31. Pram & Eve

1.1K 71 0
                                    

Lain Kai, lain pula dengan apa yang dialami Eve. Kemarahan Eve pada Kai justru membuat kondisinya tidak baik. Kondisi Eve yang sebelumnya mengalami pre-eklampsia divonis dokter untuk operasi saat itu juga.

Pram tentu saja panik dan takut. Kekecewaan dan kemarahannya pada Eve sirna begitu saja. Saat ini dia sedang menggenggam tangan Eve dan mengusap kening Eve dengan penuh kasih sayang sambil menaikan doa-doa untuk keselamatan anak dan istrinya dalam hati.

Sebentar lagi Eve akan dibawa ke ruang operasi, itu sebabnya dia juga ikut meremas genggaman tangan Pram, berusaha berbagi ketakutan, kesakitan dan rasa bersalahnya.

Eve khawatir dengan Kai dan ingin sekali menemuinya. Eve menyadari kalau saja dia tidak bersikap seperti tadi, tentu semuanya akan baik-baik saja.

"Pram, ma-maafkan semua sikapku selama ini. Aku tahu kamu pasti merasa terbebani punya istri seperti aku dan aku ingin bilang satu hal..", ucapan Eve terhenti saat jari telunjuk Pram menempel dibibirnya.

"Sssttt, sudah ya Eve, kita bicara lagi nanti. Kamu butuh tenaga dan menenangkan pikiran biar semuanya berjalan lancar", Pram mengusap lembut rambut Eve, menenangkan Eve yang dia tahu sedang merasa gelisah.

"Tapi aku ga bisa tenang, Pram. Aku ga mau kita cerai, aku dan Haidar ga selingkuh. Aku memang tidur di rumahnya tapi kami ga ngapa-ngapain. Dia takut meninggalkan aku sendirian dirumah kita jadi dia bawa aku ke rumahnya, ada temannya juga disana. Kami tidak berdua saja. Saat pagi kamu datang, dia mau mengantar aku pulang. Aku-aku ga mau cerai", kepala Eve tertunduk setelah menyampaikan semua uneg-unegnya dengan cepat.

"Tapi perasaan kamu sama Haidar?", tanya Pram ragu. Eve yang mendengarnya menggeleng cepat.

"Perasaanku pada Haidar sudah berbeda, tidak lagi sama seperti dulu. Melihat kamu bersama Kai, ditambah dua hari kamu tidak pulang bikin aku sadar, kalau aku tidak akan rela melepaskan kamu untuk wanita lain, Pram. A-aku cintanya sama kamu, ayahnya anakku".

Pram jelas senang mendengar pengakuan istrinya itu. Dia pun sama, dia tidak rela jika harus melepaskan Eve dan anaknya.

"Aku juga cinta sama kamu Eve, aku pikir kamu lebih bahagia sama Haidar. Makanya aku siap jika kamu ingin bercerai dan kembali sama Haidar, asal kamu bahagia", Pram merangkum wajah Eve dan menatapnya dengan sorot serius.

"Tapi aku bahagianya sama kamu", balas Eve tak kalah serius, membuat Pram terkekeh senang, lalu membungkukan badannya dan memeluk Eve dari samping ranjang. Keduanya tampak lega dan bahagia, hilang sudah kesalahpahaman mereka selama ini.

Pram berjanji akan lebih sabar lagi menghadapi Eve dan tidak akan gegabah lagi dalam membuat keputusan. Begitupun dengan Eve yang juga berjanji, tidak akan mudah terbawa perasaan lagi.

"Pram, ba-bagaimana dengan Kai? A-aku takut, ini semua salahku. Ba-bagaimana kalau kandungan Kai kenapa-kenapa", Eve menjauhkan wajahnya dan menatap Pram sendu.

"Kita berdoa ya semoga mereka baik-baik saja. Aku juga cemas tapi sedikit tenang karena ada Rena dan juga Haidar",

"Ta-tapi benerkan anak dalam kandungan Kai itu bukan anak kamu?", tanya Eve untuk kedua kalinya. 

Pram menjambak rambutnya frustrasi, kesal karena Eve masih juga meragukannya. "Ya ampun Eve, itu bukan anakku. Kami tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh", jawab Pram dengan wajah muram.

"Ta-tapi kalian pernah pacaran", rengek Eve lagi.

