10 - Ayah Patah Hati (lagi)

4.2K 533 54
                                    

Sejak dulu, dia lebih suka menjadi pengamat, bahkan sejak kecil, dia lebih senang melihat dan mengambil kesimpulan daripada bersuara dan berpendapat. Ditambah anugerah otak jenius yang membuatnya lebih mudah ingat dan mengerti arti setiap kejadian yang dilaluinya, mungkin tidak seketika, namun saat kedewasaan menapak dalam hidupnya, hanya dia yang tahu seberapa banyak penyesalah yang dia pendam karena keegoisan di masa lalu.

Namjoon menatap kilauan bening kolam buatan yang ada di samping gedung fakultas ekonomi di kampusnya, pikirannya berkecamuk, seiring ketukan ringan jari-jari tangannya ke paha kanan yang dibalut celana denim coklat favoritnya. Ramai di sekitar, namun laki-laki itu tidak tampak peduli dan menganggap semua orang tak lebih dari hembusan angin.

Sampai seseorang menginterupsinya, menyambar paksa gulungan nikotin di bibirnya hingga membuatnya terbatuk,

"Aku tidak melarangmu merokok, bukan berarti kau boleh melakukannya setiap saat"

Namjoon hendak marah, namun kakaknya sudah mengomel mendahuluinya, membuatnya mau tak mau jadi diam. Ya, hanya keluarganya yang boleh mengomel padanya,

"Hanya sekali-sekali, hyung" balasnya membela diri

"Sekali-kali? Coba kulihat" Jin lagi-lagi menyambar bungkus rokok yang tergeletak di samping badan Namjoon dan membuka isinya

"Seingatku tadi pagi masih penuh. Kenapa sekarang tinggal separoh? Hah? Kau sedekahkan untuk pengemis di jalan?" Tanya Jin sarkastik.

Namjoon tertawa salah tingkah, akhirnya menyerah dan mengangkat bahu, akhir-akhir ini dia memang sedang banyak pikiran, dan rokok adalah salah satu pelampiasannya yang paling mudah.

"Kenapa hyung kesini?" tanyanya akhirnya, baru ingat jika meskipun mereka satu kampus, satu angkatan, namun perbedaan fakultas membuat keduanya nyaris tidak pernah bertemu di lingkungan kampus.

Informasi tambahan, Namjoon dan Jin memang kakak beradik berbeda satu tahun, namun karena sang Ayah cukup kerepotan dengan status barunya sebagai single parent, membuatnya memutuskan untuk memasukkan dua putra tertuanya ke jenjang pendidikan ditahun yang sama, beruntung kapasitas otak namjoon yang ternyata ada di atas rata-rata membuat anak itu tidak banyak kesulitan untuk menyesuaikan.

Lamunan Joon kembali terputus saat Jin menyodorkan sebuah map besar di hadapannya, Map berlogo sebuah perguruan tinggi bergengsi di Amerika itu membuat Namjoon terkejut dan menatap kakaknya.

"Jangan mengelak. Aku temukan di lacimu, kapan kau berencana memberitahu ini pada kami?" tanya Jin lugas.

Namjoon menghela nafas. Beberapa minggu lalu, usahanya mengajukan beasiswa untuk program pasca sarjana akhirnya membuahkan hasil, surat itu datang seakan menjawab mimpinya akan dunia luar yang selama ini dia damba-dambakan. Sayang sekali, kesempatan itu datang di waktu yang tidak tepat.

"Aku tidak akan mengambilnya, Hyung"

"Kenapa? Ini impianmu 'kan?" Jin tidak bisa tidak terkejut karenanya, dia awalnya kesal karena namjoon tidak bilang kalau beasiswa itu akhirnya dia dapatkan, meskipun mereka nanti akan terpisah karena mengambil S2 di universitas yang berbeda, namun dia ikut bahagia karena mimpi masing-masing dari mereka bisa tercapai.

Namjoon tidak langsung menjawab, pandangannya kembali mengarah ke arah kolam, seolah berharap ketenangan kolam itu akan menular ke hatinya "Aku tidak mau ayah patah hati lagi" jawabnya akhirnya.

Seokjin akhirnya mengerti, putra tertua keluarga Kim itu akhirnya duduk mensejajari adiknya dan ikut memandang hamparan rata air kolam,

"Sejak kecil, aku sudah melihat ayah patah hati berkali-kali," Gumam Namjoon mengawali "Saat Ibu meninggal, pertama kalinya dia patah hati yang tidak bisa kulupakan, meski samar-samar"

Jin meringis dalam diam, dia sendiri tidak ingat saat itu

"Kedua, saat Ayah jatuh cinta pada guru SD kita dan kita dengan jahatnya membuatnya memilih, saat guru itu akhirnya menikah dan mengirimkan undangan ke rumah, aku melihat ayah menitikkan air mata saat membacanya" Namjoon mengambil batu kecil di sekitarnya untuk dilempar ke kolam.

"Ketiga, saat dia menyadari isi hati Taehyung saat semuanya terlambat. Itu adalah patah hati paling menyedihkan yang pernah aku ingat, kau pasti berpikir sama, 'kan?! Dan yang terakhir, Jungkook ikutan ingin pergi dari rumah karena merasa bersalah pada Tae. Kupikir aku tidak akan sanggup melihat Ayah menderita lebih banyak lagi, Jadi aku memutuskan untuk tetap disini, bersamamu dan ayah"

"Tapi Ayah akan lebih merasa bersalah jika sadar ada satu lagi anaknya yang berkorban"

Namjoon tersenyum kecil "Aku tidak berkorban, Hyung. Ini cuma masalah seberapa besar prioritasku. Jika aku nekat pergi dan malah kepikiran saat disana, itu justru akan membuat semuanya sia-sia, aku lebih senang tetap disini, menentramkan hati ayah sekaligus mencari tantangan lain yang bisa kukembangkan. Otakku jenius, kan, kupikir dimanapun aku berada, aku bisa menciptakan apa saja"

Jin tertawa "Apa kau sedang memuji diri sendiri?" Tanyanya meledek

"Aku hanya mengatakan fakta lapangan" Jawab Namjoon ringan, suasana diantara mereka kembali mencair, Jin menepuk pundak adiknya,

"Terserah apapun keputusanmu. Masa depanmu ada di tanganmu sendiri, dan kau sudah cukup dewasa untuk memikirkannya, aku harap kau tidak menyesal di masa depan dengan melewatkan kesempatan ini"

"Tidak akan pernah"

"Lalu, apa rencana terdekatmu? Apa kau berencana menempuh S2 di kampus ini juga?"

Namjoon menggeleng, "Aku akan mencari kerja, setahun, dua tahun, setelah itu aku akan melamar pacarku"

"Wow...rencana macam apa itu?" lagi-lagi Seokjin dibuat takjub dengan pemikiran tak terduga saudaranya.

"Kenapa kau terkejut sekali, huh? Aku memang sudah berniat menikah muda, kok, pacarku juga setuju. Aku cuma butuh mencari pengalaman kerja sampai nanti cukup naik pangkat atau membuat usahaku sendiri. Kau lihat saja nanti" Jin mendadak melihat Namjoon seperti seorang anak remaja yang punya semangat dan tekat yang tinggi, dia tidak tahu harus salut atau was-was. Tapi hati kecilnya dia percaya, Namjoon adalah pengamat, dia bisa membaca situasi dan mencari kesempatan, dia percaya dimanapun anak itu berjalan, jalan terang tetap akan menyambutnya.

-TBC

:: Pendek ya... hehe... Ini adalah chapter tambahan karena chapter 'KAKAK' yang nggak terlalu memuaskan untukku. Intinya, aku mau menegaskan kalau dua kakak-beradik Namjin ini prioritasnya bukan JK melainkan Ayahnya, mereka tahu perjuangan ayah pas ditinggal Istrinya, jadi mereka ngebujuk Tae dengan nama JK. Karena mereka tahu JK adalah satu-satunya alasan yang mungkin bisa bikin Tae bertahan.

:: Satu Chapter lagi... Kalau kalian jadi author, ending macam apa yang pengen kalian bikin????

GOD's GIFT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang