30. Yang Terjadi

1.1K 77 1
                                    

"Suami pasien?", suster yang sedari tadi berada didalam IGD tiba-tiba keluar, menemui Rena yang berdiri dengan gelisah dan Haidar yang duduk terpaku tepat disisi pintu IGD.

Mendengar perkataan suster, Haidar dan Rena yang sudah menunggu selama satu jam, lekas menghampiri suster tersebut.

"Say..", Haidar yang ingin mengaku kalau dialah suami Kai langsung dipotong oleh Rena.

"Suaminya sudah ga ada. Saya saudaranya", aku Rena cepat sambil melirik Haidar sinis, hingga mau tak mau Haidar bungkam kembali. Dia harus kembali menahan emosinya, menghadapi Rena sungguh membuatnya hampir kehilangan kendali.

Rena sama sekali tidak menjawab pertanyaannya, gadis itu hanya mengatai Haidar brengsek, berulang-ulang seperti kaset rusak.

Haidar yang merasa takut, panik, khawatir juga merasa kesal, kecewa dan marah, pada dirinya, pada Kai dan juga pada Rena dan Pram. Mengapa ketiga orang itu tidak memberitahunya dan kenapa dirinya juga begitu bodoh karena mengabaikan semua pesan dan panggilan Kai.

"Silahkan masuk, dokter ingin bicara", ujar suster itu lalu berjalan didepan Rena dan Haidar, berjalan menuju meja yang nampaknya dikhususkan untuk dokter jaga, letaknya tepat didekat pintu, bersebalahan dengan nurse station dan didepannya tampak barisan ranjang yang salah satu gordennya tertutup rapat.

Haidar sendiri tampak tidak peduli jika Rena mengamuk padanya sekarang, dia terus melangkah mengikuti Rena dan duduk disebelah Rena, tepat dihadapan sang dokter.

Bagaimanapun dia harus tahu kabar anaknya dan juga kabar Kai. Lagipula Haidar yakin sekali itu adalah anaknya.

Kai tidak pernah berjauhan darinya, mereka hanya terpisah saat Kai harus bekerja, begitu juga dengan Haidar yang terkadang harus meeting diluar kota. Sisanya mereka habiskan berdua, entah itu diranjang, jalan-jalan atau sekedar panggilan lewat video call yang kadang memakan waktu berjam-jam.

"Silahkan duduk, jadi bapak ini suami Mbak Kai?", tanya dokter Putu basa-basi. Mendengar itu, Rena hendak menjawab sebelum Haidar buka suara, namun sayang dia kalah cepat.

"Iya dok, saya suaminya. Bagaimana kabar Kai dan bayi kami, dok?", Hati Haidar menghangat saat mengucapkan kedua kata itu. Bayi kami, kedua kata itu bagai sebuah tombol yang menghidupkan sebuah proyektor, menampilkan dimana ada dirinya dan Kai yang sedang tersenyum sembari memandang anak mereka. Namun jawaban dokter itu menghancurkan semua gambaran yang ada dalam benak Haidar.

"Maaf, bayi kalian tidak bisa dipertahankan. Sedari awal kandungan istri anda lemah dan sempat mengalami pendarahan. Maka kemarin istri sempat bedrest disini. Sepertinya kemarin Bapak tidak ada, makanya baru kelihatan sekarang. Istri tidak betah dan meminta pulang, jadi saya ijinkan karena takut istri anda bertambah stres. Tapi tidak disangka justru malah seperti ini. Ini semua diluar kuasa saya, saya minta maaf. Saya hanya bisa berharap Mas dan Mbak Kai ikhlas dan tetap tegar", ujar dokter Putu dengan wajah sendu.

Namun penjelasan dokter yang panjang lebar tersebut tidak lagi masuk kedalam pikiran Haidar.

Sejak dokter bilang kalau anaknya tidak bisa dipertahankan, seperti ada suara yang memekakan telinganya dan rasanya sangat menyakitkan. Begitu juga hatinya yang terasa perih. Bayinya sudah pergi, Haidar mengetahui keberadaan bayinya tepat disaat bayinya sudah pergi. Dia bahkan belum sempat menyapa anaknya.

"Bagaimana dengan Kai, dok?", tanya Rena sambil terisak, mengambil alih pembicaraan yang sudah terhenti akibat Haidar yang sudah menunduk dan terdiam ditempatnya.

"Mbak Kai akan segera dipindahkan ke ruang perawatan. Tinggal menunggu Mbak Kai siuman", jawab dokter Putu seraya menatap gorden yang dibuka oleh seorang suster.

DIFFERENT FEELING - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang