Part 9

559 41 4
                                    

Aku pergi menemui Aldi di rumahnya, seperti biasa ia hanya berdiam diri di kamar sambil bermain game.

“Masih belum selesai main itu?” tanyaku pada Aldi.

“Aku masih harus dapet good ending rute ini, supaya bisa dapet ending secret character,” jawab Aldi.

Aku terdiam, aku bingung apakah aku harus menceritakan soal Sena pada Aldi ataukah aku harus tetap bungkam? Akhirnya aku mengumpulkan keberanianku untuk menceritakan soal pertemuanku dengan Sena tadi. Aldi harus tahu hal ini, kuharap dengan ini Aldi bisa membuka matanya lalu mulai melupakan Sena untuk selamanya.

“Aldi...,  kamu harus melupakan Sena, ” pintaku.

“Kenapa tiba-tiba kamu membicarakan Sena?” tanya Aldi.

“Tadi aku bertemu dengan Sena, ada sedikit pembicaraan di antara kami. Dan itu membuatku sadar, kalau Sena bukanlah laki-laki yang baik. Dia hanya orang yang kejam, yang membuangmu begitu saja setelah semua pengorbanan yang kamu lakukan untuknya.”

“Apa maksudmu? Kenapa kamu menemuinya?”

“Aku melakukan semua ini demi kebaikanmu, aku ingin kamu membuka mata, dan mulai melupakan Sena. Dia hanyalah bagian dari masa lalumu yang pahit. Apa kamu masih mau mencintai orang yang sudah membuatmu menderita hingga seperti ini?”

“Semua ini bukan salahnya! Kamu harusnya tahu itu! Ini semua terjadi karena salahku, aku yang terlalu terobsesi padanya. Sena tidak melakukan hal yang salah.”

Aku mencengkeram lengan Aldi erat.

“Kenapa kamu masih saja membela orang itu? Dia sengaja berpura-pura tidak mengetahui perasaanmu, lalu dia menghilang dan meninggalkanmu begitu saja! Dia sudah membuangmu, Aldi! Sejak awal dia memang tidak pernah peduli padamu! Sadarlah! Bukalah matamu lebar-lebar!” bentakku.

Aldi mulai meneteskan air matanya lagi. Ah, aku sudah membuatnya menangis.

“Tidak apa-apa, perasaanku ini memang tidak akan pernah terbalas. Aku ini hanyalah seorang penyendiri, manusia yang payah dan tidak berguna. Tidak akan ada orang yang mencintaiku,” ujar Aldi.

Aku memeluk Aldi dengan erat. Hatiku berkata aku ingin melindungi orang ini. Aku ingin selalu berada di sampingnya dan melindunginya. Sehingga ia tidak perlu lagi merasakan rasa sakit. Ia tidak perlu lagi menderita.

“Kenapa kamu memelukku lagi?” tanya Aldi.

“Kamu salah, di dunia ini selalu ada orang yang mencintaimu. Kamu hanya tidak pernah melihat mereka. Karena kamu selalu melihat ke satu orang,” jawabku.

“Apa yang kamu bicarakan?”

Aku mencium bibir Aldi dengan lembut. Kuungkapkan seluruh perasaanku padanya lewat ciuman itu. Aldi seolah membeku, mungkin karena ia terkejut. Aku melepas ciumanku dan menatap matanya dalam-dalam.

“Aku mencintaimu, Aldi,” ucapku.

  
*ALDI’S POV*
Aku mendorong tubuh Evan sekuat tenaga. Aku sangat terkejut, tiba-tiba saja Evan menciumku seperti itu dan juga mengungkapkan perasaannya.

“A-apa yang kamu lakukan?” tanyaku.

“Apa kamu masih belum mengerti juga? Seperti itulah perasaanku padamu. Apa kamu sudah menyadari kalau anggapanmu selama ini salah?” tanya Evan.

“Jangan bercanda di saat seperti ini!”

Dengan tangannya yang kuat itu, ia mencengkeram lenganku kuat-kuat, mendekatkan wajahnya ke wajahku.

“Lihat mataku! Lihat! Apa aku sedang bercanda sekarang?” tanya Evan.

Evan sepertinya benar-benar serius. Tapi aku tidak percaya, Evan yang sangat tampan dan populer ini mencintaiku. Kenapa harus aku? Anak penyendiri yang suram ini, dan yang selalu mengacuhkannya. Padahal dia bisa mendapatkan perempuan manapun yang ia sukai. Ia tidak membutuhkanku.

“Selama ini aku selalu melihatmu, aku tahu semua tentangmu. Lihatlah ada aku di sini, aku akan membantumu membuka lembaran kehidupanmu yang baru. Lupakan semua masa lalumu yang pahit itu! Aku akan selalu ada di sisimu,” ujar Evan.

Evan, aku tidak pernah mengerti dirinya. Padahal aku selalu saja mengacuhkannya, melakukan hal yang buruk padanya. Tapi ia selalu peduli padaku, dan membantuku mengatasi ketakutanku. Tapi aku tidak mungkin bisa membalas perasaannya, di hatiku masih ada Sena. Mungkin lebih baik kalau Evan melupakan perasaannya padaku, dengan begitu ia tidak perlu merasakan hal yang sama denganku.

“Berisik! Memangnya kamu tahu apa tentangku? Jangan bertingkah seolah kamu tahu segalanya! Aku tidak membutuhkanmu! Kamu ini selalu saja mencampuri urusanku!” bentakku.

“Bukannya kita ini berteman, Aldi? Tentu saja aku akan selalu membantumu,” tanya Evan.

“Teman? Teman apa? Aku tidak pernah menganggapmu sebagai temanku! Aku sudah muak denganmu yang selalu saja mencampuri urusanku! Aku tidak butuh bantuanmu, aku tidak butuh semua belas kasihanmu! Pergilah! Jangan pernah menampakkan wajahmu lagi!”
        
Evan terdiam sesaat, lalu ia berkata...

“Baiklah kalau itu yang kamu inginkan, aku akan pergi,” kata Evan.

Evan melangkahkan kakinya dan pergi meninggalkanku sendirian. Aku sudah melakukan hal yang kejam pada Evan. Aku memang manusia yang buruk. Tapi aku tidak ingin Evan merasakan apa yang kualami. Aku yakin ia akan segera melupakanku dan mendapatkan orang yang lebih baik dariku.

Akan tetapi, ciuman Evan tadi terus membayangiku, bahkan saat aku hendak tidur. Aaaah..., kenapa bayangan ciuman dan wajah Evan terus-terusan membayangiku dari tadi? Aku tidak bisa tertidur karena yang ada di otakku hanya bayangan wajah Evan. Aku memegangi bibirku, ciuman tadi...., bahkan masih terasa di bibirku. Bibir Evan, ternyata lembut juga.... Gawat memikirkannya membuat jantungku berdebar tak karuan. Apa yang terjadi denganku sebenarnya?

To Be Continued

SociophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang