4. (Edited Version)

11.9K 484 30
                                    

"Terserah bapak, mau makan dimana. Hehe " Ucapku

Kami meninggalkan kelas yang sudah tertata rapih dan berjalan menuju area parkir.

"Liam, kamu sekolah naik apa?" Tanyanya.

"Naik angkot pak,"

"Ga bawa motor?"

"Kalo saya pake motor, nanti bapak saya kerja pakai apa? Lagipula, jarak dari rumah ke sekolah tidak terlalu jauh," jelasku

Ia mengangguk mengerti

"Liam, saya permisi ke toilet sebentar," Ucap Pak Dika

"Oh iya pak, kalau gitu, saya tunggu di parkiran yah pak,"

"Oke."

Aku berjalan menuju area parkir. Sambil menunggu Pak Dika, aku sesekali melihat jam di ponselku. Tak terasa sudah sore, aku mengabari ibuku kalau pulang terlambat.

LIAM
Ibu, hari ini aku pulang agak sore.

Tak lama Ibu balas pesanku.

MOM
Oke, hati-hati Li jangan pulang terlalu malam, nanti capek.

LIAM
Siap bu.

Lalu sebuah mobil sport berwarna hitam mengkilap berhenti melintas didepanku, kaca mobil dari kursi pengemudi terbuka.

"Li, kamu ngapain disana? cepat naik," perintahnya

"I..iya pak" jawabku gugup

aku membuka pintu mobil bagian penumpang.

"Didepan sini, samping saya," Ucapnya

Aku merutuki diriku sendiri. Malu? Tentu saja, seakan Pak Dika adalah supirku kalau aku duduk dibelakang. Kegugupan ini berhasil membuat ku terlihat bodoh.

Diperjalanan tidak ada percakapan sama sekali, hanya terdengar suara radio di dalam mobil.

Lalu Pak Dika memulai pembicaraan.

"Oh iya Li, nanti kamu kuliah mau lanjut kemana?" Tanya Pak Dika.

Bicara tentang kuliah, aku ingin sekali masuk di universitas yang aku inginkan. Omong-omong aku mau mengambil jurusan Bahasa Inggris. Bukannya aku ingin seperti Pak Dika, untuk saat ini aku hanya suka dengan pelajaran Bahasa Inggris. Dilihat dari nilai-nilai raporku, untuk pelajaran Bahasa Inggris aku selalu mendapatkan nilai besar dibanding pelajaran lain.

Hampir setengah jam kami didalam mobil, aku tidak tahu betul kemana Pak Dika membawaku.

"Li, saya boleh bertanya lagi?" ucapnya, seketika suasana sangat serius, terdengar dari suara dan raut wajah Pak Dika yang serius.

Ia menatapku dengan wajah seperti itu membuatku gugup dan membeku. Aku sekarang mengerti, mengapa teman-teman perempuan dikelasku begitu histeris saat melihat Pak Dika. Aku baru menyadarinya ia sangat tampan sedekat ini.

"Mau tanya apa Pak?" ucapku berusaha tenang.

Pak Dika memarkirkan mobilnya dipikir jalan yang lumayan ramai. Ia menoleh kearahku dan mendekatkan wajahnya padaku.

Kalau ada kaca didepanku, mungkin kini wajahku terlihat jelas memerah. Bagaimana tidak, wajah Pak Dika dan wajahku hanya berjarak beberapa senti.

"Kamu mau makan dimana? saya bingung," ucapnya dengan senyumannya menyebalkan.

"Pak, kalau bapak bukan guru, kepalan tangan ini sudah mendarat diwajah bapak," ucapku tenang. Aku berusaha menenangkan pikiran dan perasaanku.

Ia bergegas menjauhiku dengan wajah yang sedikit panik.

I Love U My Teacher (Edited Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang