25. Kalut

1.1K 64 4
                                    

Sampai dimobil Pram, Kai menangis terisak-isak, membuat Pram yang tadinya masih marah pada Eve dan Haidar jadi bingung melihat sikap Kai.

Kenapa Kai harus nangis segala? Yang disakiti kan dia? Apa Kai sampai begitu sedihnya melihat perpisahannya dan Eve, pikir Pram.

"Kamu ga perlu sedih begitu, Kai. Mungkin memang sudah takdirnya aku sama Eve begini. Dia memang jodohnya Haidar. Harusnya dulu Mas ga merebut Eve dari Haidar. Harusnya Mas lebih mementingkan tali persaudaraan daripada seorang wanita", ujar Pram sambil melajukan mobilnya pelan.

Mendengar perkataan Pram, tangisan Kai bertambah kencang, membuat Pram semakin bingung dan akhirnya menepikan mobilnya, dia akan menenangkan Kai.

"Sudah ya Kai, ga perlu menangisi Mas seperti itu", Pram memegang kedua bahu Kai lalu tangan kanannya menghapus air mata yang ada dipipi kanan Kai.

"Bagaimana dengan nasib anak Mas?", dan juga nasib anakku, ucap Kai dalam hati.

Pram melepaskan tangannya lalu kembali mencengkram kemudi mobil. Kepalanya menunduk sedih, dia baru mengingat anaknya yang ada dalam kandungan Eve, lalu tersenyum masam.

"Haidar pasti merawatnya dengan baik. Toh anak itu keponakannya juga kan? Nanti kalau sudah besar baru Mas akan meminta hak asuhnya".

Kai kembali terisak mendengar perkataan Pram. Lalu bagaimana dengan anaknya dan Haidar? Siapa yang akan menjadi ayah dari bayinya jika Haidar sudah menjadi ayah dari bayi lain? Apa Kai harus merawat anaknya sendirian?

Kai tidak masalah jika harus membesarkan anaknya sendirian, dia pasti bisa tapi membayangkan anaknya tumbuh tanpa kehadiran ayah, seperti dirinya membuat batinnya sedih. Kai sudah tahu bagaimana tidak enaknya hidup tanpa ayah.

Memang ayah Kai meninggal waktu Kai berumur 2 tahun namun pada saat itu Kai sama sekali tidak ingat dengan keberadaan ayahnya. Semua kenangan antara ayah dan dirinya hanya diceritakan oleh ibunya.

Dan hal itu justru membuat Kai nelangsa apalagi saat melihat teman-temannya pergi diantar ayahnya atau digandeng ayahnya atau melihat temannya dibelikan mainan oleh ayahnya. Semua itu membuat Kai semakin sedih memikirkan nasib anaknya. Kai tidak ingin anaknya mengalami apa yang dirasakannya, apalagi ayah dari bayinya masih hidup. Bagaimana Kai harus menjelaskan jika ayah anaknya lebih memilih anak lain ketimbang anaknya sendiri.

Belum lagi pandangan masyarakat tentang anaknya, Kai tidak akan rela jika nanti anaknya disebut-sebut sebagai anak haram.

Ah, semua itu membuat Kai pusing dan menyesal kebodohannya yang dengan begitu mudahnya menjadi pemuas nafsu Haidar. Kai sama sekali tidak mengira kalau Haidar akan sejahat ini padanya. Kai benar-benar merutuki keluguannya yang langsung menelan semua perkataan sayang dan cinta dari Haidar.

"Kamu kenapa Kai, kenapa kamu geleng-geleng terus?", tanya Pram yang semakin heran melihat keanehan Kai.

"Ka- Kai ga apa-apa, Mas. Apa boleh Kai tanya sesuatu, Mas?", Kai menghapus semua air matanya, dalam hati dia berjanji akan menjadi kuat untuk anaknya. Lagipula menurutnya Pram tidak boleh tahu keadaannya. Dia tidak ingin menambah kekacauan, yang ada.

Jika Pram tahu, kemungkinan besar Pram akan menghajar Haidar lalu memberitahu mengenai kehamilannya dan Kai yakin kalau Haidar pasti akan terpaksa menikahinya demi anak ini.

Tapi Kai tidak ingin Haidar merasa terpaksa. Dia tidak mau. Kai ingin Haidar dengan kesadarannya sendiri, memilih Kai, bukan karena tekanan Pram atau tekanan karena kehadiran anaknya.

Dia tidak akan sanggup melihat wajah menderita Haidar, apalagi disaat ini Haidar dan Eve akan bersatu kembali. Bahkan Pram sudah merelakan Eve untuk Haidar. Bagaimana mungkin Kai tega dengan merebut kebahagiaan Eve dan Haidar. Kai tidak akan tahan jika hidup dengan tatapan benci dari Haidar.

