya terdiam dan tak ada perbincangan diantara mereka. Merasa ada yang aneh tapi segan untuk bertanya. Kondisi pria yang ada di sampingnya cukup mengenaskan.

Beberapa minggu terakhir, Beam mulai merasa bahwa Forth menjauh darinya.

Apakah dia berbuat sesuatu yang salah?

Pertanyaan yang berulang kali ada dalam benaknya, namun tak pernah terucap.

Bahkan kini ketika Beam melihat fisik Forth dari jarak sedekat ini. Tangannya yang memegang setir mobil mulai mengurus. Rambut hitam legam yang biasa Beam elus, mulai terlihat kasar.

Beam secara sadar mengulurkan jemari putihnya untuk mengelus rambut Forth. Forth menyadari itu, dengan tangan yang menganggur, diambilnya jemari Beam.

Tanpa mengalihkan perhatiannya dari kondisi jalan, Forth mengecup lembut jemari putih nan halus milik Beam.

Niatnya semakin mantap untuk mengatakan yang sebenarnya...

Tak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan sepatah kata pun, mereka terdiam menikmati detik yang berlalu. Genggaman tangan yang tak lepas hingga mereka tiba di sebuah danau yang letaknya dipinggiran Kota Bangkok.

Forth membawa Beam untuk berjalan ditepian danau. Kesunyian tanpa banyak orang, semakin mendukung suasana dua anak manusia itu.
.
.
.
Langkah Forth terhenti di bawah sebuah pohon yang letaknya dipinggiran danau. Perlahan Forth melepaskan genggaman tangan mereka, ditatapnya wajah putih Beam yang penuh tanya. Forth hanya memberi sebuah senyuman penuh arti sebelum ia menjauh. Forth memberi sedikit jarak dengan Beam dan menghadap ke arah danau.

Beam yang diam di tempatnya menatap punggung Forth yang biasanya terasa nyaman dan tegap. Kini terlihat rapuh...

"Aku menaburkan abu jenazah ayah dan ibuku di danau ini..."

"Sejak ibuku tiada... Ayahku menyampaikan sebuah wasiat agar abu jenazah nya di taburkan di danau ini... Bersatu dengan angin, sehingga dimana pun aku berada, beliau selalu ada di sampingku..."

Sejak membaca surat ayahnya, Forth mulai mengingat semua hal tentang masa kecilnya bersama sang ayah. Segala duka ketika sang ibu pergi... Ia mengingatnya dengan jelas sekarang.

"Kau benar... Nong... Karena ketidakjujuran dan ego kami, akhirnya kami menjauh dan saling mengabaikan... Hingga kami terluka..."

Beam bisa mendengar cara bicara Forth yang terbata-bata karena menahan isak tangisnya.

"Kecelakaan itu... Terjadi sepuluh tahun yang lalu, saat sebuah keluarga yang baru saja mengunjungi anak perempuan nya... Mereka menepikan mobil mereka untuk memenuhi keinginan sang anak yang kala itu buta..."

"Tak lama setelahnya sang ibu kembali ke mobil... Dan saat itulah sebuah mobil menghantam mobil mereka... Sebuah mobil yang hilang kendali... Mobil yang dikendarai dua laki-laki yang terkejut melihat sang anak menyebrang..."

"Aku tak akan pernah lupa... Wajah anak itu... Dia yang menjadi korban atas kelalaian dari kedua remaja itu... Anak itu..."

"... Kau Beam..."

Beam terhenyak bagai tertusuk tepat pada jantung nya, bagaimana bisa Forth membohonginya disaat seperti ini. Beam hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum getir. Forth membalikkan badannya. Semuanya sudah terungkap kini.

Langkah Forth yang perlahan untuk mendekati Beam. Mata mereka saling bertemu, namun detik berikutnya Beam mengalihkan pandangan matanya. Berusaha menolak cerita yang diucapkan Forth.

"Aku lupa bagaimana anak itu menderita akibat kecerobohanku... Aku tak pernah tahu bahwa ia akan berjuang berdua saja dengan kakaknya... Aku tak pernah tahu betapa kesepiannya dia... Aku... Tak pernah tahu... Kalau dia... Adalah kau..."

Just Stay Beside Me | Forth & Beam's StoryWhere stories live. Discover now