8. dinner

264 31 13
                                    

Malam itu adalah malam minggu. Dan menurut aku sendiri, malam minggu adalah malam untuk meliburkan diri dari buku-buku tebal yang sampai kapanpun tak akan pernah bisa berkata "waktunya istirahat".

Jam baru menunjuk pukul 19.00, yang aku lakukan waktu itu hanya tiduran di kamar. Tapi itu tak bertahan lama mengingat Ibu waktu itu datang memaksaku ikut ke acara makan malamnya.

Aku sudah menolak dengan berbagai macam alasan, tapi Ibu tetap bersikeras untuk membawaku ke acara dinner itu. Alasannya, karena Ibu mau mengenalkanku kepada anak temannya. Dan itu sangat—sangat membuatku gak nyaman. Dan mau gimana lagi, aku bukan tipe orang suka membantah. Jadi malam itu aku ikut bersama Ayah dan Ibu menghadiri undangan acara dinner di rumah teman lamanya.

Selama perjalanan, aku lebih banyak diam. Eh lupa, aku kan emang tipe cewe yang pendiam, lebih tepatnya cuek pada lingkungan sekitar.

Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit untuk menempuh perjalanan, kami sudah berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua dengan pekarangan yang cukup luas. Aku menebak kalau teman ayah ini bukan orang biasa.

"Ayo turun sayang. Jangan lupa senyumnya di bawa turun juga." Seru Ibu membuatku sedikit cemberut karena kesal. Sedangkan Ayah hanya bisa tertawa kecil melihatku.

"Wah.. wah.. Pak Azka tambah kelihatan berwibawa aja padahal sudah berumur." Sambut seorang laki-laki setengah baya dengan postur tubuh tegap dan jauh lebih terlihat berwibawa daripada Ayah. Dia menyalami sambil memeluk Ayahku.

"Kamu bisa aja Ad. Harusnya kata-kata itu cocoknya ditujukan kepada kamu. Udah tua gini tapi masih ganteng aja." Sahut Ayah di susul tawa dari Ibu dan istri dari Pak Ad. Benar, namanya Pak Ad. Aku tadi mendengar ayah memanggilnya Ad.

Ibu dan istrinya Pak Ad ikut saling bersalaman dan memperkenalkan diri masing-masing. Namanya Bu Nia, dia salah satu polwan yang bertugas di polda Makassar. Dan aku juga baru tahu, Pak Ad juga seorang polisi yang bertugas di polda Makassar. Aku ikut menyalami sambil tersenyum kecil ke arah tante Nia dan Om Ad.

Tak berapa lama setelah kami bercengkrama di ruang tamu, mataku membulat sempurna, jantungku berdetak tak karuan, bahkan tenggorokanku terasa kering. Mataku menangkap sosok pria yang tak asing sedang berjalan turun dari tangga.

"Fal, sini sayang. Ini ada Om Azka ama Tante Ina." Seru Tante Nia memanggil Naufal untuk ikut bergabung dengan kami.

"Iya Bu." Jawabnya lalu menghampiri kami. Aku salah tingkah, aku tidak tahu kalau ternyata rumah ini adalah rumah Naufal. Bahkan aku tidak tahu kalau Pak Ad ini tak lain adalah Pak Charliyan Afkar As'ad, kapolda itu.

"Hallo Om, Bu. Senang Om ama Tante Ina bisa berkunjung ke sini." Sapa Naufal sambil menyalami Ayah dan Ibu secara bergantian.

"Naufal apa kabar?" Tanya Ibu.

"Baik Bu." Jawabnya dengan sedikit senyum.

Dan tekk, mata kami saling pada satu titik. Ada rasa yang sulit untuk kuungkapkan, tapi yang pasti aku tak baik-baik saja kala itu setelah mengetahui rumah itu adalah rumah Naufal.

"Hai Ay." Sapa Naufal seolah terlihat biasa-biasa saja tanpa ada masalah.

Aku menelan ludahku sendiri sebelum akhirnya memaksa senyum kecilku terukir di bibirku, "hai Fal." Jawabku.

"Kita harus berterima kasih kepada kedua anak kita Pak Azka, kalau gak ada mereka mungkin kita belum bisa bertemu kembali." Ujar Pak As'ad membuat aku semakin tidak nyaman. Seolah pertemuanku sama Naufal itu adalah sebuah keberuntungan bagi mereka.

Setelah acara makan malam, Naufal mengajakku berkeliling. Sebenarnya aku malas, tapi karena dipaksa sama Ibu, akhirnya aku mau.

"Aku gak tau kalau ini rumahmu." Ujarku setelah kami berhenti di taman depan rumah.

Lost You in 2015Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang