chapter 11

2.6K 139 3
                                    

"Ini pasti karena si Bella itu kan?! Dia pasti ngomporin kamu kan syarah?! Dasar tidak tahu diri. " teriak lisya dan reflek aku langsung menghentikan langkah kakiku yang sudah di ambang pintu.

"Apa maksudmu?! " tanya Bella sambil berteriak juga, ia tidak terima.

"Udah jelas-jelas itu salahmu kenapa nyari2 kesalahan orang lain. Kamu yang gak tahu diri lisya. " ucapku sambil berlalu keluar dengan menarik tangan Bella, aku tidak ingin lagi memperpanjang masalah.

Aku menuju ke kantin dan kemudian membeli makanan setelah itu memakannya di teras kelas lain bersama Bella, aku tidak ingin ketemu lisya jika kembali ke kelas karena aku takut nanti aku akan kelewat batas.

Rasanya aku sudah tidak mood lagi memakan makanan yang berada ditanganku ini, melihatnya saja aku sudah malas tetapi tetap saja ku paksakan untuk memakannya mengingat akan penyakit maag ku.

Entah kebetulan atau apa, tiba-tiba yahya lewat dan dia menyapaku dan Bella. Dasar masih kurang puas juga, sudah sama lisya sekarang berani-beraninya menyapaku.

"Assalamualaikum ukhti. "

"Wa'alaikumsalam warahmatullah. " jawab Bella tetapi sebenarnya aku juga menjawab salamnya itu namun sangat lirih dan dia tidak akan bisa mendengarnya.

"Ya sudah ukhti saya ke kantin dulu. " ucapnya dan itu langsung membuatku yang sedang sangat tidak mood makan berkeinginan untuk melempar makananku kewajah tampannya itu. Lagipula siapa yang tanya dia mau kemana. Dasar.

"Iya ikhwan. " jawab Bella.

Kami kembali ke kelas dan tatapan semua orang mengarah ke kami tepatnya kearah ku. Aku bisa melihat di bangku sebelah terdapat gerombolan anak yang sedang melihat sesuatu dan sepertinya mereka tengah melihat lisya yang memulai dramanya.

Ketika aku mulai mendekat kearah bangku, aku bisa mendengar seseorang yang menangis dan itu adalah suara tangisan lisya. Jujur aku tidak tega tetapi mau bagaimana lagi, ini semua salahnya kenapa dia tidak mau menjelaskan kepadaku. Aku ingin dia menyadari kesalahannya.

Kringg.....

Gerombolan itu langsung bubar seketika karena bel yang berbunyi, dan saat itu juga aku bisa melihat dengan jelas mata lisya yang sangat merah juga sembap. Jujur melihatnya seperti itu aku juga ingin menangis tetapi untuk kali ini aku akan menahannya.

Dan untuk pertama kalinya aku melihat tatapan tajam fatimah yang tertuju kepadaku menampakkan bahwa ia sangat marah. Maafkanlah aku karena aku kalian jadi sedih tetapi percayalah aku ingin kalian menyadarinya. Tidak ada maksud lain dihatiku.

"Sudah jangan melihat mereka, paling juga drama. " ucap seseorang yang berada disampingku, Bella. Aku hanya menanggapinya dengan anggukan.

***

Semua sudah berubah, waktu terus berlalu. Semua tetap dan mungkin rencanaku agar mereka menyadarinya telah gagal. Semester pertama telah usai dan perolehan rangking pertama didapat oleh fatimah, kedua aku, ketiga Bella.

Saat ini semua orang telah bersiap-siap untuk pulang ke rumah mereka masing-masing karena liburan semester pertama telah dimulai.

Namun berbeda dengan diriku yang akan tetap di pesantren. Aku tidak akan pulang, bukan berarti aku tidak mau tetapi orang tuaku tidak memiliki biaya untuk perjalanan aku pulang, dan terpaksa aku akan menjalani dua minggu kedepan sendirian.

Andai aku bisa pasti aku akan menitip sesuatu kepada lisya atau fatimah, namun aku bisa apa mengingat diantara kami sudah lama tidak ada hubungan.

"Aku akan bawakan oleh-oleh dari kampungku, jangan sedih. " ucap Bella yang sudah menenteng tas besarnya untuk ia bawa pulang.

"Iya makasih. " jawabku dan kemudian ia mulai berjalan menuruni tangga.

Aku bisa melihat dari atas bahwa fatimah dan lisya sudah menaiki ojek untuk pulang. Aku hanya bisa berdoa semoga kalian selamat sampai tujuan.

Aku menuruni tangga, karena semua santri yang sudah pulang dan juga selama liburan tidak akan ada kegiatan jadi aku bebas untuk keluar pesantren.

Aku berencana untuk ke pantai menghabiskan waktuku disana sampai sore nanti. Menghilangkan segala rasa sedihku karena tidak bisa liburan seperti teman-teman bersama keluarga di rumah.

Tetapi aku harus mengerti bahwa keadaan ekonomiku tidak sama dengan mereka dan aku harus bisa menahan rasa rinduku yang amat dalam kepada keluarga.

Aku berjalan dipinggiran pantai menikmati pemandangan yang alam suguhkan kepadaku, setidaknya ini akan bisa menghibur hati walau sementara.

Karena aku sudah berjalan cukup jauh dan aku merasa bahwa kakiku sudah lelah, aku memutuskan untuk duduk dipinggiran pantai.

Matahari sudah mencapai puncaknya namun aku tidak memperdulikan panas yang menyengat diatasku karena aku lebih menikmati semilir angin dan suara ombak yang beradu didepanku.

Matahari semakin pindah kearah barat menandakan bahwa waktu itu sudah sore kira-kira sekitar jam lima, namun aku masih tetap duduk dipinggiran pantai. Aku sedang tidak sholat jadi karena itulah aku tetap disini, aku juga tidak memperdulikan perutku yang sudah sedari tadi berbunyi.

"Ukhti. " terdengar suara orang memanggilku, aku mengenalinya dia adalah sosok yang kukagumi dulu. Tetapi meskipun begitu aku tetap menyimpan perasaan kepadanya. Entah kenapa tidak bisa hilang.

"Ukhti. " panggilnya lagi, namun aku tidak memperdulikannya aku tetap menatap kedepan kearah laut.

Ia mulai duduk disampingku, jujur jantungku mulai berisik dibuatnya namun aku tetap diam menatap kearah laut berusaha bersikap biasa.

Ia memandangiku dan mengernyit heran karena tidak mendapat respon, aku bisa melihatnya lewat ekor mataku.

Setelah menatapku sebentar ia menatap kearah laut sepertiku, dan akhirnya aku hanya diam tidak perlu menjawab panggilannya.

"Apa ukhti sudah makan, ustadzah tadi menanyakannya karena ustadzah tidak melihat ukhti menuju dapur? " tanyanya dengan lembut seperti biasa. Jujur aku sedikit merasa diperhatikan, tapi mengingat tentang lisya dan yahya, aku tidak bisa melupakannya begitu saja.

"Belum. " jawabku seraya berdiri dari duduk.

"Dan ikhwan tidak usah perduli kepadaku. " ucapku menatapnya yang masih duduk, ia juga membalas tatapanku. Dan kemudian aku berjalan pergi meninggalkannya dengan kebencian yang masih tersimpan di hati.

***

Sepi itu yang kurasakan saat ini, semua santri sudah pulang dan hanya aku berada disini, sendirian sampai dua minggu kedepan.

Perutku terus berontak dan aku malah mengabaikannya, entah apa yang terjadi denganku nanti.
Tidak lama kemudian terdengar
suara ketukan pintu asrama, aku langsung beranjak bangun dari tidurku untuk membukakannya.

Jegrek

Aku kaget, melihat sosok pria dihadapanku. Dia yahya, dan berani-beraninya dia memasuki perantren Putri lalu kemudian menuju asramaku. Apa yang akan dia lakukan.

Itu adalah pemikiran awalku, tapi setelah dipikirkan kembali tidak mungkin juga ustadz atau ustadzah yang menuju kesini, menghampiriku. Untuk apa mereka memiliki putra, lagipula yahya baik tidak mungkin dia berani macam-macam kepadaku.

"Assalamualaikum. "

"Wa'alaikumsalam. " balasku.

"Ustadzah menyuruh ukhti untuk segera makan atau kalau tidak ustadzah nanti akan kesini untuk membawakan makanan. " oke kali ini aku menyerah, itu sangat tidak sopan kalau aku harus membiarkan seorang ustadzah membawakan makanan untuk santrinya.

"Baiklah nanti aku akan ke dapur. "

Jegrek

Aku langsung menutup pintu kembali, aku tidak mau berlama-lama berhadapan dengan pria itu. Meskipun aku manyukainya tapi tetap saja kebencianku terhadapnya tidak akan hilang.

***

Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan

See you

17 mei 2018

Fatma🌊

Persahabatan Dan Cinta Pesantren [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang