Our Trip

1.3K 137 5
                                    

Sesuai kesepakatan mereka kemarin, Forth menjemput Beam di hotel. Menunggu seorang diri di depan lobby dengan cup vanilla latte serta americano di kedua tangannya.

Ketika sebuah langkah kaki terdengar menghampirinya, Forth memutar badan dan mendapati Beam yang kini mendekat ke arahnya. Pagi yang dingin di Swiss seolah lebur dengan melihat senyum Beam. Bahkan Forth bisa merasakan telinganya sedikit memanas.

'Ada apa dengan diriku? '

Beam yang kini ada dihadapannya amatlah... Tampan. Namun tidak menutupi kelembutan serta manis yang terpancar dari wajah seputih salju itu. Syal putih yang melingkar pada lehernya bersanding apik dengan grey coat. Forth bagai tenggelam dalam pesona Beam. Bahkan tak menyadari bahwa pemuda itu sedang memandang ke arahnya penuh tanya.

"P... Ayo kita jalan, "

"Oh iya. Ayo kita jalan,"

Setelah memberikan vanilla latte pada Beam yang dilanjutkan dengan sebuah percakapan sederhana di pagi hari.

Beam hanya menurut pada Forth yang entah kemana akan membawanya.
.
.
.
Geneva

Salah satu kota besar di Swiss, yang menurut buku travelling merupakan salah satu destinasi wajib untuk dikunjungi.

Ya, setidaknya itulah yang Beam tahu selama ini.

Forth membawa Beam ke sebuah danau yang terkenal akan keindahannya dan bahkan sudah diakui dunia. Geneva Lake.

Pinterest

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pinterest.com


Indah...

Beberapa kali kata itu terucap dari bibir tipis Beam. Bahkan tidak ada kata lain yang mampu mendeskripsikan keindahan yang ada dihadapannya. Terlebih view Pegunungan Alpen dan sebuah kastil di ujung sana.

Angin musim dingin yang menerpa helai hitam rambut Beam membawanya pada masa lalu dan terlintas bagai sebuah film.

Dirinya yang masih remaja, jemari putih yang meraba halus sebuah kartu pos. Mata yang amat kosong bagai tak bernyawa.

Tidak... Tatapan itu bukan karena pikirannya sedang melalang buana meninggalkan raga. Namun karena mata itu tak pernah merespon segala bentuk maupun cahaya yang ada.

Buta

"Saat matamu sudah sembuh, kita akan ke sana,"

Rasa hangat yang ditinggalkan dari kecupan ibunya masih terasa di keningnya. Kehangatan seseorang yang amat ia rindukan. Mata kelamnya bahkan menitikan air mata. Rindu yang amat menyiksa batin.

Emosi yang entah datang dari mana memenuhi diri Beam. Ketenangan tempat itu justru semakin membuatnya tak mampu untuk berkata-kata, bahkan ia lupa akan Forth yang ada di sampingnya.

Just Stay Beside Me | Forth & Beam's StoryWhere stories live. Discover now