"Cukup Eve, kita baru saja berbaikan. Jangan mulai berantem lagi. Tolong, perhatikan saja anak kita ya. Aku sudah tidak sabar melihatnya", Pram mengusap perut besar Eve sambil tersenyum memandang Eve.

Eve pun membalas senyuman itu tapi dengan mata berkaca-kaca.
"Aku juga sudah tidak sabar"

Lalu mereka berdua tenggelam dalam keheningan. Keduanya sama-sama mengusap perut besar Eve sampai perawat masuk ke ruangan itu dan memberitahukan kalau sudah waktunya bagi Eve untuk masuk kamar operasi.

Seketika itu ketakutan Eve semakin menjadi. Saat perawat mendorong brankarnya, tangan Eve tak lepas menggenggam tangan Pram.

"Pram, tolong berjanjilah satu hal",

"Apa itu?", tanya Pram bingung.

"Berjanji dulu, kalau kamu akan melakukannya?",

"Katakan dulu Eve, berjanji untuk apa?",

Eve menghela nafasnya sambil memejamkan mata, "Ka-kalau, ka-kalau aku tidak selamat, a-aku ingin Kai lah yang menjadi ibunya. A-aku ingin kamu menikahinya, Pram", ujar Eve dengan sorot mata serius.

"Kamu bicara apa sih, Eve? Kamu bakal baik-baik saja! Jangan bicara yang bukan-bukan", sentak Pram gusar. Dia tidak suka mendengar perkataan Eve.

"Please, Pram", pinta Eve lagi.

"Kamu akan baik-baik aja, sayang. Aku percaya itu dan kamu pun harus berjuang untuk itu! Kamu bilang, kamu tidak rela jika aku bersama wanita lain, lalu kenapa kamu sekarang berubah pikiran, hmm?", tanya Pram lembut.

"I-itu karena aku-",

Pram memotong ucapan Eve, "Tolong, jangan berpikir untuk meninggalkan aku, Eve. Berjuanglah demi aku dan anak kita, Oke! Aku disini selalu berdoa untukmu dan anak kita sayang, dan aku menunggu kalian. Kalian pasti baik-baik saja", Pram meremas tangan Eve dan mengecup kening Eve dengan cepat.

Eve mengangguk tanpa bisa menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. Semoga saja Tuhan mengabulkan harapannya dan suaminya.

Setelah itu, Eve benar-benar masuk ke ruangan operasi. Meninggalkan Pram yang kini berdiri lunglai tepat didepan pintu.

Pikirannya berkecamuk, perkataan Eve membuatnya ketakutan. Kondisi Kai juga membuatnya khawatir, rasa bersalah juga hadir dalam dirinya.

Seandainya dia pulang kerumah dan berbicara baik-baik pada Eve, kejadiannya pasti tidak akan seperti ini.

Pram ingin sekali melihat kondisi Kai namun meninggalkan Eve pun dia tidak mau dan tidak berani. Dia takut kalau Eve benar-benar akan meninggalkannya jika Pram beranjak dari tempatnya. Lagipula bagaimana jika dokter ingin berbicara padanya tapi dia tidak ada. Ah, Pram jadi dilema, pikirannya buntu.

Namun akhirnya dia mengingat Rena dan segera menelpon sahabat baik Kai itu.

"Halo, Ren. Bagaimana Kai? Mas belum bisa kesana, Eve-", Pram memborbardir Rena saat panggilannya diangkat.

"Kai keguguran, Mas. Bayinya tidak bisa bertahan", potong Rena yang tentunya membuat Pram bagai disiram air dingin. Otak dan badannya kaku seketika saat mendengarnya.

Dan ponsel Pram pun meluncur begitu saja dari tangannya. Perasaan bersalah makin menghimpitnya, bagaimana dia bisa menemui Kai jika dia ikut terlibat, membuat Kai harus kehilangan bayinya seperti ini.

Wajah kesakitan Kai membayanginya, Pram tahu Kai pasti akan sangat sedih jika bayinya kenapa-kenapa. Karena Pram melihat sendiri bagaimana sayangnya Kai pada anaknya. Kai bilang sekarang dia tidak sendirian lagi dirumah, anaknya akan ada untuknya. Tapi sekarang kebahagiaan Kai lenyap dan dia ikut andil didalamnya. Dan itu disebabkan oleh Eve, istrinya sendiri.

Ttd,

lucyro
03042018


DIFFERENT FEELING - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang