3. Sepotong Hati

365 51 4
                                    

Pada dasarnya, kita manusia memiliki sepotong hati yang diberikan oleh Tuhan. Sepotong hati yang masih baru dan utuh sejak kita dilahirkan.

Hati yang perasa.

Bayi menangis ketika baru dilahirkan, tetapi tidak sakit hatinya. Ia hanya merasa asing dengan dunianya yang baru. Ya. Bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya, tak merasakan sakit hati meski tangisannya meraung-raung.

Berbeda dengan aku, atau kalian yang memasuki usia remaja dan mulai beranjak dewasa. Berbanding terbalik dengan apa yang bayi rasakan.

Kita lebih memilih menahan sakit hati dan menangis dalam gelap, tak ada orang. Sampai sakit hati yang ditahan itu justru menghancurkan diri sendiri. Berpura-pura tersenyum dan bersikap biasa saja. Membohongi diri sendiri dan orang lain tentunya.

Pada hakikatnya, berbicara perihal sakit hati, sebagian dari kita ini munafik. Kita tak pernah jujur akan topeng wajah sendiri. Malu jika menangis di depan banyak orang.

Kita munafik perihal hati yang baik-baik saja.

Aku. Kamu juga.

Aku tidak menangis ketika ada ucapan orang yang menyakiti perasaanku. Aku juga tidak menangis perihal jalan cintaku yang tak pernah berhasil.

Tapi sudah aku bilang, sifat kita berbeda dengan bayi yang baru dilahirkan.

Kita ini adalah manusia yang tidak menangis dengan sepotong hati yang setelahnya menjadi kepingan-kepingan kecil yang berantakan.

Aku. Kamu. Juga kalian yang merasakannya.

Fatamorgana RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang