chapter 2

6.4K 230 1
                                    

Aku melanjutkan langkah kakiku menuju kantor, menyusul lisya dan fatimah yang sudah berada didalam tempat tersebut dari tadi.

Setelah masuk, aku melihat kedua sahabatku itu sedang berbicara dengan seorang wanita yang sepertinya adalah ustadzah dipesantren ini.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," balas mereka dengan kompak.

"Ini ustadzah teman kami yang satunya, namanya syarahana putri," jelas lisya yang memperkenalkan diriku.

"Sini syarah, silakan duduk," suruh ustadzah kepadaku dengan lembut.

Aku mengangguk dan kemudian duduk disamping lisya.

"Jadi syarah kamu akan tinggal di asrama 6 nomer 1 bersama lisya dan fatimah, tempatnya ada di lantai dua. Masalah biaya nanti menyusul."

"Baik ustadzah."

Kami bertiga keluar dari kantor, setelah mengucapkan salam. Dan kemudian pergi mencari asrama yang akan menjadi tempat tinggal kami.

***

Aku menemukan tempat berlantai dua yang bertuliskan "pesantren putri" dan di depannya ada tempat yang sama persis, namun bertuliskan "pesantren putra". Di tengah tengah kedua tempat tersebut ada pembatas yang berupa tembok setengah badan.

Kami langkahkan kaki kesatu persatu anak tangga menuju lantai dua, dan setelah sampai aku bisa melihat ruangan yang bertuliskan "asrama 6" dipaling ujung. Dengan spontan kami langsung menuju tempat tersebut dengan bersemangat.

"Yeay!!" seru lisya sambil berlari tergopoh-gopoh ketempat tersebut.

Kami sampai diasrama 6, dan diasrama ini terdapat 2 kamar, kamar nomor 1 dan 2. Kami memasuki kamar nomer 1, sesuai dengan yang dikatakan oleh ustadzah.

"Akhirnya sampai juga... dimana kasurnya, aku ingin berbaring, aku sangat lelahh," tanya lisya yang membuat penghuni lain menahan tawa.

"Disini tak ada kasur, kalian harus tidur dilantai," jawab salah satu penghuni kamar yang sama dengan kita.

"What??" teriak lisya yang membuat semua orang  yang berada diasrama 6 menatap kearahnya.

"Sudah sudah.. lisya kita masuk saja, jangan membuat keributan," ajak fatimah kekamar, karena ia takut kalau lisya dibiarkan, ia akan semakin menjadi jadi.

"Syarah! gimana sihh kalau cari pesantren, masa kasur aja gak ada," ucap lisya yang membuat penghuni lain memelototinya.

"Hehe, maaf aku gak tau," jawabku dengan wajah tak berdosa, tapi memang benar aku gak tau. Karena niatku cuman mondok, mau tidur di lantai, tidur dikasur, ada ACnya, ada kulkasnya, tv nya aku gak peduli yang penting aku mondok.

"Hehh.. gak tau katanya," protes lisya sambil cemberut dan memalingkan wajahnya.

"Yah.. ngambek.. maaf lisya..." kataku dengan menampakkan wajah memelas.

"Iya iya aku maafin."

***

Aku baringkan tubuhku diatas selimut yang kubawa dari rumah, dan lisya ia tertidur disampingku dengan pulasnya. Aku tahu mungkin ia sangat lelah. Fatimah, ia sedang membaca al-qur'an bersama teman teman sekamar di asrama. Ia memang sangat rajin, pintar dan juga alim. Beda dengan lisya yang tingkahnya kadang tidak jelas.

Aku melihat langit langit kamar, tapi entah mengapa semakin lama mata ini penglihatannya semakin buram, aku merasakan berat dimataku dan kemudian berubah menjadi hitam.cep.

***

"Bangun syarah.. bangun...." suara itu mengagetkanku, membuat mataku langsung terbuka lebar.

"Ayo.. kita sholat dhuhur," ajak Fatimah.

Aku hanya terdiam berusaha untuk mengembalikan kesadaranku setelah tertidur. Aku mendengar suara kumandang adzan yang tak jauh dari sini, itu pasti berasal dari masjid depan pesantren. Suaranya sangat merdu membuatku hatiku serasa sangat tenang, membuat diriku sangat ingin sholat berjamaah.

"Iya." Jawabku setelah tersadar sepenuhnya dan kemudian berjalan keluar kamar untuk menuju ketempat wudhu.

"Syarah, kamu gak pakai hijab."
Ucap fatimah yang menyadarkanku dan membuatku kembali lagi kekamar.

"Iya maaf lupa."jawabku sambil memakai hijab.

Memang disini, kalau hanya dikamar atau diasrama diperbolehkan untuk tidak pakai kerudung, tapi kalau sudah keluar dari asrama wajib untuk memakai.

kuturuni satu persatu anak tangga menuju tempat wudhu dekat kamar mandi perempuan. Aku bisa melihat banyak santri, santriwati yang mulai berjalan menuju masjid. Aku tahu sepertinya aku sangat terlambat, dan pasti fatimah dan lisya sedang menungguku dikamar. Kasihan mereka, mereka memang sahabatku yang terbaik. Aku sungguh sangat tidak disiplin.

***

"Ayo cepat syarah." Teriak alisya kepadaku yang sedang memakai mukena.

"Iyaa." Jawabku setelah selesai memakai mukena dan kemudian menyusul lisya, fatimah yang sudah keluar asrama.

Kali ini kami menuruni tangga dengan sangat cepat dan setelah sampai dibawah kami langsung berlari sekencang kencangnya. Aku bisa mendengar suara iqamah yang dikumandangkan, membuatku semakin menamhah kecepatan lariku.

"Akhirnya sampai juga." Ucap lisya dengan nafas yang ter-engah engah.

Ketika kami masuk, kami sudah ketinggalan satu rakaat sholat. Setelah semuanya berdiri untuk rakaat kedua, kami langsung mengikutinya.

***

"syarah besok besok kamu harus lebih awal, untung kita tidak ketahuan, kalau ketahuan bisa dihukum." Kata fatimah menasihatiku sambil berjalan menuju pesantren.

"Oke." Jawabku singkat.

Aku tak sengaja menatap seorang santri putra yang sangat familiar diingatanku, aku berusaha mengingat ingatnya. Ahh iya! Dia yang tadi pagi memperbaiki sandalku. Aku sekarang ingat. Aku tetap menatapnya dari kejauhan sambil tetap berjalan menuju pesantren putri, dan kemudian ia juga menatapku. Tatapan kami saling bertemu, dengan segera kualihkan langsung tatapanku kearah lain, begitupun dengannya.

***

"Uhh.. aku akan tidur lagi." Ucap lisya sambil membaringkan tubuhnya.

"Tidur terusss..." ejekku ke lisya.

"Biarin."

"Aku mau baca qur-an sama teman2 kamu nggak ikut?"

"Nggak ah, enak tidur."

"Ya udah."

Ku ambil al-qur'an dari atas lemari dan kubaca bersama teman temanku lainnya diasrama.

Walau kami santri baru, kami sudah sangat akrab dengan teman sekamar. Mereka sangat baik kepada kami bertiga.

***

5 februari 2018.

Persahabatan Dan Cinta Pesantren [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang