chapter 15

2.5K 138 2
                                    

Aku tidak mengerti apa rencana tuhan kepadaku,

Dia tetap mendekatkanku dengannya,

Padahal dia sudah tahu bahwa aku pernah tersakiti olehnya.

***

Pemuda itu mengendalikan sepeda motor, dan dia baru saja bisa mengendarainya selama liburan yang sudah berjalan seminggu ini. Tetapi meskipun begitu, dia sudah berani mengendarai sepeda motor menuju ke pasar dan memboncengku.

Aku tidak bisa menolak permintaan ustadzah yang menyuruhku untuk membeli bahan masakan untuk makanan hari ini.

Dan jujur saja, aku sangat takut dibonceng olehnya. Setiap melewati belokan, aku selalu berpikir bahwa kita akan terjatuh, tapi untungnya itu tidak terjadi.

Ingin rasanya aku menawarkan diriku untuk memboncengnya mengingat bahwa aku sudah mahir mengendarai sepeda motor ketika masih di kampung halaman.

Tetapi tentu saja, itu akan sia-sia mengingat bahwa dia adalah lelaki. Dan secara tidak langsung jika aku memboncengnya, itu akan merendahkan harga dirinya.

Entah karena aku takut atau apa, aku merasa bahwa dia membawa motor semakin brutal. Aku semakin takut diboncengnya.

"Ikhwan beneran tidak apa-apa?" tanyaku kepadanya, siapa tahu dia sedang tidak enak badan kan.
"Jangan meremehkan saya ukhti." jawabnya seraya terus fokus menatap kedepan.

Dan

Apa maksudnya aku meremehkannya?

Aku kan hanya bertanya keadaannya.

Baiklah mungkin dia sedang tidak sehat atau mungkin ada keeroran ditelinganya itu.

Dan ketika ada seseorang yang menyalipnya, dia akan kehilangan kendali ketika menyetir, membuatku ngeri sendiri dan sudah tidak tahan lagi.

"Ikhwan berhenti! " dia langsung meminggirkan motornya dan setelah itu aku langsung turun dan berjalan meninggalkannya.

Dia mengikutiku dan menjalankan motornya sejajar dengan berjalanku. Seraya menatap kearahku dengan kebingungan.

"Ukhti kenapa berjalan? " tanyanya dengan bingung dan sekali-kali menatap kearahku karena dia juga harus memperhatikan depan.

Dan apakah dia tidak peka dengan cara mengendarainya yang masih tidak terlalu bisa itu, aku tidak mau mati konyol karena diboncengnya, aku masih ingin hidup. Mengejar cita-cita dan membahagiakan keluargaku kelak.

Aku diam tidak menjawabnya, terus berjalan dan menatap kedepan dengan tatapan datarku.

"Ukhti! " panggilnya lagi dan aku langsung menoleh kearahnya.

"Ada apa sih ikhwan?! " aku membentaknya karena semakin jengkel dengan ketidakpekaannya itu.

"Kenapa ukhti turun? " tanyanya lagi, dan karena aku sudah kesal kali ini aku akan menjawab dengan jujur.

"Apa ikhwan tidak sadar? Dengan cara mengendarainya ikhwan yang masih___." aku tidak melanjutkannya, takut hatinya akan tersakiti nanti.

Aku bisa melihat wajahnya yang menyimpan kesedihan itu, meskipun tidak dia nampakkan secara langsung, membuatku menyesal telah mengatakan hal itu padanya.

"Maaf ikhwan. " ucapku meminta maaf kepadanya dengan menundukkan kepalaku. "Aku tidak bermaksud__"

Sebelum menyelesaikan ucapanku, dia memotongnya. "Iya ukhti, aku tahu aku tidak bisa mengendarai sepeda motor. Oleh karena itu aku tidak pernah belajar selama ini. Maaf ukhti. "

Dan ucapannya itu

Langsung membuatku sangat-sangat menyesal, aku tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Baiklah aku akan menitipkan sepeda ini, dan kemudian kita akan berjalan ke pasar. "

"Tidak ikhwan, jangan. Ikhwan hanya tidak perlu gugup dalam mengendarainya, ikhwan pasti bisa. Ayo ikhwan. " ucapku seraya naik dibelakangnya.

"Ukhti yakin? "

"Aku yang harusnya bertanya seperti itu, apa ikhwan yakin untuk mengendarainya. Lagi? " tanyaku dan aku bisa melihatnya dari spion bahwa dia sedang tersenyum.

Melihat itu aku juga ikut tersenyum.

Setelah itu dia menjalankan sepeda motornya lagi, dan kali ini entah mengapa rasa takutku perlahan hilang digantikan jantungku yang mulai berdebar kencangnya.

Aku bingung, apa yang terjadi dengan jantungku ini, atau mungkin...

Sudahlah lupakan saja

Ini mungkin hanya perasaan saja yang sudah tidak perlu diperdulikan lagi.

***

Kami sudah sampai di pasar dan disini suasananya sangat ramai mengingat bahwa hari ini adalah hari minggu.

Aku memilih bahan-bahan masakan yang sudah dicatat oleh ustadzah disebuah kertas, dan setelah selesai berbelanja semua bahan aku langsung menuju dia yang menunggu diluar pasar.

Dari sedari tadi aku bercerita

Apa kalian tahu siapa dia yang kumaksud

kuharap kalian sudah tahu

Aku melihatnya yang sudah menunggu dengan duduk diatas sepeda motor, begitu menyadari aku tengah berjalan kearahnya, dia langsung menatapku.

"Biar kubantu ukhti. " tawarnya, setelah itu dia mengambil belanjaan yang kubawa untuk dialihkan dikedua ttangan tangannya itu.

Sepeda motor dia jalankan, dan kali ini tidak separah seperti yang tadi, mungkin saja karena dia sudah tidak gugup. Mungkin.

Hening. Tidak ada pembicaraan diantara kami, yang ada hanya suara sepeda motor yang saling salip-menyalip atau berjalan biasa disekitar.

Setelah beberapa saat, dia akhirnya angkat berbicara. "Ukhti mau minum es campur? " tanyanya kepadaku.

Aku berpikir sesaat

Es campur?

Lumayan juga, apalagi ini kan sudah cukup siang

"Baik ikhwan. " jawabku, dan aku bisa melihat dia dari kaca spion sedang tersenyum senang.

Melihat itu, sontak jantungku langsung berdebar tidak karuan. Aku hanya berharap, semoga dengan perlakuannya yang seperti ini, tidak akan membuatku___

.

.

.

.

Jatuh Cinta lagi

Kepadanya

Karena aku___

.

.

.

.

Sudah lelah tersakiti

Untuk kesekian kalinya

***

Uhhh chapter favoritku// sangat senang sampai gulung-gulung di lantai😂

Dan ini hanya 700-an kata

Aku mohon maaf sebesar-besarnya// mata berbinar-binar😢

Semangat terus puasanya😊

See you

Lof❤

28 mei 2018

Fatma🌊

Persahabatan Dan Cinta Pesantren [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang