Part 3

819 79 6
                                    

“Sebentar lagi ujian tengah semester ya? Apa aku bisa?” tanya Evan.

“Iya..., UTS di sini semua mapel soalnya essay. Jadi kamu pasti bisa lah,” jawabku.

“Essay? Bukannya itu malah susah ya? Apalagi kalau hafalannya banyak, kita kan nggak tau mana yang harus kita hafal. Kecuali kalau kita dikasih kisi-kisi, mungkin akan lebih mudah.”

“Guru di sini nggak pernah kasih kisi-kisi waktu UTS, jadi semangat ya belajarnya!”

“Eeeeh...?? Tapi kamu mau kan kalau ngebantu aku belajar?”

“Yaa..., boleh aja sih. Tapi aku ini kan nggak begitu pintar.”
             
“Ya setidaknya kamu lebih pintar dariku. Jadi kita sepakat ya?”

“Iya iya...”

“Yey! Makasih ya, Aldi!”

Melihat tingkah Evan tiba-tiba saja bayangan Evan di mataku berubah menjadi Sena. Ia mengatakan hal yang sama padaku seperti ini setelah ia meminta bantuanku dan aku mengiyakan.

“Se...na...?” kataku spontan.

“Sena? Siapa Sena?” tanya Evan.
“Enngg..., nggak bukan siapa-siapa kok,” jawabku.

Duh, kenapa aku masih saja mengingat orang itu? Aku benar-benar sudah lelah dihantui olehnya. Kenapa? Kenapa aku tidak bisa melupakannya?

“Kamu nggak apa-apa, Aldi? Tiba-tiba wajahmu kok jadi sedih begitu?” tanya Evan.

“Iya, aku baik-baik aja kok,” jawabku.

“Bohong, kamu pasti menyembunyikan sesuatu dariku.”

“Lain kali, aku akan menceritakannya.”

“Ya udah, kalau kamu belum siap cerita. Tapi beneran ya lain kali kamu harus cerita. Kamu nggak mau kan aku mati penasaran?”

“Mati aja sana!”

“Bercanda kok, bercanda...”

Esoknya, setelah pulang sekolah aku dan Evan sepakat untuk belajar bersama di rumahku. Ibuku menyambut kedatangan kami dengan hangat. Mungkin karena, aku tidak pernah membawa teman ke rumahku.

“Ibumu baik sekali,” kata Evan.

“Ya seperti itulah dia, ayo sekarang dimulai belajarnya. Pertama keluarin buku sejarah!” pintaku.

“Eeeeh...., sejarah?”

“Nggak usah ngeluh, mau belajar atau nggak?”

“Iya deh...”

Evan mengeluarkan buku paket dan buku tulis sejarah. Aku mencoba menjelaskan materi-materi yang akan keluar di UTS.

“Di masa penjajahan Jepang, pemerintahan dibagi menjadi 6 bagian, Shucho atau Karesidenan, Shicho atau Kotapraja, Kencho atau Kabupaten, Guncho atau Kawedanan, Soncho atau Kecamatan, dan Kucho yang berarti desa/kelurahan. Supaya lebih gampang menghafalnya kita ambil jembatan keledai, jadi ShuShiKenGunSonKu. Kemungkinan ini bakal keluar di soal, jadi hafalkan betul-betul!” pintaku.

“Oh..., SyuSyiKenGunSonKu. Oke aku udah hafal,” kata Evan.

“...terus jangan lupa kalau di masa penjajahan Jepang juga ada dua daerah istimewa atau kochi, yaitu Yogyakarta dan Surakarta....”

“Oh....”

Evan kelihatan memperhatikan penjelasanku dengan baik, tapi wajahnya terlalu dekat. Membuatku jadi gugup, dan tidak bisa berkonsentrasi lagi. Aku mendorong wajah Evan, menjauhkan wajahnya dari wajahku supaya tidak terlalu dekat.

SociophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang