___
Kamu pernah atau sedang jatuh cinta di usia remaja?
Kalau iya, selamat karena kamu sudah merasakannya.
Berbeda denganku yang setiap melihat cowok yang katanya tampan di sekolah ini, aku hanya akan bertanya-tanya dalam hati, 'Apanya yang menarik? Ganteng dari mananya? Cowok kayak gitu yang digilai cewek-cewek di sekolah ini?'
Entah mataku yang salah atau mata mereka yang salah atau ... mungkin hatiku yang bermasalah. Jujur, meskipun aku selalu menganggap remeh semua itu, jauh di dalam hatiku aku merasa takut. Takut merasakan suka kepada lawan jenis sekaligus takut tidak akan pernah merasakan perasaan seperti itu karena semenjak perceraian Mama dan Papa tiga tahun yang lalu, perasaan takut itu mulai muncul.
Aku bertopang dagu di balkon. Pandanganku tertuju ke lapangan basket. Ada beberapa siswa yang sedang bermain bola basket di sana. Biasa saja. Tidak ada yang spesial. Cowok pintar lebih kelihatan keren di mataku dibanding cowok-cowok yang gemar olahraga.
Oh, ya. Satu hal yang aku sadari di diriku. Meski aku belum pernah jatuh cinta, tapi aku lebih suka melihat cowok yang berkutat dengan buku-buku dibanding cowok yang seperti sekarang aku pandangi ini: pemain basket, bola, dan semacamnya.
Jika suatu saat nanti aku sudah bisa merasakan jatuh cinta dan jika bisa diberi pilihan di antara dua jenis cowok itu, maka aku akan memilih cowok yang mengandalkan otak dibanding otot.
Aku jadi teringat dengan ucapan Rumi mengenai seorang siswa kelas XI IPA 1 bernama ... ah aku lupa namanya siapa. Dirga. Diram. Aku lupa. Yang jelas, katanya cowok itu adalah salah seorang anggota olimpiade TIK. Tampan, hidungnya mancung, dan blablabla lainnya yang entah kenapa membuatku hampir setiap saat memutar bola mata jika yang berbicara itu adalah Rumi.
Ya, Rumi mudah suka dengan cowok-cowok di sekolah meski sebenarnya dia tak pernah sedikit pun berpikir untuk menjadi pacar salah satu di antara mereka. Mungkin hanya untuk senang-senang atau mungkin Rumi hanya sebatas mengagumi mereka. Atau apa ya istilahnya, menjadi fangirl? Contohnya, Kak Angkasa, siswa kelas XII IPA 1 yang dari gosip yang bereda bahwa dia punya banyak cewek. Meskipun begitu, aku akui dia jago Matematika karena dia bagian dari anggota olimpiade Matematika di SMA Nusa Cendekia. Dan Rumi hampir ikut-ikutan menjadi salah satu cewek yang berusaha mendekati Kak Angkasa.
Entah sudah berapa lama aku berdiri di balkon. Koridor ini pun tidak sepi. Siswa-siswi di kelasku sangat heboh di dalam sana padahal bel istirahat sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu. Hal itu juga yang membuatku malas ke mana-mana termasuk menemani Rumi ke toilet ketika dia meminta ditemani tadi.
Kuperhatikan jam di ponselku. 09:41 pagi. Masih ada banyak waktu untuk ke kantin. Aku menegakkan punggungku kemudian menghirup udara segar. Beberapa detik kemudian aku mulai melangkah menuju kantin.
"GEIGI!"
Langkahku tiba-tiba berhenti setelah mendengar suara cempreng Rumi yang memanggilku.
"Pokoknya kita ke kelas IPA 1. Gue nggak mau tahu."
Aku berbalik menatapnya dengan bola mata yang memutar seolah aku mengatakan, 'gue males, Rum!' karena dari kata-katanya tadi, sudah pasti dia akan membawaku ke cowok yang dimaksudnya tadi sebelum istirahat. Di tangan Rumi terdapat sebuah laptop yang layarnya terbagi tiga yang katanya akan aku jadikan sebagai modus supaya bisa melihat cowok-yang aku lupa namanya siapa-itu lebih dekat.
"Ayolah!" Rumi mendekat dan menyengir. Dia menarik-narik pergelangan tanganku sehingga aku ikut melangkah mengikutinya. Perjalanan menuju kelas XI IPA 1 dari kelasku, XI IPA 4, hanya tinggal lurus saja. "Katanya lo mau tahu gimana rasanya jatuh cinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Geigi [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]
Teen Fiction[SELESAI] Pernahkah kamu merasakan takut berlebihan pada sesuatu yang sepele? Kalau, ya. Kita sama. Aku takut jatuh cinta dan aku juga takut tidak bisa merasakan cinta. Aneh. Tapi itu yang aku rasakan. Berawal dari tragedi terlambat olimpiade memb...