12. Jadi Pacarku, Kai

1.3K 101 2
                                    

"Mas, udah makan? Ini Kai bawain makan malam", ujar Kai yang datang pada malam harinya.

Sebenarnya dia merasa bersalah karena tidak mengantarkan makan siang untuk Haidar, tapi mau bagaimana lagi, seharian ini dia sibuk. Sibuk bimbingan dengan dosen, sibuk meladeni Josh, dan sibuk menghibur Pram. Dia juga baru menyelesaikan orderan lima puluh puding lumutnya, waw sekali kan harinya?

Kai mengernyit saat tidak mendapati tanggapan apapun dari Haidar. Sosok tinggi tegap itu masih tetap berbaring disofa dengan tangan yang menutupi dahi serta matanya. Kai yakin pria itu tidak tidur, karena telapak kanan kaki Haidar bergerak terus, kadang kencang, kadang pelan.

"Mas Hai!", sentak Kai kesal sambil menepuk dada Haidar dengan keras. Dia kesal karena merasa diabaikan.

"Apa-apaan sih?! Sakit tau ga?!", sahut Haidar yang juga ikut kesal karena sikap bar-bar Kai.

Haidar duduk lalu menatap Kai tajam. "Ngapain sih kesini malam-malam? Biasanya kamu paling susah disuruh kesini kalau sudah malam?!", ucap Haidar sinis.

Kesinisannya semakin bertambah saat pulang dari restoran Eve, Haidar melihat Pram yang masuk ke rumah Kai dengan wajah gembira. Keduanya tampak tertawa bahagia.

Haidar memejamkan matanya saat mengingat hal itu. Mau tidak mau dia harus mengakui kalau Pram memang sosok yang lebih hangat dibandingkan dia. Tak heran jika Eve dan Kai bisa merasa leluasa bercanda dengan Pram. Argghhh, panas dihati Haidar semakin membara saat mengingat kedekatan Pram dan Kai.

"Lah, Kai kesini mau nganterin makanan, belum malem banget kok. Masih jam 7. Memang Mas Hai udah makan?", tanya Kai sambil menyusun kotak-kotak tupperware itu dimeja makan.

Haidar ingin sekali bilang sudah makan, dia gengsi jika harus menerima makanan Kai. Tapi melihat makanan yang dibawa Kai, mau tak mau Haidar menelan gengsinya dan menunda kemarahannya.

"Ya belum lah, cepet siapin makan!", titahnya dengan wajah angkuh.

"Astaga, sejak kapan Kai jadi babunya Mas", Kai menggerutu namun tetap pergi ke dapur, mengambil sepiring nasi beserta segelas air putih.

Haidar sendiri terkekeh kecil, melihat Kai kesal membuat hatinya merasa sedikit lebih baik. Apalagi tingkah Kai menurutnya begitu lucu dan menggemaskan.

"Ada lagi, Yang Mulia?", tanya Kai lagi setelah meletakan gelas dan sepiring nasi dihadapan Haidar.

"Habis ini kamu pijitin saya", titah Haidar sambil mulai menyuapkan nasi ke mulutnya. Tidak ada nada bercanda dalam suaranya, wajahnya pun sangat serius saat mengucapkannya.

"Enak aja! Memangnya saya ini babu!", Kai memukul punggung Haidar, dia tidak terima perintah Haidar yang semena-mena.

"Memang bukan?", Haidar menaikan salah satu alisnya. Pandangannya begitu sinis dan meremehkan Kai. Membuat Kai ingin sekali melemparkan gelas ke wajah Haidar.

"Mas kenapa sih? Kok hari ini ngeselin banget? Lagi PMS ya?", Kai duduk didepan Haidar dengan wajah cemberut. Rasa-rasanya baru sekali Kai tidak mengantarkan makan siang, kenapa pengaruhnya sampai sebegini besar. Haidar sampai berkata sinis dan ketus kepadanya. Memangnya dia salah apa?

"Ya udah kalau Mas lagi marah. Kai pulang aja, males dijadiin tempat pelampiasan marah Mas", Kai berdiri, lalu mulai beranjak pergi. Namun suara Haidar menahannya.

"Tunggu sampai Mas selesai makan, ada yang mau Mas omongin".

Dahi Kai semakin berkerut dalam, memperhatikan wajah Haidar yang menurutnya sangat aneh hari ini.

"Mas salah minum obat ya? Atau obatnya abis?",

"Maksutnya?", tanya Haidar bingung. Dia tidak merasa sakit apapun. Jadi obat apa yang dimaksut Kai.

"Ck, kayak gitu aja ga ngerti", gerutu Kai lagi.

"Ngomong yang jelas, jangan memanyunkan mulut kayak gitu, bibir kamu itu, ga ada seksi-seksinya!", dalam hati sebenarnya ingin tertawa, namun apa boleh buat. Dia ingin Kai merasa bersalah telah mengabaikannya demi bersama seorang Pram.

"Ck.. Mas makan masih lama ga? Kai mau pulang"

"Ini udah kelar, jangan pulang dulu". Haidar yang sudah biasa dengan piring kotor, tidak merasa berat sama sekali untuk mencuci piringnya.

"Mas ngomong apa, buruan deh!", Kai jadi kebawa emosi beneran.

Haidar yang sudah selesai mencuci piring, langsung berbalik dan duduk kembali didepa Kai. "Mulai hari ini kita pacaran!", ucapnya santai.

"Hah? Mas Hai sama Bang Josh lagi main taruhan ya?", Kai berdiri sambil menunjuk Haidar.

"Taruhan apa? Kami ga main taruhan!", Haidar melotot karena dituduh begitu.

"Kalau ga taruhan, kok kalian berdua tiba-tiba nembak Kai?", tanya Kai polos.

"Hah? Dia udah nembak kamu? Terus kamu terima?", Haidar panik, dia tidak menyangka kalau Josh akan secepat itu menembak Kai. Gila, bener-bener gila.

"Ya enggaklah, abis dia nembak Kai. Tiba-tiba ada cewek yang nelpon, nangis-nangis, minta tanggung jawab sama Bang Josh, katanya itu cewek hamil", Kai menceritakannya dengan nada kesal.

"Syukurlah", ucap Haidar polos, entah kenapa dia merasa lega sekali.

"Syukurlah apa, anak orang hamil diluar nikah kok disyukurin!", sentak Kai kesal.

"Lah kamu kenapa marah-marah? Kamu kecewa karena ga jadian sama Josh? Kamu ga suka dia tanggung jawab sama itu cewek?", tanya Haidar yang jadi ikutan kesal karena dibentak Kai. Dia kan bersyukur karena Kai tidak jadi pacar Josh.

"Ya bukan itulah, Kai kesal karena baru tahu kalau Bang Josh lelaki buaya. Duhhhh, harusnya tadi Kai bawa aja dia ke mantri", Kai gemas sendiri.

"Hah? Mau ngapain ke mantri?" Haidar bingung dengan perkataan Kai.

"Ya buat disunatlah burungnya", ucap Kai blak-blakan.

"HAHAHAHAHAHAHA", tawa Haidar pecah. Josh pasti kalang kabut kalau mendengar ucapan Kai. Ah, kekesalan Haidar luntur seketika. Dia jadi tidak marah lagi pada Kai.

"Mas Haidar kenapa malah ketawa sih!", Kai mendekap kedua tangannya didepan dada. Kembali kesal karena idenya malah ditertawakan Haidar.

Menurut Kai idenya itu tidak main-main. Dia tidak suka dengan pria hidung belang yang berani-beraninya meniduri wanita. Menurutnya pria macho itu ya pria yang berani mengajak wanitanya ke penghulu, bukan ke tempat tidur.

"Kamu lucu. Jadi pacarku, ya Kai", pinta Haidar yang tahu-tahu sudah berdiri dihadapannya Kai.

Tanpa ragu Haidar merangkum kedua pipi Kai sambil mengatakan hal itu. Sisa tawanya juga belum hilang dari wajah Haidar.

Haidar sadar benar apa yang dia lakukan. Entah kenapa bersama Kai, dia yakin hidupnya akan berwarna, dan luka dihatinya juga akan sembuh.
Walaupun dia tahu kalau niatnya salah, tapi dia tidak akan mundur. Karena dia tidak yakin bisa melupakan Eve tanpa bantuan orang lain.

Sedangkan Kai hanya bisa melotot. Menerima tatapan serta perlakuan lembut dari Haidar nyatanya mampu membuat jantungnya jumpalitan. Ditambah lagi wajah tampan Haidar yang begitu dekat dengan wajahnya.

Ya Tuhan, mimpi apa Kai semalam sampai harus ditatap sedemikian rupa oleh si pemuda yang dulu sempat membuatnya terpesona.

Serius Kai jadi galau, kalau diterima, Kai yakin dia akan banyak sakit hati nantinya. Toh dia sadar, kalau Haidar masih mencintai Eve dan hanya menjadikannya sebagai pengalihan.

Tapi kalau ditolak, dia tidak tega. Apalagi melihat wajah Haidar yang penuh permohonan.

Ah, siapapun tolong Kai....

Ttd,

lucyro
09022018

DIFFERENT FEELING - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang