LAST PART: Now I See You

1.4K 120 14
                                    

Zurich International Airport

Setelah mengambil bagasi, Beam melangkah menuju stasiun kereta yang masih berada dalam kawasan bandara. Sampai di gerbang imigrasi, petugas melihat paspor, memberikan stempel dan kemudian mempersilahkan Beam melanjutkan perjalanan.

Beam berhenti sejenak di sebuah kedai kopi untuk membuka buku panduan perjalanan. Musim dingin sudah terasa, dinginnya yang terasa menusuk meskipun kini ia berada dalam ruangan. Karena itu cairan hitam dengan adiktif ini bisa membantu menghangatkan tubuhnya.

Ketika tengah mengantri untuk mengambil pesanan, mata kelamnya teralihkan pada sudut bandara yang tak asing baginya.

Tempat yang menjadi saksi bisu, saat Beam harus berpisah dengan Forth dulu.

"Herr?"
"Tuan?"

"Es tut uns leid"
"Maaf"

Beam segera mengambil pesanan nya ketika ia tahu cashier cantik dengan rambut sekilau emas sudah menyodorkan pesanan nya.

"Macht nichts ... genieße deinen Tag"
"Tidak apa-apa... Semoga harimu menyenangkan,"

"You too"

Forth adalah guru terbaik sekaligus kekasih yang luar biasa. Dahulu di setiap akhir pekan, ia selalu menyempatkan waktu untuk mengajari Beam bahasa jerman. Kini... Hasilnya tak mengecewakan.

Begitu cangkir kopi tersebut kosong. Dokter muda itu segera memasukkan buku panduan nya dan menarik kopernya untuk tiba di stasiun sebelum ketinggalan kereta.

Setelah membeli tiket kereta, Beam bergegas menuju ke track yang ditentukan dan membawanya ke stasiun utama.

Sekitar 15 menit setelahnya, Beam turun dan berjalan keluar untuk menaiki trem.

Perjalanan menuju Bern menyuguhkan pemandangan yang luar biasa mengenai kehidupan sehari-hari warga Swiss. Semuanya masih sama ketika pertama kali ia tiba di negeri ini.
.
.
.
Setelah check in hotel, Beam sama sekali tak berniat untuk beristirahat. Ia tak sanggup menolak pemandangan indah Kota Bern saat ia baru saja membuka tirai jendela kamarnya.

Beam hanya mengambil dompet dan handphone genggamnya. Tak tertinggal syal putih yang melingkar pada lehernya. Sebelum pergi meninggalkan kamarnya.

Ia menyusuri pinggiran Sungai Aar dan berhenti di sebuah bangku. Dinginnya malam ditambah dingin musim dingin mulai merasuki tubuh. Beberapa kali Beam menggosok kedua tangannya, guna memberikan kehangatan yang tak seberapa. Beam bahkan bisa melihat nafasnya sendiri. Namun hal ini tak menurunkan semangatnya, justru dengan seperti ini ia bisa merasakan suasana malam dengan baik.

Satu lagi yang Beam suka, tidak ada gedung pencakar langit yang menghalangi pemandangan akan luasnya cakrawala. Kota ini memang indah, cahaya hangat lampu-lampu rumah yang tak sanggup mengalahkan kelip bintang.

 Kota ini memang indah, cahaya hangat lampu-lampu rumah yang tak sanggup mengalahkan kelip bintang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Just Stay Beside Me | Forth & Beam's StoryWhere stories live. Discover now