Adik-adiknya mendengarkan cerita Clement sambil menyantap makan malam mereka. Walau terkadang salah fokus karena makan malam kali ini begitu enak.
"Jujur gue sayang banget sama dia"
Tampak kesedihan dari raut wajah Clement. Ia terlihat seperti menyembunyikan sesuatu yang sangat sakit tetapi tak pernah menunjukkannya ke siapapun.
"Kalaupun sampai sekarang gue tau dia dimana.. gue pastiin gue mau nikahin dia." Baru kali ini terlihat pernyataan serius dari wajah Clement. Biasanya Clement selalu bercanda dan terbukti, sampai sekarang memang ia tak punya pacar.
"Waktu itu lu pada masih kecil. Bayangin aja, Clav lu masih kelas 7. Carmel apalagi masih sperma kali.."
Kalimat itu menimbulkan tawa yang besar dari Clavenia. Namun sedikit tertahan karena ujung bibirnya masih bengkak.
"Eh lebay lu. Kita cuma beda 4 tahun. Kak Clav kelas 7 gue kelas 5. Itu udah bukan sperma lagi" selak Carmel tak terima atas kalimat kakaknya itu.
Clement sedikit lega melihat kerukunan antara mereka kembali. Sedikit tertawa, namun tak lama karena wajahnya kembali suram.
"Sampai sekarang gue sayang banget sama dia. Walaupun gue gak tau dia dimana. Terakhir kali kembali Bandung, alamatnya dia udah beda. Kata tetangga mereka sekeluarga juga pindah. Tapi mereka pada gak tau keluarga Vania pindah kemana. Dia tuh cantik banget. Gue akuin dah. Paling cantik se-SMP waktu itu.."
Sampai titik ini mereka belum terlalu merespon akan cerita abangnya. Ya merespon, tapi cuma sebagai pendengar bukan sebagai komentator.
"Sampai saat itu... gue ke rumah dia. Dia memang gak gitu kaya. Sederhana lah. Orang rumanya pergi semua..."
Kini Carmel mulai membulatkan matanya penasaran akan apa yang terjadi. Sebenarnya mereka memang sudah mengetahui bahwa kakaknya itu pernah "menghamili" anak orang. Tetapi mereka saat itu masih terlalu kecil untuk berkomentar.
"Iya yang kalian inget itu bener. Gue gak sengaja... coba-coba aja waktu itu. Gue coba ama dia, ternyata.... dia positif hamil. Bayangin anak SMP kelas 9 hamil...."
"Gue panik. Dia apalagi. Kita denger kata 'hamil' aja dari pelajaran biologi ama sinetron doang. Sisanya gak ada pengetahuan apa-apa soal hamil...."
"Keluarga dia nelpon rumah mulu. Mama dan papa panik. Mereka bilang gue anak gak berguna, cuma tau nonton film gak bener. Mereka bilang gue gak punya masa depan. Mereka bilang gue semuanya. Mereka kecewa sama gue, kenapa bisa lahirin gue. Dan seketika pintu rumah bunyi..."
"Ternyata itu Vania dan adiknya datang. Adiknya waktu itu masih kecil juga tapi gak beda jauh umurnya ama dia. Vania saat itu nangis-nangis. Mama liat dia, lalu mama masuk ke dalam kamar gak tau ngapain... dia cuma buka pintu kamar kembali terus ngelemparin amplop coklat tebal ke muka Vania lalu tutup pintu rumah kencang. Gue waktu itu ngeliat itu semua cuma gue gak bisa ngapa-ngapain. Gue cuma lari ke kamar dan liat ke test pack hasil Vania yang diberikan ke gue 2 hari lalunya pas dia ngaku juga dia hamil. Setelah itu gue panik. Gue kabarin mama sama papa."
Semua orang tertegun mendengar kisah Clement. Walaupun Mbak Tuti adalah penonton saat kejadian , tetapi ia juga baru menyadari kisah itu semuanya sekarang seperti di reka ulang.
"Gue marah sama mama. Kenapa mama ngelempar amplop itu. Ya gue tau lah isinya apa. Pasti duit. Dan dia cuma nyuruh gue naik ke kamar beresin semua barang gue dan besoknya kita akan pindah. Mbak Tuti disuruh waktu itu buat beresin barang-barang lu berdua"
Mbak Tuti terlihat mengangguk-angguk setuju. Karena dia lah yang mengatur barang-barang Clavenia dan Carmel saat keributan itu terjadi.
"Mama tau keluarga Vania gak bakal ngelakuin apa-apa secara mereka tidak terlalu kaya. Kalaupun memang kasus ini diproses, papa siap akan membayar berapa pun untuk menutup mulut.."
Makan malam telah habis disantap oleh mereka berempat. Sekarang yang tersisa di atas meja makan mereka hanyalah puding coklat yang dibuat oleh Clement tadi sore juga.
"Padahal, kalo waktu itu gue mau tanggung jawab ke Vania gue mau kok. Mau banget. Tapi sayang waktu itu gue masih kencur banget. Makanya gue sekarang bela-belain nyari duit biar bisa nyari dia dan nikahin dia"
Cerita panjang tersebut seperti menekan isi kepala adik-adiknya. Mereka cuma mengetahui kakaknya adalah sosok yang keras, over protektif, posesif, lebay, menjengkelkan, dan lain-lain tanpa mengetahui perasaan kakaknya sendiri.
"Emang si Vania masa bisa sih ilang kabar kayak gitu juga?" Akhirnya sesi tanya jawab dibuka.
"Sebenarnya bukan dia yang hilang kabar, tetapi kita yang pindah kota sehingga gak tau lagi kabar dia"
Keheningan dan kesunyian kembali mengisi rumah tersebut. Setelah cerita itu berakhir, Clavenia sadar bahwa abangnya itu hanya mencoba untuk menghindarkan kejadian yang terulang oleh abangnya sendiri.
"Makanya. Gue gak mau kalian pacaran sekarang ya karena itu. Cowok-cowok jaman remaja masih labil banget. Masih penuh rasa coba-coba ama penasaran."
"Kak..." Clavenia buka suara. Clement lalu mengangkat dagunya sedikit terhadap Clavenia.
"Gue minta maaf ya atas kejadian kemaren. Janji deh, gak bakal keulang lagi.."
Clement hanya tersenyum menjawab permintaan maaf Clavenia.
"Dan gue juga minta maaf udah lukain bibir lu. Tar gue obatin ya" ujar Clement membuat hati Clavenia tenang. Ia dapat merasakan keamanan dan ketenangan ketika Clement melindunginya.
***
Pagi hari perasaan Clavenia sudah lebih tenang dari kemarin. Ia merasa sedikit terlepas dari bebannya dengan kakaknya sendiri. Kali ini ia hanya ingin meluruskan segala permasalahan dengan sang kekasinya, Gerald.Ia sengaja bangun lebih pagi dari biasanya, bahkan sebelum Clement membangunkannya. Kini ia sudah siap ke sekolah tak lupa menggunakan bedak tipis untuk menyerap kulitnya yang sedikit berminyak.
"Kali ini gue yang anter lu ke sekolah" sapa Clement sudah siap-siap. Akhirnya rutinitasnya sudah kembali seperti biasa, diantar oleh kakak nya ke sekolah.
***
"Gerald" panggil Clavenia sedikit mengejar sosok itu saat tak sengaja melihat punggung laki-laki itu lewat depan kelasnya.Gerald sama sekali tak merespon bahkan menoleh pun tidak. Ia sangat mengetahui bahwa suara itu berasal dari pacarnya sendiri.
"Kamu kenapa sih, Ger? Aku capek kita kayak gini" ucap Clavenia berusaha menahan tangisannya setelah berhasil meraih lengan kokoh Gerald.
Tangan itu masih kaku. Tak ada perubahan dari posisi berdiri laki-laki itu. Ia tak berniat untuk menoleh, tetapi tidak melepaskan genggaman Clavenia juga.
"Aku mau kita putus"
Seketika itu Clavenia merasa dirinya telah hancur ditimpa oleh bangunan sekolah.
![](https://img.wattpad.com/cover/136441235-288-k838825.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Orlando's Secret
Teen FictionAda sesuatu yang aneh pada dia. Wajahnya yang dilengkapi oleh kacamata coklat yang membingkai kedua bola mata hitam pekatnya itu, hidung kecil dan mancungnya, bibirnya yang tipis dan kecil, semuanya menghiasi wajahnya yang berbentuk oval dengan dag...