11. Cinta??

1.7K 91 6
                                    

Haidar memijit pangkal hidungnya lalu beralih memijiti lehernya yang tegang. Rasa-rasanya emosinya belum juga bisa reda.

Setelah tidak sengaja bertemu Eve, wanita itu memaksa untuk mengajaknya bicara. Sesaat Haidar akan mengiyakannya, namun tiba-tiba dia mengingat perkataan Kai. Dia tidak boleh dekat-dekat dengan istri orang, bagaimanapun dia sedang dalam tahap menerima status Eve yang sudah menjadi istri Pram. Dan Haidar tidak ingin niatnya itu berubah kembali saat bertemu dengan Eve.

Tapi apa yang hendak dikata, Eve hampir saja tumbang jika Pram tidak menangkapnya. Air mata Eve yang mengucur deras juga membuat Haidar merasa tidak tega. Kalau boleh jujur, saat menatap wajah cantik Eve dan bersentuhan dengan Eve, Haidar merasa senang. Dan rasanya Haidar ingin selamanya memeluk Eve.

Seperti saat ini, dia memandangi Eve yang tengah beristirahat di ruangannya. Bukan, bukan diruangan Haidar tapi diruangan Eve yang ada direstoran.

Eve menolak untuk diantar pulang, dan menolak pula untuk dibawa kerumah sakit. Jadi disinilah mereka berdua sekarang.

"Idar", panggil Eve dengan lirih. Melihat Haidar yang tampak kacau, membuat Eve semakin merasa bersalah.

"Lebih baik kamu istirahat, Eve. Atau telpon suamimu agar kamu bisa secepatnya pulang. Saya pulang dulu", pamit Haidar cepat.

Namun secepat itu pula Eve menangkap tangannya, mencegah Haidar pergi. Eve merubah posisinya, dia duduk pelan-pelan tanpa melepaskan tangannya dari tangan Haidar.

"Tolong jangan pergi dulu, Idar. Aku minta maaf, aku minta maaf karena menerima Pram sebagai suamiku", tangis Eve pecah lagi, sedangkan Haidar mengetatkan rahangnya, menahan agar dia tidak meneriaki Eve, yang sudah mengkhianati cintanya. Perkataan Eve melukainya, lagi.

"Saya maafkan", jawab Haidar cepat, dia tidak tahan lagi mendengar raungan Eve. Dia beranjak namun lagi-lagi Eve menangkap tangannya.

"Tidak bisakah kita kembali seperti dulu? Kamu, aku, Pram. Tolong maafkan Pram, ini semua salahku. Jangan sampai persaudaraan kalian hancur karena aku. Aku yang salah", Eve menggenggam telapak tangan Haidar erat dan membawanya ke keningnya. Eve baru menyadari kalau menghadapi Haidar yang seperti ini sangat mengerikan. Biasanya Haidar tidak pernah mengabaikannya dan selalu menatapnya dengan pandagan memuja penuh cinta, namun kini hanya ada tatapan penuh luka dan kecewa yang dilayangkan kepadanya.

Haidar mendengus, lalu melepaskan tangannya dari Eve, membuat Eve tersentak dan semakin bersedih melihat penolakan Haidar.

Haidar tersenyum kecut, mendengar pembelaan Eve akan Pram, membuat hatinya semakin berdarah. Seorang istri tentu akan membela suaminya, dasar bodoh, pikir Haidar. "Kalau kamu ingin kita bertiga kembali seperti dulu, maaf Eve. Saya tidak bisa. Kamu dan dia tahu, tiga belas tahun, tiga belas tahun saya mencintai kamu. Tapi apa? Kamu justru menerima dia yang cintanya hanya lebih sebentar dibandingkan saya", Haidar menarik nafasnya, berusaha mengontrol emosinya yang sudah terlepas begitu saja. Sedangkan Eve semakin menangis, untung saja ruangannya kedap suara.

"Tolong jujur Eve, apa kurangnya saya? Sampai-sampai kamu menerima Pram? Sampai sekarang saya tidak tahu alasannya? Apa karena Pram yang sekarang sudah kaya? Apa karena Pram yang menolong keluargamu dari kebangkrutan? Saya tidak menyangka Eve kalau kamu gadis yang takut hidup susah. Kamu memang anak manja tapi saya tidak menyangka kalau karena hartalah kamu jadi lebih memilih Pram daripada saya", ucap Haidar sinis.

"Kamu menilai saya seperti itu?", tanya Eve tampak syok.

"Lantas apa?", sentak Haidar murka.

"Selama tiga belas tahun tepatnya sejak kamu memintaku menjadi ibu dari anak-anakmu, bisa kamu hitung berapa kali kita menikmati momen berdua kita?", tanya Eve sedih. Sedangkan Haidar diam, namun otaknya dengan cepat mengingat setiap kebersamaan mereka, mencari setiap kenangan romantis yang pernah dia ciptakan untuk Eve, namun semuanya itu bisa dihitung dengan jari.

Momen romantis yang menurutnya paling romantis, terjadi tiga tahun lalu saat Haidar hendak berangkat ke Inggris. Malam dimana Haidar mengajaknya makan malam berdua lalu meminta Eve menunggunya kembali, lengkap dengan memberinya sebuah kalung sederhana, hasil dari upahnya menjadi tukang ojek.

Kebersamaan mereka juga tidak banyak, Haidar yang sibuk bekerja, hanya bisa menelpon atau mengirimi pesan pada Eve sebagai bentuk perhatian dan cintanya. Haidar terlalu sibuk membangun masa depan, sehingga mengabaikan fakta bahwa wanita tidak hanya butuh kata cinta. Wanita juga butuh dimanja, butuh bertemu muka, dan butuh sandaran.

"Berapa kali?", tantang Eve lagi. Akhirnya dia merasa tidak terima jika terus menerus disalahkan oleh Haidar, toh Eve akhirnya menyadari, semuanya tidak akan jadi seperti ini jika sosok Haidar nyata.

"Kamu dimana saat aku sedih? Kamu dimana saat aku butuh pertolongan? Kamu dimana saat aku butuh pelukan? Saat aku butuh sandaran?", Eve menangis lagi. Hatinya sedih dan terasa menyesakan.

"Kenapa kamu tidak bilang? Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu ingin bertemu, Eve? Kenapa kamu hanya diam saja, dan malah nyaman dengan pelukan laki-laki lain? Kamu selingkuh Eve, kamu selingkuh", Haidar menatap Eve dengan tajam, kemarahannya sudah tidak bisa dia kendalikan lagi.

"Itu semua karena kamu terlalu sibuk dengan ambisi kamu. Tiap kali aku mengajak kamu bertemu, kamu bilang ini semua demi masa depan kita. Selalu itu jawaban kamu, lantas aku harus bagaimana?", sahut Eve sambil berteriak. Dia sudah lupa kondisinya yang sedang mengandung.

"Kalau kamu tidak tahan lagi bersama saya, cukup bilang putus. Itu lebih baik daripada kamu terus memberi harapan pada saya. Itu lebih baik daripada saya harus melihat kamu mengkhianati saya", Haidar tersenyum kecut, lalu mulai melangkah meninggalkan Eve. Haidar tidak sanggup lagi menerusakan perdebatan mengenai siapa yang salah.

Sejujurnya semua ucapan Eve membuatnya sadar, kalau selama ini dia salah. Namun egonya menolak, menurutnya Eve juga salah. Ahh, rasanya Haidar ingin berteriak sekarang.

"Idar, tunggu! Jangan pergi dulu!", Eve berteriak lagi, dirinya benar-benar kesal melihat sikap Haidar yang seenaknya.

"Kamu mau apalagi Eve? Apa kamu ingin menyakiti saya lagi? Apa kamu ingin menunjukan pada saya kalau kamu bahagia dengan Pram sekarang? Itu kan maksut kamu dengan meminta saya kembali dengan kalian? Kamu ingin saya pura-pura tidak melihatnya? Atau kamu ingin saya pura-pura kalau diantara kita tidak ada apa-apa?", tanya Haidar kesal.

Eve terkesiap dengan perkataannya, lalu menggeleng cepat. Tentu bukan itu yang dia inginkan. Setidaknya dia hanya ingin hubungan Pram dan Haidar baik-baik saja.

"Sudahlah Eve, saya sudah cukup tahu kalau kamu memang tidak cinta-cinta amat dengan saya. Jadi menjauhlah dan berbahagialah", ucap Haidar getir lalu meninggalkan Eve yang semakin terisak pilu sambil menatapnya.

"Aku cinta kamu, Idar. Cinta", jawab Eve pelan, namun sayang Haidar tidak bisa lagi mendengarkannya. Karena Haidar sudah menutup pintu ruangannya.

Ttd,

lucyro
07022018

DIFFERENT FEELING - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang