33. Titik Balik

1.1K 82 0
                                    

Kai tidak berlama-lama dirawat di Rumah Sakit, karena keesokan harinya Kai sudah diperbolehkan oleh dokter. Namun dokter meminta Rena untuk memperhatikan kondisi psikis Kai yang memang berubah drastis.

Kai menjadi sosok yang pendiam, terkadang juga suka menangis tiba-tiba dan selalu ingin sendirian. Apalagi setelah kedatangan Pram yang menjenguknya.

Kai sama sekali tidak menggubris semua permohonan maaf Pram untuk istrinya yang sudah mendorong Kai sehingga Kai keguguran. Dia hanya diam lalu meminta Pram untuk meninggalkannya sendirian. Pram pun meninggalkan Kai setelah Rena memberi pengertian pada Pram.

Rena tahu, seandainya dia jadi Kai, dia pasti akan membenci Eve, juga Pram dan yang pasti Haidar ikut termasuk.

Rena mendengus mengingat laki-laki itu.  Ingin sekali Rena pergi menemui laki-laki itu dan memberinya pelajaran. Namun melihat kondisi Kai, dia tidak berani meninggalkan Kai sendirian.

Dia takut Kai akan bunuh diri, atau apapun itu yang menjurus menyakiti dirinya sendiri. Rena menyadari kalau Kai tenggelam dalam kesedihan.

"Kamu pulang kerumahku ya Kai", kata Rena sambil mengemasi pakaian Kai ke dalam travel bag biru milik Kai.

"Ga Ren, pulang ke rumah saya aja", tolak Kai. Rena menghela nafas, setidaknya dia bersyukur karena Kai menimpali perkataannya dengan cepat. Biasanya Kai tidak mau repot menyahutinya karena gadis itu sudah tenggelam dalam lamunannya.

Tapi Rena benci menghadapi sifat keras kepala Kai, ditambah lagi dengan perubahan Kai yang memanggil dirinya dengan saya. Seolah-olah mereka bukan lagi sahabat dekat.

"Lo ga punya pilihan! Lo ikut ke rumah gue atau lo tinggal disini lebih lama", lagi-lagi Rena tidak memberi Kai pilihan.

"Saya pulang kerumah aja, Ren. Saya sudah sehat. Kamu sudah banyak ijin gara-gara saya. Saya ga mau repotin kamu lagi", Kai mendesah dan merasa tidak enak karena Rena hanya mengurusi dirinya.

"Gue ga ngerasa repot sama sekali. Gue ga tenang ninggalin lo sendirian dirumah, apalagi lo baru keguguran-", Rena mendesis, merutuki mulutnya yang keceplosan mengatakan hal itu. Dia sama sekali tidak bermaksut mengingatkan Kai tentang hal itu.

Kai sendiri terdiam, gerakan tangannya yang sedang memasukan struk-struk pembayaran ke dalam dompet, terhenti.

"Kai, gue-gue..", Rena mendekati Kai, memegang lengan Kai, dia serba salah harus bagaimana.

"It's okay, Ren! Semua sudah terjadi kan?!", ujar Kai dengan wajah tegar. Dia tersenyum tipis pada Rena lalu pergi mengambil tas yang ada dilemari pakaian.

Kai sudah berjanji untuk menjadi kuat dan tidak menangis lagi. Toh anaknya baik-baik saja bersama Sang Pencipta. Dia pun harus demikian.

"Ayo, Ren. Katanya mau pulang", ajaknya pada Rena yang masih terdiam ditempatnya.

"Hah? Iya, ayo!", Rena segera sigap membawa travel bag Kai, dia tidak bisa menyia-nyiakan momen dimana Kai nurut padanya.

***

Ditempat lain, Haidar tampak baru bangun dari tidurnya. Kepalanya pusing dan rasa sakit dibibir dan tubuhnya masih belum hilang.

Walaupun sudah tiga hari berlalu pasca keguguran Kai, pukulan Josh masih terasa dan benar-benar membuat tubuhnya remuk. Apalagi efek alkohol yang semalam ditengguknya menambah rasa mual yang luar biasa.

Haidar sampai harus berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi dalam perutnya.

"Jadi cuma ini yang bisa lo lakuin? Mabuk-mabukan dan mengabaikan semua pekerjaan? Lo juga belum nemuin Kai lagi kan? Dan sekarang gue mau tanya sama lo, dimana alamat rumah Rena?". Josh yang tiba-tiba masuk ke kamar Haidar, langsung mencecarnya dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Haidar membasuh mulutnya dengan air lalu mendengus. Dia muak melihat sahabatnya ini, sahabat macam apa yang membiarkan dirinya terjerumus dan ikut menutupi kehamilan anaknya.

"Kenapa lo tanya gue? Lo naksir sama dia?", tanya Haidar balik, nada suaranya jelas mengejek Josh.

Namun Josh masih sabar menghadapi Haidar. Bagaimanapun dia juga ikut merasa bersalah karena tidak mengatakan berita kehamilan Kai pada Haidar. Jika saja Josh mengatakannya pada Haidar, pasti akan lain ceritanya.

Dan sekarang Josh berniat menyadarkan Haidar dan membuat laki-laki itu segera bertanggung jawab pada Kai, entah adanya anak atau tidak ada anak, Haidar harus menikahi Kai.

"Lo gila! Gue cuma pengen tahu kenapa Rena blokir nomor gue dan gue pengen nanya Kai kemana? Kenapa Kai belum juga pulang kerumah? Padahal pihak rumah sakit bilang Kai sudah balik dari dua hari yang lalu! Lo bener-bener kelewatan! Lo biarin Kai nanggung kebrengsekan lo sendirian!", Josh menunjuk dada Haidar berulang-ulang, otot wajahnya setegang busur panah yang siap dilesatkan.

Sedangkan Haidar terpaku mendengar informasi itu. Kai sudah tidak lagi berada dirumah sakit? Lantas kemana perempuan itu? 

"Ngeliat lo kayak gini gue yakin anak lo diatas sana bakalan makin benci sama lo", ujar Josh lalu beranjak meninggalkan Haidar yang lagi-lagi terpaku dengan perkataan Josh.

Keinginan Haidar untuk menemui Kai sirna, dalam pikirannya terbayang wajah anak kecil yang membuang muka saat melihatnya.

Apakah Tuhan belum menganggapnya layak untuk memiliki seorang anak? Dan apakah orang seperti Josh lebih layak daripada dia? Haidar menatap langit-langit kamarnya. Semakin dipikirkan, semakin pusing dan penyesalan itu tidak ada habisnya.

Kemarahannya pada Kai sudah hilang, namun rasa kecewa itu masih ada walau hanya tinggal sedikit. Yang ada sekarang tersisa rasa ragu, malu dan takut. Bagaimana mungkin Haidar masih punya muka untuk bertemu Kai, setelah dia membentak seorang Ibu yang baru saja kehilangan anaknya. Haidar harus bagaimana sekarang?

Sedang ditempat lain, Kai sibuk melamun. Sementara ini dia tinggal dirumah Rena. Ibu Rena sangat baik padanya, bahkan tak ayal baik Rena dan Ibunya membiarkan Kai hanya duduk-duduk saja sambil melamun seperti ini. Namun Kai sadar dia tidak bisa seperti ini lama-lama.

Dia harus kembali bekerja, usaha pudingnya juga sudah lama dia abaikan. Jika seperti ini terus dia tidak enak dengan Rena dan Ibunya. Setiap makanan yang dia makan itu belinya pakai uang, masak dia hanya duduk-duduk saja. Tapi setiap Kai melihat anak-anak terutama anak bayi, maka Kai akan jadi seperti ini. Niatnya untuk bangkit jadi luruh lagi. Dia kembali tenggelam dalam kesedihan. Andai saja saat itu dia tidak bertemu Eve dan Haidar, mungkin anaknya masih baik-baik saja diperutnya.

Ah mengingat Pram, Kai jadi tidak enak hati. Disatu sisi dia ikut bersedih karena Eve dinyatakan koma, tapi Kai tidak sanggup untuk menjenguk wanita itu, hatinya belum siap. Walaupun dia sudah memaafkan tindakan Eve yang mendorongnya tapi tetap saja sulit mengikhlaskan kepergian anaknya.

Entah kalau Haidar, mungkin laki-laki itu sudah mengikhlaskan atau malah semakin membencinya. Kai sudah tidak peduli. Dia sudah memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan laki-laki itu.  Jikapun mereka harus bertemu, Kai akan menganggap kalau mereka tidak saling kenal sebelumnya.

Ttd,

lucyro
06042018



DIFFERENT FEELING - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang