1. Mata

594 55 4
                                    

Kita pernah saling beradu tatap. Iris matamu yang hangat, juga iris mataku yang tenggelam akan hangatnya kamu. Aku terlena saat itu, matamu sumber dari segala bimbang yang aku rasa. Tepatnya, diri kamu. Yang pada akhirnya buat aku jatuh dan semakin jatuh karena semburat cahaya yang terpancar jelas di matamu. Kejujuranmu hari itu adalah yang paling membahagiakan untukku. Yang membuat kita pernah saling bersama.

Kamu pernah mengucap janji untuk saling mengerti, berusaha meyakini hatiku dengan tatapan kejujuran dari matamu. Berkata untuk tidak saling menyakiti, untuk tidak saling membenci jika suatu saat waktu berbalik menyerang keadaan yang damai tentram.

Kamu juga pernah berkata untuk percaya bahwa kita bisa melewati segala hal yang dapat menjadi kehancuran bagi kita berdua.

Namun pada akhirnya, semua ucapan yang pernah kamu katakan adalah angin lalu sekarang. Ucapanmu hanyalah dusta. Kamu sendiri bahkan tidak percaya pada semua ucapanmu. Tentang janji untuk saling mengerti. Tentang kita yang berusaha untuk tidak saling menyakiti. Tentang ucapanmu waktu lalu untuk bisa melewatinya bersama-sama.

Karena pada akhirnya, pancaran matamu hari itu adalah yang paling menyakitkan. Dingin serta kosong. Kejujuranmu hari itu tak semenyenangkan kejujuranmu waktu itu. Yang membuat kita pada akhirnya berpisah.

Kita saling melepas satu sama lain.
Sebelumnya kita saling menyakiti, tak pernah bisa saling mengerti apalagi untuk melewati kehancuran saja kita tak mampu.

Pada dasarnya, ucapanmu tak sejujur matamu. Karena matamu adalah akhir dari resah yang aku rasa. Lalu berlanjut pada mataku yang jatuh berlinang air mata.

Fatamorgana RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang