Hari semakin gelap. Seandainya tak ada cahaya dari lampu senter yang sengaja mereka bawa dari rumah, tak akan mereka dapat melihat apapun di sekitarnya.
Cakka-Agni
Mereka ber-dua sedang berjalan menuju dapur. Saat sedang asik-asiknya, tiba-tiba...
wrraaaoow...
Seekor kucing melompat melintas di depan mereka. Sontak membuat keduanya tersentak ke belakang. Sampai-sampai tak sadar menahan nafas mengantisipasi sesuatu hal yang mungkin terjadi. Sesaat kemudian mereka pun tersadar, dan menghela nafas lega dengan tangan yang telah mereka alih tempatkan di depan dada masing-masing, tepat di mana jantung berada. Seraya menghirup dalam dan mengembuskan perlahan nafas guna meredakan detakan salah satu organ vital itu yang sebelumnya berdetak melebihi batas normal.
"Bikin kaget aja, dasar kucing." gerutu Cakka kesal.
"Udah, lanjut jalan aja, yok!" ucap Agni. Agni pun segera melanjutkan langkahnya menuju dapur. Cakka mengangguk dan berjalan beriringan dengan Agni.
Sesampainya mereka ber-dua di sebuah ruangan, yang mereka yakini sebagai dapur itu, mereka terheran sejenak mendapati ruangan tersebut yang diterangi lampu temaram 5 watt berwarna kuning. Mereka saling bertukar pandang sejenak dengan alis menyatu saat mendapati sesuatu yang menciptakan sebuah keanehan -atau lebih tepatnya menambah keanehan tentang rumah itu- di benak mereka. Semakin penasaran, Agni bergerak perlahan mendekati satu per satu lemari yang terdapat di ruangan itu. Di mulai dari lemari bawah meja hingga yang tergantung di atas meja dapur itu, ia membukanya satu per satu.
Melihat apa yang dilakukan Agni, awalnya Cakka bingung, namun pada akhirnya ia mengedikkan bahu acuh dan mulai mengikuti tingkah laku Agni. Ia semakin terheran kembali saat menemui sesuatu. Mengapa di rumah yang kosong tak berpenghuni seperti ini, ada sebuah lemari es? Ditambah lagi lemari es itu tampak sangat terawat dan dapat berfungsi dengan baik. Ia pun melangkahkan kakinya santai mendekati lemari es tersebut dan membukanya.
"HAH!!" pekik Cakka.
Terkejutnya ia hingga tubuhnya tersentak kuat ke belakang diringi dengan perubahan ekspresi, mata yang melotot besar dan mulut terbuka lebar. Tak lupa nafas tercekat membuat dada dan bahunya sedikit terangkat. Lagi badannya mematung tak bergerak.
Mendengar pekikan Cakka, spontan membuat Agni menoleh ke arah sumber suara. Didapatinya Cakka lengkap dengan ekspresi yang jelas sekali menunjukkan sebuah keterkejutan berlebih. Penasaran, ia pun menghampiri Cakka yang belum mengubah posisi, jangan kan posisi, sekedar berkedip saja nampaknya tak dilakukan oleh pemuda itu.
"Ada apa si-" tanya Agni terputus seketika saat melihat suatu objek yang sedang diamati, ah ralat, sedari tadi disaksikan Cakka sehingga membuatnya terkejut setengah mati. Saat indra penglihatnya ia menemukan sesuatu di sisi dalam lemari es di depan Cakka, Agni pun terkejut bukan main, dengan ekspresi yang emm, tak jauh berbeda dengan ekspresi Cakka saat itu. Nafas tercekat seketika, mata melotot besar dan mulut terbuka lebar.
"I..i..i..ini... kog... ini kog..... kog ini...., kog bisa, bi.. bi..... bisa kaya gini, sih?" tanya Agni tersendat-sendat ketika telah setengah sadar dari keterkejutannya. Cakka hanya menggeleng tak faham. Tak habis fikir dengan segala keanehan rumah ini. Apalagi saat menemukan 'sesuatu' yang tak terfikirkan saat ini ada di depan matanya, lebih tepatnya di dalam lemari, sih.
***
Rio-Sivia
Mereka ber-dua masih menelusuri satu per satu ruangan di lantai atas. Sejauh ini tidak ada mereka menemukan sesuatu yang mengganjal selain tentang kebersihan dan kerapian rumah itu. Hingga Rio menemukan sebuah pintu yang terkunci rapat, padahal sedari yang mereka terlusuri tak ada satu pun dari pintu ruangan yang terkunci rapat seperti ini, hanya satu pintu ini, hanya satu. Seberkas cahaya terang juga terlihat berasal dari dalam ruangan yang dibatasi pintu itu.
"Tunggu, Vi!" cegah Rio yang berada di sisi pintu dengan tangan kanan memenggang handle pintu tersebut, kepada Sivia yang hampir melewatinya dari belakang.
"Ada apa, Kak?" tanya Sivia seraya menoleh ke arah Rio. Kakak kelasnya, atau Kakak teman sekelasnya itu tetap diam dan bergeming. Melihat sikap Rio yang sepertinya tengah menatap sesuatu seraya memikirkan sesuatu, Sivia yang terlanjur penasaran pun mengikuti arah pandang Rio. Namun yang ia dapat hanyalah sebuah pintu biasa menurutnya. Hm, alisnya pun menyatu dibuatnya.
"Kenapa, sih, Kak?" tanya Sivia ingin tau. Tak urung ia juga sedikit kesal dan tak sabar karena sedari tadi Rio hanya bergeming.
drrr......
Mereka ber-dua tersentak. Mendapati suara dari dalam rungan itu terdengar seperti suara kaki kursi yang beradu dengan lantai. Mereka ber-dua beradu tatap sejenak dengan tatapan yang mengisyaratkan pertanyaan 'apa itu?' Belum reda kekagetan mereka tiba-tiba terdengar lagi suara dari dalam ruangan...
Tap.. tap.. tap...
Mata mereka semakin membuka. Mereka semakin mendekatkan telinga mereka masing-masing ke arah pintu, mencoba menajamkan indra pendengaraannya, saat tiba-tiba terdengar suara langkah kaki seseorang dari arah dalam ruangan di sebalik pintu itu. Suara-suara tersebut seperti menunjukkan kepada mereka adanya kehidupan di dalam sana. Jantung mereka semakin berdebar kencang seolah ingin keluar dari tempatnya, diiringi dengan mata yang masih membuka lebar, dan tubuh menegang. Seketika barbagai spekulasi hadir ke dalam batin mereka. Itu tadi suara apa? Apa iya itu suara hantu? Benarkah di rumah ini memang ada hantunya? Apa hantu itu sedang berada di dalam ruangan ini? Apa... ? Apa... ? Mungkin seperti itulah pertanyaan-pertanyaan dari batin mereka berteriak.
----------DBK----------
MAAFKAN TYPO YANG BERLARIAN.. DAN KETERLAMBATAN POSTING..
TERIMA KASIH UNTUK YANG SUDAH MEMBACA, MENUNGGU, VOTE, DAN COMMENT KALIAN DALAM CERITA INI.. DUKUNGAN KALIAN, MOTIVASI TERBESAR AKU...
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Keindahan
Aléatoire---------- Menceritakan petualangan 4 orang remaja mencari tau sesuatu yang tersembunyi dibalik sebuah rumah yang terlihat megah. Diwarnai konflik seru para tokoh. ---------- "Aku di sini menyaksikan tawa kalian. Aku senang melihatnya. Jujur, aku i...