Hari demi hari
Yang meregang nyawa tak terhitung lagi
Kebiadaban itu masih dipertontonkan
Didiamkan
Diamini
Dunia sepi
Dunia diam
Warga mencoba mencari perlindungan
Di jalanan mereka dibunuhi
Di lautan mereka ditenggelamkan
Anak kecil meregang terbujur bisu dan beku di pantai
Mereka bergerak ke tetangganya
Sayang, para tetangga itu tak membukakan pintu
Mereka tutup mata dan tutup telinga
Mereka pun menyeberang ke Eropa
Sangat aneh, dan ini sedikit kebahagiaan
Hanya sedikit saja
Mereka yang berlainan agama membukakan pintu
Kenapa tetangga seiman mengunci pintu?
Kebiadaban ini terus terjadi
Sampai kapan?
Tidakkah kau tergerak hati untuk menghentikan
Apakah hatimu sudah mati?
Telingamu tuli?
Matamu buta?
Lisanmu bisu?
Omong kosong HAM dan pemujanya
Mereka yang terzalimi
Masih menunggumu
Di barak-barak penuh sengsara
Tak ada kehangatan dan tawa
Mereka masih menunggu
Hingga kau lucuti ego fanatisme
Nasinalisme yang memenjarakan pikiranmu
Mereka menunggumu
Hingga kau hanya bersuara:
"Islam Rahmatan Lil Alamin
Islam hanya satu, tak terkotak-kotak
Takterpisah oleh warna-warni bendera bangsamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinar #2
PoetrySINAR #2 | Antologi Puisi 2018 by Jahar Karena Kata Adalah Cahaya Warna rasa terangkum dalam antologi ini. Tiap baitnya berkisah cinta, impian, harapan, perjuangan, dan masih banyak lagi. Muaranya adalah cahaya terpapar dari setiap diksi. Semoga men...