"Kamu ingin tanya apa, Kai? Kenapa jadi diem lagi? Biasanya nanya ya tinggal nanya, ga perlu ijin segala", Pram terkekeh sumbang, jenis tawa terpaksa.

"A-apa Mas cinta sama Mbak Eve?", tanya Kai hati-hati.

Pram diam, lalu kemudian mengangguk.

"Sewaktu mengucapkan janji di altar, Mas sudah menyerahkan hati dan cinta Mas untuk Eve satu-satunya, entah bagaimana dengan Eve? Mas ga tahu apa Eve cinta sama Mas atau ga", lagi-lagi Pram tersenyum kecut.

"Apa Mas ga mau memperjuangkan cinta Mas?",

"Untuk apa memperjuangkan orang yang ga cinta sama kamu Kai? Kalau dua-duanya saling cinta mah ga apa-apa? Tapi kalau cuma satu aja yang cinta, itu namanya maksa. Yang ada kita doank yang sakit. Lagipula Mas mau praktekin teori yang bilang kalau cinta itu tak harus saling memiliki. Hahahaha", Pram geli sendiri dengan kata-katanya yang seperti pujangga.

Kai hanya ikut tertawa, kalau dihari normal, Kai pasti akan terbahak dan akan memojokan Pram, namun hari ini perkataan Pram justru membenarkan keputusannya untuk melepaskan Haidar. Ya, Pram benar, untuk apa memperjuangkan orang tidak cinta sama kita, toh buktinya saja sekarang. Haidar bahkan menunjukan kalau dia tidak punya hubungan dengan Kai. Keberadaan Kai dirumah kantor itu, tidak membawa efek apapun pada Haidar. Haidar tetap memilih Eve daripada dia.

"Kamu mau ngantor apa ikut Mas, Kai? Ini udah deket kantor kamu soalnya", Pram berkata pada Kai yang tampak sedang melamun. Setelah jawaban Pram tadi, Kai hanya diam sambil memandang ke luar jendela. Dan Pram sudah tidak ambil pusing lagi dengan sikap Kai itu, jadi dia membiarkan keheningan itu merangkul mereka berdua. Toh Pram sendiri sebenarnya enggan berceloteh , kepalanya sedang penuh dengan pikiran tentang Eve.

"Eh, oh iya. Kai turun didepan aja kalau gitu". Kai memperbaiki duduknya dan saat itulah dia baru menyadari rasa sakit diperutnya.

"Kamu kenapa Kai?", tanya Pram yang mendengar Kai meringis.

Kai menggeleng sambil tersenyum, "Kai ga apa-apa, Mas. Kai turun disini aja ya".

Haidar menangguk lalu segera menepikan mobilnya.

"Makasih yang Mas sudah antar Kai. Kai doakan juga semoga Mas dan Mbak Eve diberikan yang terbaik", ucapnya sambil membuka pintu.

"Makasih juga ya Kai doanya, maaf kamu harus menonton drama kami", sahut Pram seraya tersenyum lebar, membuat Kai geleng-geleng kepala.

Walaupun Pram bertingkah seolah-olah tidak ada apa-apa, namun Kai tahu hatinya Pram sakit sekali. Namun Kai tidak bisa menghibur Pram sebagaimana biasanya, apalagi disaat Kai juga mengalami hal yang sama dengan orang-orang yang sama menyakitinya pula.

"Kai, kamu lagi datang bulan?", tanya Pram saat Kai sudah berdiri. Dia menunjuk rok belakang Kai yang sudah terkena noda darah. Rok Kai yang berwarna putih garis-garis lurus hitam, jelas tidak bisa menyamarkan warna merah yang justru terpampang jelas.

"Kamu berdarah Kai", sambung Pram lagi. Dan saat itulah Kai masuk kembali dalam mobil Pram. Kepalanya terasa nyeri, begitupun perutnya. Wajahnya sudah pucat pasi, pikirannya sudah dipenuhi dengan pikiran negatif.

"Mas, ki-kita ke rumah sakit. To-tolong Kai, Mas. Tolonggggg", setelah berkata seperti itu, kesadaran Kai hilang. Pram yang melihatnya pun jadi ikut panik dan segera menutup pintu disebelah Kai. Dengan segera dia melarikan mobilnya dengan cepat.

Pikirannya semakin bertambah kalut melihat kondisi Kai. Untuk sesaat, otaknya tidak lagi memikirkan tentang Eve.


Ttd,

lucyro
25032018

DIFFERENT FEELING - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang