Ramai orang berlalu-lalang, aku sendirian di sini. Berdiri di dekat gerbang masuk sekolah, sendiri. Entah apa yang aku tunggu. Hari keduaku masuk sekolah, aku masih sendiri di sini. Apa aku bisa mendapat teman di sini?
“Kamu dari kelompok merah kan?” tanya seseorang yang tiba-tiba datang padaku.
Seorang lelaki tampan datang ke hadapanku, ia tersenyum. Tubuhnya lebih tinggi dariku, dan berkulit sawo matang. Dia juga memakai pita merah, sama seperti yang aku kenakan.
“I...iya...,” jawabku.
“Grup berapa?” tanyanya.
“Grup 2.”
“Kebetulan aku juga grup 2, kalo gitu ayo kita masuk bareng!”
“Ah..., iya...”
Untunglah, ada orang yang baik hati datang padaku. Mungkinkah dia yang akan menjadi temanku nantinya?
“Oh iya, kita belum kenalan kan? Namaku Sena, Sena Dyralhita,” kata Sena memperkenalkan dirinya.
“Aldi...,” kataku memperkenalkan diriku.
“Aldi ya? Kamu dari SXC School? Itu kan sekolah elit, hebat...”
“Nggak kok, aku biasa aja. Karena terlalu biasa, aku jadi masuk ke sekolah ini.”
“Hahaha..., salam kenal ya, Aldi....”
Senyumannya terpancar bak sinar mentari pagi. Mungkin saat itu, aku sudah mulai mengagumi dirinya. Genggaman tangannya yang hangat, menentramkan hatiku. Ah, aku ingin selalu berada di dekatnya, begitulah kata hatiku.
Suara alarm di ponselku berbunyi. Aku terbangun dari tidur lelapku. Mimpi? Dari semua kemungkinan yang ada, kenapa harus dia yang muncul di mimpiku? Terasa sakit bila aku mengingat orang itu, Sena. Aku benar-benar berusaha keras untuk melupakan dirinya.
“Bangun Aldi, ayo sarapan!” seru ibuku.
“Iya, Bu...,” kataku.
Aku segera menuju meja makan dan memakan sarapanku. Nasi goreng telur dengan segelas teh manis panas buatan ibuku. Aku melahapnya tanpa pikir panjang, karena aku memang sudah sangat lapar.
“Pagi-pagi udah murung, kenapa kamu?” tanya ibuku.
“Nggak apa-apa,” jawabku.
“Kamu itu sering sekali murung pagi-pagi, yang ceria dong biar cewek-cewek banyak yang lirik.”
“Hmph..., terserah.”
Hal yang sering membuatku murung tidak lain adalah Sena. Dia sering sekali muncul di mimpiku, padahal sudah sejak lama aku mencoba melupakan semua tentang dirinya. Tapi semakin keras aku mencoba melupakannya, semakin sering dia menghantuiku lewat mimpi atau bayangan masa lalu. Sena, dia bukan orang yang jahat tapi kurasa dia mungkin juga bukan orang yang baik. Aku tidak tahu betul sifat aslinya, dia seperti memakai topeng yang tebal. Kalau diingat-ingat, kurasa dialah yang menyebabkan diriku menjadi seorang penyendiri sekarang.
“Pagi, Aldi!” sapa Evan saat aku baru tiba di kelasku.
“Pagi,” balasku.
“Eh..., mana senyuman kamu yang kemarin? Aku kan mau liat lagi.”
“Be-berisik!”
“Kamu ini masih aja cuek ya, dasar...”
“Hmph...”
Aku memalingkan wajahku, menghindari tatapan Evan. Seperti biasa, aku masih belum terbiasa untuk berinteraksi dengan orang lain. Aku selalu menghindari bertatap mata dengan orang lain. Aku tidak ingin orang lain melihat aku yang menyedihkan ini, dan aku juga tidak mau melihat mereka menatapku. Aku menghindari semua perhatian dari orang lain padaku. Aku tidak ingin kelihatan menonjol di mata orang lain. Lebih baik jika hanya sedikit orang yang mengenalku.
Saat istirahat, lagi-lagi sekelompok perempuan, yang kemungkinan mereka adalah fans Evan, mendekati tempat duduk kami untuk mengajak Evan ke kantin.
“Evan, ayo ke kantin bareng!” ajak salah satu dari mereka.
“Ah, maaf aku mau ke kantin bareng Aldi,” jawab Evan.
“Eh?” aku terkejut karena Evan tiba-tiba saja mengatakan hal itu, tanpa persetujuan dariku.
“Kita udah janjian tadi, iya kan Aldi?” tanya Evan sambil mengedipkan sebelah matanya.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa, sepertinya Evan juga kerepotan mengurus mereka. Berat juga jadi anak yang populer. Mau bagaimana lagi, sepertinya aku lebih baik menerima ajakan Evan.
“I...iya...,” jawabku.
“Ya udah kita duluan ya, Van! Tapi kapan-kapan kamu mau kan main bareng kita?” ujar salah satu dari mereka.
“Iya kapan-kapan.”
Evan menghela nafas lega.
“Huh..., akhirnya mereka pergi juga,” kata Evan.
“Susah ya, jadi orang populer,” ujarku.
“Iya begitulah... Ayo ke kantin!”
“Eh? Emangnya harus ya?”
“Kamu tadi kan udah janji mau ke kantin bareng aku! Kamu nggak boleh narik kata-katamu lagi.”
“Huh..., iya iya...”
Aku dan Evan pergi ke kantin sekolah. Aku jarang sekali ke kantin, aku lebih suka meluangkan waktuku membaca buku di perpustakaan. Aku hanya pergi ke kantin kalau aku benar-benar merasa lapar. Ada banyak pilihan makanan yang tersedia di kantin sekolahku. Roti, sandwich, cemilan, gorengan bahkan menu makanan berat juga ada, dan juga minuman dingin.
“Hari ini beli apa ya? Sandwich telur mayonaise kelihatannya enak. Tapi roti isi ayam teriyaki juga kelihatannya enak. Duh..., pilih yang mana ya?” tanya Evan.
“Milih tinggal milih aja kok lama amat?” tanyaku tidak sabaran.
“Sabar Aldi, aku bingung nih mau pilih yang mana.”
Aku langsung mengambil makanan yang ingin kubeli, lalu membayarnya ke penjaga kantin.
“Kamu beli apa?” tanya Evan.
“Chicken Katsu Sandwich, dengan saus spesial,” jawabku.
“Keliatannya enak...”
“Nggak usah sampe ngiler segala. Aku selalu beli ini kalau ke kantin.”
“Kalau gitu aku mau coba juga.”
“Terserah, yang penting cepetan.”
Aku melihat sekeliling dan banyak perempuan yang menatap ke arah kami. Mungkin lebih tepatnya ke arah Evan.
“Liat, liat, cowok itu keren banget!”
“Ganteng banget...”
“Cowok ganteng itu anak baru ya? Baru liat...”
Begitulah kata cewek-cewek yang melihat ke arah Evan. Apa Evan selalu jadi pusat perhatian seperti ini? Berat juga ya jadi dia... Kalau aku mungkin udah sembunyi di toilet. Duh walaupun Evan yang jadi pusat perhatian, aku jadi ikut merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang itu. Aku benci menjadi pusat perhatian. Sejak kejadian itu...
“Aldi, ayo ke kelas!” ajak Evan.
“Ah..., iya!” kataku.
Kejadian hari itu... Aku benar-benar tidak ingin mengingatnya. Biarlah, lebih baik aku lupa daripada harus mengingatnya lagi. Lebih baik, aku fokus menjalani kehidupanku yang sekarang ini. Jika aku berteman dengan Evan, apa itu akan bisa membuatku melupakan semuanya? Masa laluku bersama dengan Sena. Tapi Evan sendiri, apa dia akan membawa luka, sama seperti yang Sena lakukan? Evan mungkin..., berbeda dengan Sena. Kurasa...
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Sociophobia
RomanceWARNING : This is BL!!! Genre : Romance, Drama, Psychological Aldi seorang penyendiri yang tidak mau lagi berhubungan dengan manusia lain karena masa lalunya yang pahit dengan Sena. Namun, sejak kedatangan murid baru, Evan yang selalu membantunya. P...