Sebulan telah terlewati semenjak Forth hidup dengan ingatan mengenai kecelakaan sepuluh tahun lalu. Kini ia tak perlu lagi bermimpi buruk karena nyatanya mimpi buruk itulah yang menjadi bagian dalam memori yang hilang dulu.
Sebelum bertemu Beam...
Forth bagaikan hidup diambang batas kewarasannya, hilang akan gairah hidup dan lebih sering melamun. Keadaan tersebut tentu saja membuat pemuda yang tinggal bersamanya mulai khawatir, terlebih saat mendapati Forth collapse.
Ketika kesadarannya kembali, Forth sering melihat betapa tulus perhatian Beam akan dirinya.
Bagaimana tangan putih Beam menyentuh kening nya yang hangat...
Bagaimana saat kata-kata penyemangat dari Bibis tipis itu membuatnya bangkit untuk berjuang melawan rasa sakitnya...
Bagaimana senyum itu mampu menghangatkan pagi yang sebelumnya terasa hampa...
Justru itulah...
Membuat Forth takut, bahkan teramat. Setiap kali ia membayangkan hal-hal sederhana yang Beam buat untuknya akan menghilang.
Hilang ketika tahu kenyataan tentang kematian orang tuanya.
Serakah kah?
Egois kah?
Namun nyatanya itu yang ia rasakan... Tak peduli setakut apapun kematian yang mendekat. Kehilangan akan Beam adalah ketakutan yang bahkan tak sanggup Forth bayangkan.
"Forth... Forth,"
"Oh... Iya?"
Pha menghentikan sejenak penjelasan nya, ketika ia mendapati kawan masa kecilnya tengah termenung tak menentu. Raganya memang ada di ruangan ini, tapi tidak dengan pikirannya.
Dokter muda dengan paras yang tak kalah dari Forth itu hanya tersenyum maklum.
"Forth jika kau lihat di sini..."
Mata Forth bergerak sesuai dengan arahan Pha pada hasil rontgen MRI. Namun Pha hanya terdiam dan tak melanjutkan penjelasannya. Terlebih saat arahan tangan Pha berhenti pada sebuah bentuk pada layarnya. Meskipun gambar itu samar, tapi bentuk itu bagaikan sebuah kantung.
Bukan...
Itu adalah pembuluh darah dalam otaknya.
"Pha..."
Kini giliran Pha yang termenung, ini terlalu sulit berada dalam posisi sebagai seorang dokter dari kawan lama. Sedih akan kehilangan teman selalu membayangi, ia telah menangani berbagai kasus yang berkaitan dengan saraf pasien lainnya. Namun pasien dihadapannya kini memang bukanlah pasien biasa.
Kenyataan yang terpampang dihadapan Pha kini bagai menohok hatinya.
Sudah separah ini...
"Pasti sudah parah kan?"
"Katakan saja kawanku, Pha, yang terjadi padaku... Sesuatu yang ada dalam otakku... Kutukan sialan ini..."
Air mata mengalir begitu saja dari kedua onyx indah itu, tangan besar yang mengepal. Forth tersengal dalam berbicara, nafasnya mulai memburu karena menahan pergumulan batin dalam diri.
"Kau harus operasi... Forth,"
Pernyataan telak dari Pha membuatnya kini paham, bahwa tidak ada kemajuan dalam penyembuhannya. Justru semakin parah... Tapi bukankah itu yang ia harapkan.
Kematian
"Mimpi itu... Aku mengingat semuanya sekarang, Pha,"
Forth mengalihkan pembicaraan dan itu membuat Pha yang hendak beranjak dari kursi, kembali duduk untuk mendengar secara seksama mengenai hal yang dibicarakan Forth kini.
.
.
.
TUG
YOU ARE READING
Just Stay Beside Me | Forth & Beam's Story
Romance"Meskipun itu menyakitkan, aku takkan berhenti mencintai Calon Dokter itu," . . . Perjalanan dinas ke Swiss membuat Forth bertemu dengan Beam. Pertemuan yang rupanya membawa mereka pada takdir yang tak terduga. Saat kejujuran yang menyakitkan it...