2. (Edited Version)

13.9K 549 31
                                    

"Itu kan.." Benakku

"Selamat siang semuanya," Sapa hangat Pak Dika

"Siang Pak!" Sorak para perempuan

"Kyaaaaaa ganteng banget sihhhhhhhh"
"Ya ampun Tuhan! Ciptaan mu ini gak sia - sia"
"Kyaaaaaa..Bapak siapa pak namanya?"
"Umurnya berapa Pak?"
"Bapak udah punya pacar?"
"Kayaknya bapak ga cocok di panggil bapak, bagaimana kalo aku panggil kakak, atau sayang, boleh?"
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut perempuan - perempua centil di kelas ku.

Aku merasa malu saat mereka mengatakan hal tersebut. Kenapa mereka begitu brutal?

"Selamat Siang nama saya Dika Setya, umur saya 23 tahun, masalah hubungan saya itu sudah....." ucap Pak Dika terpotong

"Yahhh.. sudah punya pacar. huuuu" sorak seorang perempuan.

"Oke saya lanjutkan. Saya itu sudah tidak pacaran lagi semenjak lulus SMA" jelas Pak Dika

Apa?! Gak mungkin. Tidak munafik, Pak Dika sangat tampan dan terlihat sempurna. Tetapi belum ada satupun perempuan yang menarik dihatinya? Apakah dia hanya modus?

Tapi kenapa aku memikirkan hal yang tidak begitu penting?

"Oke, cukup segitu saja perkenalannya.  Sekarang saya mau tau nama kalian" ucap Pak Dika

Hal yang biasa dilakukan oleh guru baru, mengabsen siswa dan menanyakan alamat untuk mengisi basa-basi. Untuk saja urutan namaku masih lama. Selama beliau mengabsen, aku sedikit mencoret-coret kertas kosong untuk mengisi kegabutanku.

"Liam"

"Hadir Pak" ucapku sambil mengacungkan tangan tetapi masih fokus pada kertas yang ku gambar.

Alasannya, aku sedang menghindari pertanyaan klasik guru itu.

"Liam," Panggilnya

"Hadir pak" masih memperhatikan kertas

"Liam,"

Akhirnya aku mengangkat kepalaku dan melihat guru menyebalkan itu. "Hadir paaaak,"

Lalu Pak Dika tersenyum manis.

"Tinggal di mana Li?" tanyanya

"Dirumah pak," jawabku

Sontak membuat seisi kelas ketawa terbahak

"Anjir Li, di tanya serius malah ngelantur luh. begoo, hahaha" kata Ani salah satu temanku.

"Aku jawab benar kok, aku memang tinggal di rumah. Kecuali kalau dia menanyai alamat rumah ku," protesku

Ani menoyor kepalaku "tolol lu Li." sambil tertawa terbahak.

"Alamat rumah dimana Li?" Tanya Pak Dika

Aku menjawab dengan rinci. kusebut semua nomor rumah, rt, rw, kelurahan, kecamatan, kota, provinsi dan kode pos.

"Baik. Terima Kasih." Ucap Pak Dika, masih tersenyum manis

Aku sedikit salah tingkah saat ia memberiku senyuman itu. Sepertinya aku mulai ketagihan.

Selama 2 jam pelajaran Bahasa Inggris, Pak Dika memberikan sedikit materi kemudian dia menceritakan perjalanan dia menjadi seorang guru.

Aku melihat jam dinding sekitar 5 menit lagi bel pulang sekolah berbunyi. Pak Dika membereskan barang bawaanya kedalam tas.

Ada peraturan khusus dikelasku, kebetulan aku adalah seksi kebersihan, aku sudah membuat jadwal piket dan biasanya sebelum pelajaran selesai aku memberitaku kembali jadwal piket untuk hari ini. Akan ada hukuman bagi siswa yang tidak menjalankan piket.

"Guys jangan lupa yah piket untuk hari ini," aku menyebutkan nama-nama yang piket hari ini.

Hampir semua protes padaku jika aku akan mengadu pada wali kelas kalau ada yang melakukan pelanggaran. Ini menjadi alasan mengapa aku tidak memiliki teman pria, rata-rata dari mereka menyebutku adalah seorang cepu.

Ekspektasi ku tidak pernah meleset. Nama-nama yang kusebut barusan semua pergi dan tidak melakukan piket. Kalau seperti ini tidak ada cara lain, aku akan melakukannya sendiri.

"Mau bagaimana lagi tinggal aku sendiri. Gak apa deh sendiri juga bisa," aku menggerutu.

Sebenarnya ini semua salah guru baru itu, andai saja dia tidak membuka lebar pintu kelas. Tapi aku juga tidak bisa menyalahkannya, dia tidak tahu apa-apa.

Aku dikejutkan dengan seseorang yang menepuk pundakku.

"Astaga!" ucapku menoleh kebelakang

"Eh maaf kaget yah. Maaf, maaf," ucap Pak Dika

"huuuh... Pak Dika, hampir aja saya gebuk pake sapu," ucapku

"Hahaha... Maaf kirain saya gak bakal kaget. Oh iya kok kamu ga pulang, kok malah pegang sapu?" tanyanya

"Iya Pak, hari ini saya piket," Jelasku

"Lho kok piketnya sendiri?"

"Harusnya sih ada temennya Pak. Tadi saat pintu kelas kebuka lebar,semua kabur deh," ucapku

"Ehh.. maaf. Itu karna saya, harusnya saya tidak buka pintu lebar-lebar," ucap Pak Dika

Meskipun itu salahnya, tapi itu tidak sepenuhnya salahnya. Lagi pula kenapa aku harus berbicara seperti itu, aku tidak ada niat untuk menyindirnya. Hanya saja kata itu keluar dari mulutku.

"Kalau gitu saya bantu piket," tawar Pak Dika

"Ehh.. gak usah pak, lebih baik bapak pulang saja. I..ini hanya kerjaan ringan kok," ucapku

"Tidak apa, lagi pula ini sebagai rasa permintaan maaf saya. Lagi pula jika dikerjakan bersama akan cepat selesai, lalu kamu bisa pulang cepat," ucapnya

Tidak munafik, tetapi apa yang dikatakannya benar. Tapi apakah etis seorang guru membersihkan kelas. Bagi ku terdengar tidak sopan.

Disisi lain guru ini memaksa untuk membantuku. Mungkin, hanya untuk sekali ini saja. Sekali-seklai tidak apa.

"Pak, saya isi air dulu dibawah," ucapku

"Saya aja yang isi, di toilet bawah, kan? Sini biar saya aja," Pintanya

"Gak apa pak?" tanyaku meyakinkan

Ia mendekati ku dan kami berjarak begitu dekat. Tinggi badanku yang sejajar dengan pundaknya, melihat dia yang tinggi sampai leherku terasa pegal.

Ia sedikit membungkuk mensejajarkan badannya dengan tinggiku. Wajah kami sungguh sangat dekat. Ia mengusap kepalaku pelan.

"Gak apa. Bukan hal yang sulit." ucapnya di akhir mengambil ember dari tanganku.

Senyumnya, sedekat itu, membuatku membeku. Kenapa dia melakukan itu padaku?

Klik vote, jika kalian menyukai cerita ini. 🥰👍

Dibuat: 08 Mar 2018
Edited: 29 Mei 2022

I Love U My Teacher (Edited Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang