32. Jeritan Kai

1.3K 80 1
                                    

Butuh waktu tiga jam lebih bagi Kai untuk sadar dari biusnya. Lebih lama dari perkiraan dokter. Padahal pasien yang dikuret, biasanya hanya butuh satu atau dua jam sampai biusnya menghilang. Tapi tidak dengan Kai, dia terbangun dengan waktu yang lebih lama.

Matanya mengerjap pelan, membiasakan diri dengan ruangan yang menurutnya menyilaukan dan rasa sakit dikepala yang masih belum juga pudar. Ditambah lagi dia harus merasakan kebas diperutnya.

Dan kata terakhir membuatnya sadar sepenuhnya, perutnya, anaknya. Bagaimana nasib anaknya? Kai meraba perutnya yang memang belum mengalami perubahan. Dia berharap anaknya masih bergelung dengan aman dalam rahimnya.

"Kamu sudah sadar, Kai?", tanya Rena kaget. Gadis dengan rambut highlight maroon itu mendekati Kai. Ekspresi sedihnya sungguh membuat Kai gusar.

Tatapan kasihan itu sungguh dikenal baik oleh Kai. Karena semenjak dia hidup sendirian di dunia ini, tatapan itulah yang sering dia terima dari orang-orang sekitarnya. Dan dia tidak menyangka kalau sahabat baiknya yang sebelumnya tidak pernah memberinya tatapan itu sekarang malah terang-terangan mengasihani dia.

"Anakku baik-baik saja kan, Ren?", tanya Kai lirih. Dia tahu kalau tubuhnya tidak sama lagi, ada yang hilang darinya namun Kai berharap semua pemikirannya itu salah.

"Kai..", bisik Rena menahan sedih.

"Berhenti menatap saya dengan tatapan kasihan itu, Renata Fabiola", sentak Kai marah dan itu sangat membuat Rena terkejut.

"Kai..", Rena mulai terisak, tidak percaya kalau Kai langsung berubah dingin saat sadarkan diri.

"Please, Ren. Bilang kalau anak saya baik-baik saja!", pinta Kai melembutkan suaranya, dia menyesal karena harus berkata keras pada Rena.

"Maaf, Kai. Dia ga bisa bertahan", jawab Rena sambil memeluk Kai, air matanya mengalir, rasa sedih menggelayutinya melihat sahabatnya seperti itu.

"Enggak, Ren! Kamu bohong kan?!", Kai menyentak pelukan Rena dan memaksa dirinya untuk duduk dan meringis karena perutnya terasa sakit.

Kai mulai terisak, dia tahu apa yang dikatakan Rena benar. Bayinya sudah tidak ada.

"Kai.. Jangan duduk dulu Kai, kata dokter kamu harus berbaring dulu", Rena merangkul kedua bahu Kai lagi dan mencoba membantu Kai berbaring, tapi kembali Kai menepisnya.

"Anak aku, Ren! Kenapa mereka ambil anak aku! Panggil dokternya, Ren! Panggil!", Kai berteriak histeris, menjerit seperti orang gila, membuat Rena semakin terisak sedih melihat kondisi sahabatnya itu.

Tiba-tiba Haidar masuk, membuat Kai yang tadinya menangis histeris berhenti seketika.

Rena yang juga menyadarinya langsung mendekati Haidar, berniat mengusir laki-laki itu. Dia tidak ingin Kai bertambah sedih melihat laki-laki yang menatap tajam ke arah Kai.

"Mas Haii..", ujar Kai lirih. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Haidar ada disini. Apa Haidar tahu keadaannya? Apa Haidar tahu kalau Kai sempat mengandung bayinya? Dari tatapannya, Kai bisa tahu itu bukan tatapan ramah yang biasa diberikan padanya. Ada luka dan marah dalam tatapan itu.

"Lebih baik lo keluar!", Rena mulai mendekati Haidar dan mendorong dada Haidar mundur.

"Lo diem, jangan ikut campur! Ini urusan gue sama Kai!", tepis Haidar kasar, suaranya jelas menyatakan rasa marahnya.

Kai menelan ludahnya kasar, dia takut. Dia tidak mengharapkan bertemu Haidar dalam kondisi seperti sekarang. Dia tidak pernah melihat Haidar semenyeramkan ini. Saat berkelahi dengan Pram pun, aura kemarahan Haidar tidak begini.

DIFFERENT FEELING - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang