____
Aku membasuh wajahku dengan air. Menghapus segala yang menempel di sana meskipun tidak hilang sepenuhnya. Dalam keadaan seperti ini, aku kembali mengingat percakapanku dengan Dirgam saat kami sama-sama kembali ke kelas masing-masing. Di tangga, dia mengajakku berbicara lagi setelah sebelumnya saling diam.
"Lo tadi chatting sama siapa tadi?" tanyanya saat aku baru akan berbelok ke tangga selanjutnya.
"Hem? Ah, iya. Kenapa memangnya?" Bukannya menjawab pertanyaannya, aku justru bertanya balik.
"Nggak, kok. Chatting sama siapa?"
"Temen. Kenapa?"
"Nggak."
Setelah itu, tak ada pembicaraan lagi. Dirgam mengikutiku sampai ke IPA 4. Dan yang membuatku bingung, dia kembali ke kelasnya setelah mengantarku sampai di depan kelas. Tanpa berkata-kata.
Aku mulai merasa ini sulit. Aku yang dulunya tidak pernah dekat dengan cowok mana pun—dalam artian sangat dekat—kini dekat dengan dua cowok sekaligus.
Kenapa?
Mereka juga datang tiba-tiba. Dalam rentan waktu yang begitu singkat. Apa ini ada hubungannya dengan Rumi yang keukeuh ingin agar aku bisa tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang?
Suara air dari bilik kamar mandi menyadarkanku dari lamunan. Aku kembali membasuh wajahku dengan air yang mengalir dari keran. Tatapanku tertuju ke alis berwarna cokelat tua akibat pensil alis yang Rumi pakaikan tadi pagi. Aku berdecak saat melihat masih ada yang menempel di sana.
Disaat aku sibuk mengurus wajahku, aku tak sadar kalau ternyata seseorang yang sejak tadi berada di bilik kamar mandi adalah Sandra, yang saat ini berdiri di sampingku dengan wajah sinisnya menatapku lewat cermin.
Dia berdeham.
"Udah mulai centil nih lo?"
Aku tak suka kata-katanya. "Apaan, sih."
Dia melirikku dari samping. Aku bisa melihat itu dari cermin. "Bisa nggak sih lo nggak usah narik perhatian Mars?"
"Gue nggak pernah narik perhatian Mars."
"Dih." Sandra berdecih sembari melempar tissue yang sudah basah ke wastafel. Kenapa dia semarah itu? Memangnya dia pacar Mars? "Lo tahu nggak belakangan ini Mars merhatiin lo mulu? Itu bikin gue nggak suka."
Aku memilih bungkam. Kenapa aku yang kena? Harusnya kan dia bilang itu langsung ke Mars!
Decakan Sandra sangat kentara saat dia menutup keran air. Aku hanya diam membersihkan wajahku dengan tissue. Kulirik sebentar Sandra lewat cermin, ternyata dia menatapku dengan tatapan benci-nya itu.
"Gue benci apa pun itu tentang lo, Geisha!" serunya kemudian meninggalkan toilet dengan sepatu yang terhentak keras di lantai.
Dia sangat membenci-ku padahal aku tidak pernah cari gara-gara padanya.
Itulah kenapa aku makin malas berurusan dengan Sandra.
***
Pukul 14:30 bel pulang berbunyi. Sekarang 14:37. Aku masih duduk di halte bersama Rumi. Rumi sedang menunggu jemputannya. Sama sepertiku yang sedang menunggu Mars menjemputku. Kami sudah janjian di sini. Aku sejak tadi gelisah membayangkan bagaimana dia berhenti di depanku ... untuk menjemputku.
Ah, Rumi belum tahu bahwa Mars ingin menjemputku. Aku tidak mengatakan apa pun padanya mengenai hal itu karena aku pikir nanti Rumi akan heboh. Tapi setelah aku pikir-pikir, selama ini Rumi selalu mengatakan apa pun yang dia lakukan kepadaku. Rumi tak pernah punya rahasia dariku. Segalanya dia ceritakan kepadaku. Sementara aku? Ya, aku juga melakukan hal yang sama. Namun, aku merasa ada hal yang berbeda di diriku, yaitu semenjak aku mengenal Mars dan Dirgam, aku sangat jarang menceritakan pertemuanku atau apa pun itu yang berhubungan dengan Mars dan Dirgam dengan alasan aku tidak ingin Rumi terlalu banyak bicara. Memang aku pernah cerita tentang mereka kepada Rumi, tapi banyak juga yang tidak aku ceritakan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geigi [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]
Novela Juvenil[SELESAI] Pernahkah kamu merasakan takut berlebihan pada sesuatu yang sepele? Kalau, ya. Kita sama. Aku takut jatuh cinta dan aku juga takut tidak bisa merasakan cinta. Aneh. Tapi itu yang aku rasakan. Berawal dari tragedi terlambat olimpiade memb...